Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Bencana Alam Dahsyat dalam Sejarah Dunia, Salah Satunya Letusan Gunung Tambora

Kompas.com - 28/02/2021, 08:32 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber History

KOMPAS.com - Dalam sejarah dunia, ada sejumlah peristiwa cuaca aneh, dari letusan gunung berapi, wabah belalang, hingga ledakan misterius di Siberia, yang mengubah iklim.

Melansir History pada 23 April 2020, berikut 6 bencana alam aneh yang pernah terjadi di muka bumi ini:

1. Satu tahun tanpa musim panas

Pada April 1815, Gunung Tambora, Nusa Tenggara Barat, Indonesia meletus, yang menjadi letusan gunung berapi terkuat dalam sejarah.

Ledakan itu menewaskan puluhan ribu orang di Asia Tenggara dan membuat awan abu raksasa ke stratosfer.

Saat awan itu menyebar ke seluruh dunia, sinar matahari terhalangi, mendinginkan suhu sekitar 3 derajat dan menyebabkan distorsi cuaca dalam skala besar pada tahun berikutnya.

Ledakan dahsyat gunung Tambora memberikan efek yang mengubah ekologi Teluk Benggala, India, dan memunculkan jenis kolera baru yang menewaskan jutaan orang.

Eropa mengalami hujan lebat dan dingin yang terus-menerus menyebabkan kelaparan yang mendorong kerusuhan warga sipil yang meluas.

Di Amerika Serikat juga mengalami dampak, salju lebat turun di beberapa negara bagian pada Juni, membunuh tanaman dan memicu kemerosotan ekonomi.

Gangguan cuaca memiliki beberapa efek samping yang tidak biasa, seperti di Swiss, cuaca mendung dan hujan terus-menerus pada 1816, memaksa penulis Mary Shelley melewatkan musim panas di dalam ruangan.

Dia menghibur dirinya sendiri dengan menulis novel horor terkenal "Frankenstein".

Baca juga: Musim Dingin Ekstrem dan Krisis Air di Texas, Biden Akan Deklarasikan Bencana Besar

2. Peristiwa Carrington 1859

Pada akhir Agustus dan awal September 1859, suar matahari terjadi. Planet diserang badai matahari terbesar yang pernah tercatat.

Suar matahari terjadi ketika energi magnet yang terpendam di permukaan matahari dilepaskan dalam ledakan radiasi dan partikel bermuatan.

Ledakan yang dihasilkan setara dengan kekuatan jutaan bom hidrogen, dan angin matahari yang mereka ciptakan memiliki kemampuan untuk merusak atmosfer bumi.

Kemudian, disebut "Peristiwa Carrington", karena untuk astronom Inggris, Richard Carrington, membuat langit bersinar dengan aurora multi-warna yang berkilauan sampai ke selatan sampai Hawaii.

Di Colorado sangat cerah, meskipun di malam hari.

Badai matahari ini juga menyebabkan gangguan geomagnetik yang menyertainya, menghancurkan sistem telegraf di seluruh dunia.

Arus percikan api keluar dari beberapa mesin telegraf, memicu kebakaran.

Di beberapa tempat, atmosfer dipenuhi dengan listrik, sehingga teknisi menemukan bahwa mereka dapat melepaskan baterai telegraf dan mesin masih bekerja mengirimkan pesan.

"Badai Matahari tahun 1859" berlalu setelah beberapa hari.

Namun para ilmuwan memperkirakan, jika peristiwa serupa terjadi pada saat ini, maka hal itu dapat membuat semua alat telekomunikasi dapat terganggu dan menyebabkan kerugian triliunan dolar.

Baca juga: WHO: Dunia di Ambang Bencana Moral dalam Distribusi Vaksin Covid-19

3. Tahun Belalang 1874

Wabah belalang perusak tanaman adalah kejadian umum di perbatasan Amerika akhir abad ke-19, tapi yang paling terburuk terjadi di Great Plains pada musim panas 1874.

Musim semi yang kering dan gersang telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belalang Pegunungan Rocky bertelur dalam jumlah banyak.

Triliunan dari mereka kemudian menetas dan mengepung Nebraska, Kansas, Dakotas, Iowa dan beberapa negara bagian lainnya.

Saksi mata mengatakan belalang yang datang membentuk seperti awan yang sangat tebal, sehingga bisa menghalangi sinar matahari selama beberapa jam.

Saat mendarat, mereka melahap seluruh ladang tanaman, tumbuhan lokal dan bahkan pakaian di punggung orang.

"Udara benar-benar dipenuhi mereka," tulis New York Times.

“Mereka menyerang di rumah-rumah, mengerumuni jendela, menutupi kereta yang lewat. Mereka bekerja seolah-olah dikirim untuk menghancurkan," sebut media tersbeut.

Orang-orang mencoba membakar serangga itu dengan api dan meledakkannya dengan bubuk mesiu, tetapi mereka tidak berdaya untuk melawan kawanan yang begitu besar.

Tanaman bernilai jutaan dolar akhirnya dihancurkan dalam apa yang dikenal sebagai "Tahun Belalang".

Angkatan Darat AS dipanggil untuk mendistribusikan pasokan kepada para korban, tetapi banyak wisma yang mengaku kalah dan mundur ke timur.

Malapetaka serupa terus memburu para pemukim selama beberapa tahun berikutnya.

