Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Jual Paket Rudal ke Taiwan Seharga Rp 35 Triliun, Begini Kecanggihannya

Kompas.com - 27/10/2020, 21:46 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat pada Senin (26/10/2020) mengatakan, sudah menyetujui penjualan 100 sistem pertahanan pesisir Harpoon ke Taiwan seharga 2,4 miliar dollar AS (Rp 35,16 triliun).

Diberitakan AFP, deal penjualan ini terdiri dari 100 Harpoon Coastal Defense System (HCDS) yang mencakup 400 rudal RGM-84L-4 Harpoon Block II dengan jangkauan sekitar 125 kilometer (km).

Rudal-rudal itu diproduksi oleh Boeing, dapat ditempatkan di platform tetap atau dipasang di truk.

Baca juga: Lawan Pengaruh China, AS dan India Sepakati Pakta Pertahanan

Penjualan senjata canggih ini mengabaikan kecaman China atas penjualan 135 rudal jelajah AGM-84H SLAM-ER senilai 1 miliar dollar AS (Rp 14,64 triliun) pekan lalu.

Tak seperti Harpoon yang diluncurkan di daratan, rudal tersebut diluncurkan dari udara dan memiliki daya jangkau lebih luas dari Selat Taiwan yang memisahkan pulau itu dengan China.

Kantor Presiden Taiwan Tsai Ing-wen merilis ucapan terima kasih kepada AS atas kesepakatan itu, dengan berkata akan "meningkatkan kemampuan perang asimetris".

Pengumuman terbaru ini muncul hanya beberapa jam setelah Beijing mengatakan, akan memberi sanksi kepada perusahaan-perusahaan AS yang terlibat dalam penjualan senjata sebelumnya ke Taiwan.

Baca juga: Jual Komponen Rudal ke Taiwan, China Beri Sanksi Lockheed Martin

Sanksi itu akan dijatuhkan pada Lockheed Martin, divisi pertahanan Boeing, dan perusahaan-perusahaan AS lainnya yang terlibat dalam penjualan senjata.

Akan tetapi juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian tidak menjelaskan secara rinci bagaimana sanksi tersebut akan diterapkan.

Taiwan terus dibayangi ancaman invasi dari China, yang para pemimpinnya memandang pulau itu masih bagian wilayah mereka. Beijing berjanji suatu saat nanti akan merebut Taiwan, dengan kekerasan jika perlu.

Tekanan diplomatik pun diarahkan "Negeri Panda" ke Taiwan sejak Tsai terpilih jadi presiden pada 2016. Wanita 64 tahun itu menilai Taiwan sebagai negara berdaulat secara de facto, dan bukan bagian dari "satu China".

Jet tempur China dan pesawat pengebom semakin sering memasuki zona pertahanan udara Taiwan dalam beberapa bulan terakhir, dan frekuensinya belum pernah sebanyak ini sebelumnya.

Baca juga: Jet Tempur China Terus Berseliweran, Taiwan Keluarkan Senjata Perang

Film-film propaganda juga diputar, yang menampilkan simulasi serangan di wilayah-wilayah seperti Taiwan dan pangkalan-pangkalan AS di Guam.

Beijing pada Selasa (27/10/2020) mengatakan, pihaknya "dengan tegas menentang" penjualan senjata tersebut.

Mereka mendesak AS untuk "membatalkan rencana penjualan senjata yang relevan ke Taiwan, agar tidak menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada hubungan China-AS dan perdamaian serta stabilitas di seluruh Selat Taiwan".

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyampaikan, China akan "mengambil tindakan yang tepat dan perlu untuk secara tegas menjaga kedaulatan nasional dan kepentingan keamanannya."

Baca juga: Adu Kuat China Vs Taiwan, Seperti Apa Perbandingan Militer 2 Negara?

Kekuatan militer Taiwan sangat kecil bahkan usang jika dibandingkan China dengan Tentara Pembebasan Rakyat-nya atau PLA.

Pemerintah AS sebenarnya belakangan ini mewaspadai penjualan senjata besar-besaran ke Taiwan karena takut membuat China naik pitam.

Akan tetapi Presiden Donald Trump tidak menghiraukannya, dengan menandatangani banyak penjualan bernilai sangat tinggi dalam beberapa tahun terakhir, di saat ia berkonflik dengan China tentang sejumlah masalah.

Baca juga: Mengintip Kekuatan Tersembunyi Militer Taiwan: Jebakan di Pantai dan Dinding Api

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com