Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aparat Diduga Kecolongan, Bisakah Penembakan Masjid Selandia Baru Diprediksi?

Kompas.com - 08/12/2020, 15:42 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

Sumber BBC

Dia kemudian pergi ke Linwood Islamic Center, di mana dia menembak orang-orang di luar dan kemudian menembak ke jendela.

Seorang pria dari dalam gedung lalu bergegas keluar dan mengambil salah satu senapan pelaku penyerang sebelum mengejarnya.

Petugas polisi kemudian mengejar dan menangkap pria bersenjata itu. Setelah penangkapannya, penyerang mengatakan kepada polisi bahwa rencananya adalah membakar masjid setelah serangan pertamanya dan dia berharap dia melakukannya.

Selama hukumannya pada Agustus tahun ini, pengadilan mendengar bahwa dia berencana menargetkan masjid lain, tetapi berhasil ditahan oleh petugas dalam perjalanan.

Baca juga: Usai Tragedi Christchurch, Ini Deretan Penembakan Masjid Lainnya di Dunia

Bagaimana tanggapan Selandia Baru?

Awal tahun ini, pelaku penyerangan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat. Hakim menyebut tindakannya tidak manusiawi, dengan mengatakan dia tidak menunjukkan belas kasihan.

Pembantaian itu juga mendorong Selandia Baru untuk mereformasi undang-undang senjatanya.

Kurang dari sebulan setelah penembakan, parlemen negara itu memberikan suara 119 banding 1 tentang reformasi yang melarang senjata semi-otomatis gaya militer, serta benda-benda yang dapat digunakan sebagai bagian dalam membuat senjata api terlarang.

Pemerintah menawarkan untuk memberi kompensasi kepada pemilik senjata yang 'kepemilikannya menjadi ilegal' dalam skema pembelian kembali.

Pujian luas atas cara Selandia Baru menangani pasca tragedi. Tapi ada juga kritik bahwa pihak berwenang mungkin telah mengabaikan peringatan bahwa kejahatan rasial terhadap komunitas Muslim meningkat.

Menanggapi hal itu, pemerintah meluncurkan Komisi Penyelidik Kerajaan untuk kasus pembantaian tersebut. Ini adalah tingkat penyelidikan independen tertinggi yang tersedia di bawah hukum Selandia Baru.

Laporan tersebut memakan waktu sekitar 18 bulan untuk dikumpulkan dan berisi wawancara dengan ratusan orang termasuk badan keamanan, pemimpin komunitas Muslim, dan pakar internasional.

"Pada akhirnya, laporan sekitar 800 halaman ini dapat disaring menjadi satu premis sederhana," kata Ardern.

"Warga Muslim Selandia Baru harus aman. Siapa pun yang menyebut Selandia Baru sebagai rumah, terlepas dari ras, agama, jenis kelamin, atau orientasi seksual harus aman."

Baca juga: Suasana Hening Saat 50 Nama Korban Tewas Penembakan di Masjid Selandia Baru Dibacakan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com