Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perang: Perjalanan Myanmar Menuju Demokrasi dan Jatuh Lagi ke Militer

Kompas.com - 02/02/2021, 15:05 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Baru menjalani 10 tahun pemerintahan sipil, Myanmar jatuh lagi ke tangan militer.

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi ditangkap pada Senin (1/2/2021) dan dijadikan tahanan rumah.

Militer Myanmar menuding Suu Kyi curang untuk memenangi pemilu November tahun lalu.

Baca juga: Kisah Perang: Luftwaffe, AU Nazi Spesialis Serangan Kilat Blitzkrieg

Melansir rangkuman dari AFP, berikut adalah perjalanan Myanmar keluar dari belenggu kediktatoran militer, menjadi negara demokrasi, dan jatuh lagi ke tangan tentara.

Sejumlah tentara berjaga di jalanan Naypyidaw pada 1 Februari 2021, setelah militer menahan para pemimpin sipil seperti Aung San Suu Kyi dalam kudeta.STR via AFP Sejumlah tentara berjaga di jalanan Naypyidaw pada 1 Februari 2021, setelah militer menahan para pemimpin sipil seperti Aung San Suu Kyi dalam kudeta.
1. Perang saudara terlama

Myanmar dihuni lebih dari 100 kelompok etnis. Mayoritas adalah Burman dan Budha, tetapi ada juga minoritas berbeda-beda yang jumlahnya cukup banyak di sana.

Beberapa dari kelompok etnis itu terlibat perang saudara terlama di dunia selama 70 tahun.

Sampai sekarang pun konflik masih berkecamuk di Kachin serta Shan, dan belum lama ini diterapkan gencatan senjata.

Baca juga: Kisah Perang: Schwerer Gustav, Meriam Terbesar Sejagat Raya Milik Nazi

2. Sepuluh tahun demokrasi

Setelah 49 tahun diperintah militer, junta mundur pada 2011 dan mengizinkan pemerintah semi-sipil memulihkan hak-hak dasar.

Empat tahun kemudian digelar pemilu pertama sebagai negara demokrasi. Aung San Suu Kyi sebagai ketua oposisi partai National League for Democracy menang telak, dan menjadi pemimpin de facto Myanmar.

Sebelumnya, sang peraih Nobel Perdamaian menghabiskan hampir 20 tahun sebagai tahanan rumah, dan dibebaskan pada 2010.

Pembebasannya kala itu memunculkan harapan Myanmar dapat menjadi negara demokrasi.

Baca juga: Kisah Perang: 6 Meriam Terbesar yang Pernah Dipakai Bertempur

Pengungsi etnis Rohingya berada di atas kapal KM Nelayan 2017.811 milik nelayan Indonesia di pesisir Pantai Seunuddon. Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, Aceh, Rabu (24/6/2020). Sebanyak 94 orang pengungsi etnis Rohingya, terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak ditemukan terdampar sekitar 4 mil dari pesisir Pantai Seunuddon.ANTARA FOTO/Rahmad Pengungsi etnis Rohingya berada di atas kapal KM Nelayan 2017.811 milik nelayan Indonesia di pesisir Pantai Seunuddon. Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, Aceh, Rabu (24/6/2020). Sebanyak 94 orang pengungsi etnis Rohingya, terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak ditemukan terdampar sekitar 4 mil dari pesisir Pantai Seunuddon.
3. Konflik Rohingya

Citra Suu Kyi tercoreng akibat konflik berkepanjangan yang melibatkan minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.

Orang-orang Rohingya ditolak kewarganegaraannya dan tidak bisa bebas bepergian di Myanmar.

Pada Agustus 2017 militer membakar banyak desa Rohingya di Rakhine, membuat sekitar 740.000 orang etnis tersebut melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.

Organisasi bantuan Doctors Without Borders mengatakan, setidaknya 6.700 orang Rohingya tewas dalam bulan pertama kerusuhan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Global
Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Global
Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com