Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

21 Anggota Staf WHO Diduga sebagai Pelaku Pelecehan Seksual di Republik Kongo

Kompas.com - 29/09/2021, 10:29 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Al Jazeera

JENEWA, KOMPAS.com - Investigasi independen yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lebih dari 80 kasus dugaan pelecehan seksual di Republik Kongo (DRC), termasuk di antaranya melibatkan setidaknya 21 anggota staf.

Laporan setebal 35 halaman dirilis pada Selasa (28/9/2021), menunjukkan kasus pelecehan seksual skala luas terkait dengan oknum WHO selama bertahun-tahun dan berlangsung selama insitusi PBB tersebut menangani wabah Ebola di Republik Kongo.

Terduga pelaku adalah personel yang dipekerjakan secara lokal serta anggota tim internasional di Republik Kongo dari 2018 hingga 2020.

Baca juga: Penyanyi R Kelly Manfaatkan Status Superstar untuk Melakukan Pelecehan Seksual

Kasus pelecehan seksual digambarkan oleh perempuan yang dipanggil "Jolianne", korban termuda dari terduga pelaku. Ia menceritakan bahwa pelecehan seksual yang ia alami dimulai pada April 2019.

Ketika Jolianne berjualan kartu telpon di pinggir jalan di kota Mangina, seorang pengemudi WHO berhenti untuk menawarinya tumpangan pulang.

"Namun, dia (oknum pelaku) membawanya ke sebuah hotel di mana ia (Jolianne) diperkosa," kata laporan WHO, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (29/9/2021).

Malick Coulibaly, anggota panel independen, mengatakan dalam jumpa pers bahwa ada 9 tuduhan pemerkosaan.

Para wanita yang diwawancarai mengatakan para oknum pelaku tidak menggunakan alat kontrasepsi, mengakibatkan para korbannya hamil.

Beberapa wanita mengatakan para pria yang melecehkan mereka memaksa mereka melakukan aborsi, kata Coulibaly.

Komisi Independen WHO mewawancarai puluhan perempuan yang ditawari pekerjaan sebagai imbalan seks, atau yang menjadi korban pemerkosaan.

Baca juga: Dua Pria di India Alami Pelecehan Seksual dari Polisi, Diancam Bakal Dikirim ke Afghanistan

Penyidik berhasil mendapatkan identitas 83 tersangka pelaku, baik warga negara Republik Kongo maupun warga asing.

Dalam 21 kasus pelecehan seksual, tim peninjau dapat menetapkan dengan pasti bahwa pelaku yang diduga adalah karyawan WHO selama penanganan Ebola.

Laporan tersebut melukiskan gambaran suram, "kegagalan struktural yang jelas" dan "kelalaian individu".

Mencatakan "skala insiden eksploitasi dan pelecehan seksual dalam menanggapi wabah Ebola ke-10, yang semuanya berkontribusi pada peningkatan kerentanan 'korban yang diduga' yang tidak diberikan dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk pengalaman yang merendahkan seperti itu".

Disebutkan juga bahwa kasus pelecehan seksual ini terjadi karena pelatihan yang terlambat bagi staf untuk mencegah pelecehan atau eksploitasi seksual.

Adanya penolakan dari manajer untuk mempertimbangkan terjadinya kasus, yang mana peringatan hanya diberikan secara lisan dan tidak tertulis.

Selain itu, dipicu karena adanya gangguan dan kekurangan manajerial lainnya dalam menangani dugaan pelanggaran di 9 kota atau desa terpisah di wilayah Republik Kongo.

Passy Mulabama, pendiri dan direktur eksekutif Inisiatif Aksi dan Pengembangan untuk Perlindungan Perempuan dan Anak di DRC (AIDPROFEN), mengatakan temuan itu “tidak dapat diterima.”

"(Orang-orang) yang bertanggung jawab atas eksploitasi dan pelecehan seksual ini harus dihukum atas apa yang telah merella lakukan," tuntut Mulabama.

Baca juga: Bob Dylan Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual pada Tahun 1965

Laporan pelecehan seksual WHO adalah bacaan "mengerikan"

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut dokumen laporan itu adalah bacaan yang "mengerikan" dan menyampaikan permintaan maafnya kepada para korban serta penyintas.

“Adalah prioritas utama saya bahwa para pelaku tidak dimaafkan, tetapi dimintai pertanggungjawaban,” kata Tedros dalam konferensi pers.

Matshidiso Moeti, direktur regional WHO untuk Afrika, mengatakan pihaknya "patah hati" dengan temuan itu.

"Kami di WHO sungguh merasa rendah hati, ngeri, dan patah hati dengan temuan penyelidikan ini," kata Moeti.

“Kami meminta maaf kepada orang-orang ini, kepada para wanita dan gadis-gadis, atas penderitaan yang mereka alami karena tindakan anggota staf kami dan orang-orang yang telah kami kirim ke komunitas mereka,” tambahnya.

Tedros menunjuk ketua panel untuk menyelidiki klaim pelecehan seksual tersebut pada Oktober 2020, setelah laporan media mengatakan pejabat kemanusiaan yang tidak disebutkan namanya melakukan pelecehan seksual terhadap wanita selama wabah Ebola yang dimulai di DRC pada 2018.

Baca juga: Gubernur New York Mengundurkan Diri karena Tersandung Kasus Pelecehan Seksual

Pada saat itu, kepala WHO menyatakan dia “marah” dan berjanji bahwa setiap staf yang terkait dengan pelecehan itu akan segera diberhentikan.

Laporan yang mengutip sumber-sumber diplomatik Barat mengatakan 4 orang telah dipecat dan 2 ditempatkan pada cuti administratif, berdasarkan pengarahan tertutup WHO yang diberikan kepada pejabat diplomatik di Jenewa.

Julie Londo, anggota Persatuan Perempuan Media Kongo (UCOFEM), sebuah organisasi perempuan yang bekerja untuk melawan pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempuan di DRC, menghargai WHO karena menghukum staf yang terlibat dalam tuduhan pelecehan seksual itu.

Namun, Londo mengatakan bahwa itu saja tidak cukup, WHO perlu melakukan lebih banyak lagi.

"WHO harus memikirkan ganti rugi kepada semua wanita yang mengalami trauma dari pelecehan seksual, dan puluhan anak yang lahir dari kehamilan yang tidak diinginkan sebagai akibat dari pelecehan seksual itu," terangnya.

“Ada puluhan gadis di Butembo dan Beni yang memiliki anak dengan para dokter (WHO) selama epidemi Ebola...Kami akan melanjutkan perjuangan kami untuk mengakhiri pelanggaran ini,” ucapnya.

Baca juga: Pangeran Andrew Terjerat Kasus Pelecehan Seksual Gadis 17 Tahun di New York

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com