Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Amin Daud Korban Pembantaian Westerling: Tahanan Diikat, Diberondong Tembakan

Kompas.com - 24/05/2021, 16:38 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber Kompas.id

MAKASSAR, KOMPAS.com - Salah satu saksi mata dan korban pembantaian Westerling menceritakan pengalamannya tentang kekejaman itu.

Haji Muhammad Riri Amin Daud (69) dalam penuturannya kepada Harian Kompas pada 17 Agustus 1995, menyebut bahwa hampir tiap hari ia menyaksikan para pejuang kemerdekaan di Mandar, Sulawesi Selatan, dibantai pasukan Westerling.

Pembantaian itu dia saksikan saat berada di tahanan Belanda di Majene Mandar, sekitar 300 km dari Ujungpandang.

Baca juga: Kontroversi De Oost, Film Belanda yang Berani Mengorek Kekejaman Westerling

Amin Daud adalah seorang pimpinan perjuangan pemuda dan rakyat Mandar, Kris Muda. Ia ditangkap di Makassar pada 20 November 1946.

"Saya ditangkap di rumah Husain Puang Limboro di Jalan Arif Rate sekarang," kenang kakek dari hampir 30 cucu ini kepada Kompas.

Amin Daud mengatakan, ia ditangkap karena termasuk aktivis penting Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris) yang dipimpin Makkaraeng Daeng Manjarungi dan Ranggong Daeng Romo.

Saat itu Sulsel khususnya Makassar dikuasai oleh pejuang yang tergabung dalam Lapris, sedangkan Kris Muda khusus bergerak di daerah Mandar.

Amin Daud pernah menjadi Ketua Umum Corps Cacad Veteran Sulsel dan Wakil Ketua Pepabri Sulsel.

Dia ditangkap ketika Raymond Westerling belum tiba di Sulsel.

Baca juga: Kompleks Makam Korban Westerling di Pinrang Memprihatinkan

Kisah kekejaman pasukan Westerling

Kapten Raymond Westerling yang disebut terlibat dalam pembantaian di Sulawesi Selatan dan membentuk Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang menyerang Bandung pada 1950.Wikipedia Kapten Raymond Westerling yang disebut terlibat dalam pembantaian di Sulawesi Selatan dan membentuk Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang menyerang Bandung pada 1950.
Dalam tahanan Amin Daud menyaksikan langsung pembantaian yang dilakukan pasukan Westerling dan kemudian dikenang di Sulsel sebagai Peristiwa Korban 40.000 Jiwa.

"Dikirimnya pasukan khusus Belanda yang dikomandani Kapten Weterling, karena hebatnya perlawanan rakyat Sulsel," kata pejuang 45 itu.

Jusuf Kalla pernah mengusulkan perubahan sebutan Hari Korban 40.000 Jiwa menjadi Hari Perlawanan Rakyat Sulsel.

"Saya yakin angka 40.000 itu bukan sekadar simbol. Malahan pembantaian itu bisa lebih dari angka 40.000," kata Amin Daud.

Baca juga: Mengingat Pembantaian Westerling yang Dilakukan Belanda 73 Tahun Lalu

Ia menunjuk pengalamannya selama berada di sebuah penjara di Majene. Pagi dan sore Amin Daud menyaksikan pembantaian oleh pasukan Belanda.

Amin Daud juga sering menyaksikan tahanan yang diikat tiga orang kemudian diberondong dengan tembakan.

Rentetan pembantaian itu terus berlangsung hingga Maret 1948.

"Silih berganti orang ditangkap dan ditembak mati," tutur Amin Daud.

Monumen korban 40.000 jiwa di Galung lombok Tinambung Polewali Mandar, Sulawesi Barat. KOMPAS.com/Junaedi Monumen korban 40.000 jiwa di Galung lombok Tinambung Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Pembantaian oleh pasukan Westerling sudah dimulai sejak akhir Desember 1947, tetapi di Mandar juga di daerah Sulsel lainnya rakyat pejuang tidak gentar.

Amin Daud melanjutkan, di Mandar pernah terjadi peristiwa yang tak bisa dilupakan para pejuang.

Bermula ketika terjadi konfrontasi para pejuang menewaskan dua serdadu Belanda. Tak pelak Westerling membalas dengan pembantaian yang kemudian dikenal dengan Jumat Berdarah di Galunglombok, Polmas, Mandar.

Ratusan rakyat Mandar dibantai pada hari itu. Penduduk selain berkumpul karena hari pasar, juga untuk shalat Jumat.

Mereka langsung digiring kemudian dibantai dan dikubur dalam sebuah kuburan yang sekarang dikenal Galunglombok, Kabupaten Polmas. Belum lagi kejadian di Desa Soreang Mandar, semua laki-laki di desa itu dihabisi tanpa ampun.

Baca juga: Kunjungan Raja dan Ratu Belanda ke Indonesia, Korban Pembantaian Westerling Beri Penolakan

Foto Pembantaian Westerling. Setelah upaya kudeta kelompok Westerling digagalkan, temuan pemerintah RIS menyimpulkan Sultan Hamid II telah mendalangi seluruh kejadian tersebut, dengan Westerling bertindak sebagai senjata militernya. Tuduhan ini dibantah Sultan Hamid II. Foto Pembantaian Westerling. Setelah upaya kudeta kelompok Westerling digagalkan, temuan pemerintah RIS menyimpulkan Sultan Hamid II telah mendalangi seluruh kejadian tersebut, dengan Westerling bertindak sebagai senjata militernya. Tuduhan ini dibantah Sultan Hamid II.
Di penjara Makassar, Amin Daud bercerita dia merasakan siksaan yang luar biasa sebagai tahanan.

Ia lalu dikembalikan ke Majene dan di dalam tahanan itulah ia melihat secara nyata kekejaman pasukan Belanda terutama setelah Westerling tiba.

Amin Daud dibebaskan setelah perundingan KMB pada 1 Desember 1949 bersama beberapa pejuang lainnya.

Pembebasan ini disambut gembira oleh para pejuang yang terus membantu dari luar penjara. Bahkan ada panitia penyambutan kebebasan yang diketuai Dr Senduk dan Mr Tjia Kok Tjiang.

Baca juga: Kesaksian Korban Pembantaian Westerling yang Tewaskan 40.000 Jiwa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com