“Iya, sejak dulu. Sekarang ini makin terasa. Contohnya, kita ingin menanyakan sesuatu di supermarket, mereka tidak menjawabnya atau meresponsnya dengan baik,” jelasnya.
Di tempat kerja, ujarnya, orang-orang keturunan Asia kerap tak dipandang sebelah mata bila tidak berbahasa Inggris dengan lancar.
Menanggapi sentimen dan kekerasan anti-Asia yang meningkat, Christine tidak mengambil langkah khusus selain bersikap lebih berhati-hati.
Ia meyakini masih banyak orang baik yang akan menolongnya. Satu hal yang ia soroti adalah peran media dalam memberitakan kasus semacam ini.
Ia berharap media menawarkan solusi bagi masalah ini dan bukannya menggiring opini masyarakat yang memancing emosi mereka.
Baca juga: Ini Identitas Penyerang Wanita Asia di New York, Pernah Bunuh Ibunya Sendiri
Sekitar dua jam perjalanan dari New York, tepatnya di kota Philadelphia, Albert Irwans dan istrinya bermukim sejak 13 tahun silam.
Menurutnya, situasi terkait rasisme di sana memburuk. Belum lama dari kejadian penembakan di Atlanta, sudah kabar ada pemukulan warga keturunan Asia di kota itu dan dua orang keturunan Indonesia menjadi korbannya, kata Albert.
Kepolisian setempat telah mengeluarkan selebaran berisi peringatan untuk berhati-hati bagi komunitas Asia.
Komunitas Indonesia yang juga cukup besar di sana bahkan sudah sering diimbau oleh gereja-gereja atau masjid setempat agar membatasi keluar rumah, katanya.
Albert dan istrinya kini sangat berhati-hati kalau berjalan-jalan di kota itu, termasuk menjadi lebih waspada terhadap orang-orang yang mereka temui di jalan.
Sementara itu, Carina Subagio yang telah menetap di Atlanta, Georgia sejak 2007 mengaku baru merasakan sentimen anti-Asia sejak pandemi virus corona merebak dalam dua tahun ini. “Gara-gara pas virus corona itu disebut China virus, kan.”
Ia merasa tidak menjadi target karena rasnya, karena menurutnya masih ada saja orang Amerika yang memandang sempit ras Asia hanyalah karena memiliki ciri khas bentuk mata atau warna kulit tertentu.
Ia sendiri tidak memiliki ciri-ciri fisik seperti itu. Kalau pun menjadi target, ia menduga mungkin ini karena ia berhijab.
Baca juga: Viral Video Pejabat AS Buka Baju Pamerkan Luka Perang, Protes Sentimen Anti Asia-Amerika
Namun perempuan yang sebelumnya tinggal di negara bagian Virginia itu mengaku sudah terbiasa membawa pepper spray (semprotan lada) untuk berjaga-jaga, terutama sewaktu memarkir mobil yang jauh dari tempat tujuannya.
Apa yang dikhawatirkan Carina dan suaminya adalah betapa mudahnya orang membeli senjata api di Amerika. Pasangan Indonesia-Bangladesh ini sendiri telah sejak tahun 2019 berusaha mendapatkan lisensi kepemilikan senjata api.
“Kebetulan ada kelompok di masjid yang berlatih menembak dengan pengajar perempuan dan saya ikut berlatih,” jelasnya.
Setelah pandemi merebak, latihan bahkan terhenti. Begitu penembakan di Atlanta terjadi, Carina diingatkan suaminya untuk mulai berlatih menembak bersama-sama lagi.
Meski unjuk rasa menentang sentimen anti-Asia marak, Carina tidak merasa itu cara terbaik untuk mengatasi masalah. Yang lebih penting baginya adalah bermasyarakat, bergaul baik dengan orang-orang di sekitarnya.
Baca juga: Lee Wong: Lamaran Saya Jadi Polisi Dibuang, Ditertawakan, Disebut Chinaman