BERLIN, KOMPAS.com - Adolf Hitler mendirikan Reich Luftwaffe pada 26 Februari 1935, sebagai dinas militer Jerman ketiga untuk melengkapi Angkatan Darat dan Angkatan Laut Reich.
Dalam dekrit yang ditandatanganinya, Hitler juga menunjuk Hermann Goering, pahlawan perang udara Jerman di Perang Dunia I yang juga petinggi Nazi, sebagai panglima AU Nazi yang baru.
Saat itu Jerman sebenarnya dilarang melakukan penerbangan militer sesuai Perjanjian Versailles yang mengakhiri Perang Dunia I.
Baca juga: Kisah Perang: Schwerer Gustav, Meriam Terbesar Sejagat Raya Milik Nazi
Namun, Lufthansa penerbangan sipil Jerman yang didirikan pada 1926, memberikan pelatihan penerbangan bagi orang-orang yang kemudian menjadi pilot Luftwaffe.
Fondasinya diletakkan oleh pesawat sipil dan kelompok paramiliter Freikorps
Melansir Encyclopaedia Britannica, Luftwaffe adalah bahasa Jerman yang berarti senjata udara. Angkatan bersenjata ini didirikan untuk pertahanan udara dan kelak melakukan invasi ke luar negeri.
Keberadaan Luftwaffe perlahan tersingkap ketika armadanya bertambah banyak, dan dipicu dengan pamer kekuatan yang dilakukan musuh.
Pada Maret 1935 Inggris mengenalkan Royal Air Force (RAF)-nya yang telah diperkuat, dan Hitler tak mau kalah, dia langsung mengungkap kekuatan Luftwaffe yang diam-diam tumbuh cepat.
Baca juga: Kisah Perang: 6 Meriam Terbesar yang Pernah Dipakai Bertempur
Menurut catatan History, kekuatan persenjataan Jerman meningkat cepat, dan sempat diprotes nggris serta Perancis karena dibuat diam-diam dan mereka gagal mengimbanginya.
Messerschmitt Bf 109 atau Me-109 pesawat tempur Jerman yang baru misalnya, jauh lebih canggih daripada lawan-lawannya di Inggris, Perancis, atau Rusia.
Pesawat itulah yang dipakai Luftwaffe. Salah satu serangan terbesarnya adalah di Guernica, Spanyol, dengan lebih dari 1.000 korban tewas pada April 1937.
Saat divisi panzer Jerman menerobos masuk jauh ke wilayah musuh, pesawat dive-bomber Luftwaffe menghancurkan pasokan dan jalur komunikasi musuh, membuat mereka panik.
Saat Perang Dunia II pecah pada September 1939, Luftwaffe memiliki 1.000 prajurit dan 1.050 pesawat pembom.
Satu per satu negara-negara musuh ditaklukkan Jerman dalam serangan kilat pada awal Perang Dunia II.
Setelah Perancis menyerah, Jerman mengalihkan Luftwaffe melawan Inggris untuk beradu langsung dengan RAF.
Baca juga: Kisah Perang: Christmas Truce, Ketika Natal Damaikan Jerman dan Inggris di Front Barat
Namun ternyata Luftwaffe bukan tandingan RAF dalam perang udara epik yang dikenal sebagai Pertempuran Britannia.
Meski RAF kalah jumlah, mereka menang teknologi radar, dan pesawat Spitfire-nya lebih gesit serta ditunjang faktor keberuntungan.
Perbandingannya, jika satu pesawat RAF jatuh maka ada dua burung besi Luftwaffe yang hancur.
Hitler tak mau kalah. Dia lalu mencoba mengebom London untuk menundukkan RAF, tetapi upayanya terhambat karena Luftwaffe kekurangan pesawat pembom jarak jauh.
Pada awal 1941, pertempuran Britannia berakhir dengan kegagalan bagi Jerman.
Baca juga: Kisah Perang: Tank Fury dan Cerita-cerita yang Tak Diungkap di Film
Belakangan tahun itu Hitler memerintahkan invasi ke Uni Soviet. Awalnya mereka sempat menang, tetapi Soviet melawan dengan sengit dan berhasil menumbangkan Luftwaffe.
Kekalahan berikutnya terjadi melawan Amerika Serikat, hingga akhirnya Luftwaffe hanya menyisakan nama saat invasi D-Day ke Normandia pada Juni 1944.
Akan tetapi AU Nazi bersejarah itu dibangkitkan lagi pada 1956 sebagai bagian integral dari jaringan pertahanan NATO di Eropa tengah.
Armadanya dilengkapi pesawat Amerika, pilot-pilot Jerman Barat juga diberi pelatihan penerbangan di Amerika Serikat.
Baca juga: Kisah Perang: Chuck Yeager, Manusia Pertama yang Menembus Kecepatan Suara
Hubungan Jerman-AS berakar dari kepraktiksan, karena lokasi seperti Lanud Holloman di New Mexico memiliki cuaca terbang yang lebih konsisten dibandingkan Jerman.
Kemudian sejak reunifikasi Jerman pada 1990 dan berakhirnya Perang Dingin, AU Jerman modern difokuskan ke perannya dalam struktur pertahanan NATO dan Eropa.
Dengan lebih dari 40.000 tentara dan sekitar 300 pesawat tempur, Luftwaffe menunjukkan bahwa armada udara Jerman tetap kuat dengan partisipasinya dalam misi NATO di Kosovo (1998-1999) dan Afghanistan (2001-2014).
Baca juga: Kisah Perang: Douglas Bader Pilot Tanpa Kaki yang jadi Legenda Inggris
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.