"Sudah waktunya bagi Jenderal Prayut untuk berhenti berpegang teguh pada kekuasaan, yang bukan miliknya sejak awal yakni mengembalikan kekuasaan kepada rakyat,” tambah Pita.
Seorang analis, Titipol Pakdeewanich, menuturkan bahwa pemberian “kekuatan” kepada Prayut memiliki maksud terselubung.
“Ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat politik oleh pemerintah. Mereka ingin memiliki kekuatan absolut seperti yang mereka miliki sebelumnya,” ujar Titipol.
Baca juga: Jelang KTT ASEAN, Presiden Filipina dan PM Thailand Tidak Hadir
Prayut merupakan mantan jenderal yang mendalangi kudeta 2014. Dia terpilih sebagai perdana menteri pada pemilu 2019 yang diselenggarakan di bawah konstitusi yang diatur oleh militer.
Ketidakpuasan yang meluas atas pembungkaman suara-suara oposisi, ditambah dengan kerugian ekonomi yang dipicu pandemi, berkembang menjadi gerakan protes pro-demokrasi terhadap Prayut.
Puncaknya, puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan untuk menyerukan pengunduran diri Prayut.
Namun, aksi unjuk rasa mulai melambat tahun ini karena Covid-19 dan sejumlah penangkapan terhadap para pemimpin pro-demokrasi.
Baca juga: Istri Polisi Thailand Pamer di TikTok Naik Helikopter Kepolisian, Pangkat Suami Langsung Diturunkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.