BANGUI, KOMPAS.com - Bau busuk terus menguar akhir-akhir ini di sepanjang jalur air terbesar di Bangui, Republik Afrika Tengah.
Kemudian di alang-alang tepi Sungai Ubangui, para nelayan menemukan mayat yang dimutilasi terbungkus dalam karung.
Bulan lalu hanya dalam satu minggu ditemukan tiga mayat. Semuanya diborgol dan dipenggal, lalu mayat-mayat lainnya ada organ yang dipotong, menurut sumber setempat kepada AFP.
Baca juga: Merek Fesyen Perancis, Hermes, Akan Bangun Peternakan Buaya Terbesar di Australia
Temuan mengerikan seperti ini bukan hal baru di negara miskin yang dikelilingi daratan itu, di mana kekerasan sudah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi setiap ada mayat ditemukan di Sungai Ubangui yang keruh, manusia buaya yang disebut Talimbi kerap dijadikan tersangka.
Ada yang mengatakan Talimbi adalah manusia yang bermetamorfosis menjadi reptil, sedangkan orang-orang lainnya percaya manusia buaya itu adalah tukang sihir yang tak pernah keluar sungai.
Apa pun yang diyakini penduduk setempat, mitos Talimbi telah menyelimuti pikiran mereka selama puluhan tahun.
Cara membunuhnya selalu sama: Korban ditarik ke dalam sungai lalu dibunuh sebagai bentuk hukuman atas pelanggaran yang dilakukan.
Ketakutan pada Talimbi bahkan mengakar kuat di kalangan warga Bangui ibu kota Republik Afrika Tengah, termasuk orang-orang yang pernah menempuh studi di luar negeri.
Baca juga: Setelah 3 Tahun Bermimpi, Akhirnya Pria Ini Berhasil Tangkap Buaya Raksasa
Orang-orang di sana percaya bahwa mutilasi dari mayat itu menunjukkan pelanggaran korban.
"Kalau penisnya yang dipotong itu adalah pezina. Telinga dipotong untuk mereka yang tidak mendengarkan," lanjutnya dikutip Kompas.com dari AFP, Jumat (20/11/2020).
Aleksandra Cimpric seorang antropolog dan spesialis ilmu sihir modern Afrika mengatakan, takhayul itu dimaksudkan untuk menghalangi perilaku tak baik.
"Ia bertindak seperti pengatur norma perilaku dan moralitas baik," terangnya.
Baca juga: Abaikan Larangan Berenang, Video Perlihatkan Pria Ini Diterkam Buaya
Sistem peradilan di Afrika Tengah sangat buruk, sejak lama telah dirundung kemiskinan dan korupsi. Sebaliknya Talimbi dianggap bisa main hakim sendiri untuk orang-orang yang jelas bersalah.
"Siapa pun Talimbi, dia akan memverifikasi apakah yang Anda katakan itu benar," kata Jean-Claude Beta ketua Association of Tradipractitioners, yang anggotanya adalah tabib tradisional.
Untuk mengetahui apakah tuduhan itu benar atau salah, sebuah tongkat atau tanaman akan dilempar ke sungai. Jika mengambang artinya tuduhan itu bohong.
Tapi kalau tenggelam, Talimbi akan menjatuhkan hukuman dan korban secara mistis dipanggil ke tepi sungai.
"Saat Anda dipanggil, Anda akan ditarik ke sungai bahkan jika berada 100 kilometer jauhnya," kata Beta.
"Tidak ada pengampunan. Anda akan mati."
Baca juga: Sempat Tersesat di Sungai Penuh Buaya, Paus Bungkuk Ini Pulang
"Cukup membuang mayat ke sungai dan cerita tentang Talimbi akan menutupi mereka yang membunuhnya," kata Joseph Bindoumi, ketua Liga Hak Asasi Manusia Centrafican dan mantan jaksa penuntut umum.
Salah satu korban korban terbaru yang ditemukan di Ubangui adalah seorang wanita muda. Jenazahnya tidak pernah diklaim keluarga atau teman.
Kasusnya ditutup setelah sekelompok anak muda mengubur jasadnya di dekat sungai, dan menempatkan kayu salib di atas makamnya.
Polisi mengatakan, jasad wanita itu adalah satu-satunya yang diambil dari sungai, bukan salah satu dari tiga dan tidak ada tanda-tanda kekerasan, berbeda dari laporan warga setempat.
Baca juga: Buaya Ditangkap dan jadi Tawanan, Warga Minta Tebusan Rp 10 Juta ke Polisi
"Mayat itu dalam kondisi terdekomposisi," kata Inspektur Mathurin Koh dari Brigade Kriminal, yang tak bisa membeberkan penyebab pasti kematiannya karena tidak ada otopsi yang dilakukan.
Koh yang menulis studi tentang metamorfosis magis, mengaku tahu banyak tentang fenomena Talimbi dan mengatakan itu adalah praktik penipu serta sihir, sebagian berada di luar kewenangan resminya meski bisa dihukum berat.
Alih-alih melapor ke polisi, keluarga korban lebih memilih ke dukun tradisional untuk mencaritahu siapa yang meminta bantuan Talimbi.
Kepercayaan pada manusia buaya juga menyebar ke kawasan Afrika tengah lainnya, di mana tiga perang saudara menghancurkan sistem pendidikan publik dan merusak struktur otoritas tradisional. Sebagian besar wilayah bekas jajahan Perancis itu juga masih dikuasai milisi.
Baca juga: Tak Punya Izin Impor, Tas Kulit Buaya Rp 278 Juta Terpaksa Dihancurkan
"Ketika ketidakpedulian menyebar, itu menjadi pakem. Mereka yang menentang pakem ini praktis ditolak oleh masyarakat," kata Joseph Bindoumi mantan jaksa penuntut.
Mutilasi yang ditemukan pada korban tenggelam sering kali adalah akibat perendaman dalam waktu lama, katanya.
"Tetapi jika Anda mengatakan itu adalah kejahatan atau kasus tenggelam biasa, tidak ada yang akan memercayai Anda."
Baca juga: Buaya Tertua di Dunia Ulang Tahun Ke-85, Ini Kisahnya Selamat dari Bom PD II
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.