Namun, belalang Pegunungan Rocky itu hanya hidup sampai awal abad ke-20, ketika perubahan lingkungan menyebabkan mereka punah.

Baca juga: Akibat Krisis Iklim, Amerika Dilanda 22 Bencana Besar dan Kerugian 95 Miliar Dollar AS Pada 2020

4. Selubung debu 536 Masehi

Pada pertengahan abad ke-6, awan pasir dan debu tiba-tiba menyelubungi sebagian besar dunia, meredupkan matahari dan menyebabkan suhu dingin yang tidak biasa selama beberapa tahun.

“Pertanda yang paling menakutkan terjadi,” sejarawan Bizantium Procopius menulis tentang tahun 536.

“Karena matahari memancarkan cahayanya tanpa kecerahan dan tampak sangat seperti matahari dalam gerhana, karena sinar yang ditumpahkannya tidak jelas,” ungkap sejarawan itu.

Musim dingin panjang menyebabkan kekeringan, gagal panen, dan kelaparan di seluruh dunia.

Beberapa ahli berspekulasi bahwa itu juga berperan dalam memicu wabah pes pertama yang diketahui terjadi di Eropa.

Meskipun efeknya tersebar luas, para ilmuwan masih belum sepenuhnya yakin apa yang menyebabkan pendinginan global pada tahun 530-an.

Salah satu teori mengatakan hal itu terjadi karena letusan gunung berapi besar-besaran yang memuntahkan debu ke atmosfer bagian atas dan menghilangkan sinar matahari.

Studi sampel inti es abad ke-6 dari Greenland dan Antartika menunjukkan konsentrasi ion sulfat yang tinggi yang dilepaskan oleh letusan gunung berapi, dan terdapat bukti bahwa mungkin itu telah terjadi di El Salvador pada 530-an.

Peneliti lain menunjukkan serangan komet sebagai penyebab yang lebih memungkinkan.

Komet Halley melewati Bumi pada 530-an Masehi, dan diduga hal itu yang menciptakan awan raksasa saat terjadi benturan di atmosfer.

Baca juga: Kaleidoskop 2020: Bencana Alam di Dunia yang Terlewatkan di Tengah Pandemi

5. Kabut besar 1952

Tidak semua bencana alam sepenuhnya alami.

Pada Desember 1952, terjadi polusi udara akibat ulah manusia di London, yang membentuk gumpalan asap jelaga yang bertahan selama 4 hari, merusak kualitas udara.

Racun mematikan adalah hasil dari sistem tekanan tinggi yang menciptakan kondisi stagnan yang tidak wajar.

Kabut itu tidak menyebar ke atmosfer seperti biasa. Kepulan asap batu bara dan polusi dari pabrik-pabrik berkumpul di seluruh kota London saja.

Kabut asap mengurangi jarak pandang di beberapa tempat hingga hampir nol.

Ternak mati karena sesak napas di padang rumput mereka, dan banyak orang London yang menderita bronkitis, pneumonia, dan masalah pernapasan lainnya.

Banyak anak-anak dan orang tua meninggal, paru-paru mereka rusak karena peradangan.

Sekitar 4.000 orang terbunuh sebelum angin akhirnya meniup kabut asap.

Dipicu oleh kabut besar 1952, pemerintah Inggris kemudian memberlakukan Undang-Undang Udara Bersih 1956, yang memberikan subsidi kepada warga untuk beralih ke bahan bakar yang lebih bersih dan melarang emisi asap batu bara hitam di area tertentu.

Baca juga: Bencana Margasatwa Terburuk : Hampir 3 Miliar Binatang Terbunuh dalam Kebakaran Hutan di Australia

6. Peristiwa Tunguska

Sekitar pukul 7 pagi pada 30 Juni 1908, cahaya yang menyilaukan melintas di langit Siberia dan meledak di atas Sungai Podkamennaya Tunguska.

Gelombang kejut yang menyusul membawa kekuatan 5 hingga 10 megaton TNT, ratusan kali lebih kuat dari pada bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima.

Itu melenyapkan hampir 500.000 hektar hutan. Hebatnya, tidak ada yang tewas dalam ledakan tersebut, namun efeknya terasa di seluruh dunia.

Para ahli menduga kondisi itu disebabkan oleh serangan meteor. Ketika ekspedisi Rusia mencapai lokasi ledakan yang terpencil pada 1927, tapi mereka tidak menemukan tanda-tanda kawah tubrukan meteor.

Meskipun tidak ditemukan kawah, kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa "Peristiwa Tunguska" adalah hasil dari hantaman batu luar angkasa. Salah satu kemungkinannya adalah hal itu disebabkan oleh komet es yang menguap saat bertabrakan.

Yang lebih mungkin adalah meteor dengan diameter sekitar 65 hingga 100 kaki meledak di atmosfer bagian atas dan pecah menjadi potongan-potongan kecil.

Para saksi melaporkan mendengar "suara seperti batu jatuh dari langit" setelah ledakan awal.

Selain itu, ditemukan sampel vegetasi yang membusuk dari Tunguska termasuk endapan nikel, besi, dan zat lain yang biasa ditemukan di lokasi tabrakan meteor.

Baca juga: 5 Misteri Virus Corona yang Belum Dipecahkan Tim WHO di China

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com