Rentetan pembantaian itu terus berlangsung hingga Maret 1948.
"Silih berganti orang ditangkap dan ditembak mati," tutur Amin Daud.
Pembantaian oleh pasukan Westerling sudah dimulai sejak akhir Desember 1947, tetapi di Mandar juga di daerah Sulsel lainnya rakyat pejuang tidak gentar.
Amin Daud melanjutkan, di Mandar pernah terjadi peristiwa yang tak bisa dilupakan para pejuang.
Bermula ketika terjadi konfrontasi para pejuang menewaskan dua serdadu Belanda. Tak pelak Westerling membalas dengan pembantaian yang kemudian dikenal dengan Jumat Berdarah di Galunglombok, Polmas, Mandar.
Ratusan rakyat Mandar dibantai pada hari itu. Penduduk selain berkumpul karena hari pasar, juga untuk shalat Jumat.
Mereka langsung digiring kemudian dibantai dan dikubur dalam sebuah kuburan yang sekarang dikenal Galunglombok, Kabupaten Polmas. Belum lagi kejadian di Desa Soreang Mandar, semua laki-laki di desa itu dihabisi tanpa ampun.
Baca juga: Kunjungan Raja dan Ratu Belanda ke Indonesia, Korban Pembantaian Westerling Beri Penolakan
Ia lalu dikembalikan ke Majene dan di dalam tahanan itulah ia melihat secara nyata kekejaman pasukan Belanda terutama setelah Westerling tiba.
Amin Daud dibebaskan setelah perundingan KMB pada 1 Desember 1949 bersama beberapa pejuang lainnya.
Pembebasan ini disambut gembira oleh para pejuang yang terus membantu dari luar penjara. Bahkan ada panitia penyambutan kebebasan yang diketuai Dr Senduk dan Mr Tjia Kok Tjiang.
Baca juga: Kesaksian Korban Pembantaian Westerling yang Tewaskan 40.000 Jiwa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.