Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingkat Kematian di Inggris Tertinggi di Dunia Selama Pandemi

Kompas.com - 13/10/2020, 09:17 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Rilis

KOMPAS.com - Inggris, Wales, dan Skotlandia memiliki tingkat kematian tertinggi, baik dari Covid-19 maupun penyebab lain, sebagai akibat gelombang pertama pandemi menurut sebuah penelitian internasional.

Penelitian oleh Imperial College London dan diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine, menganalisis data kematian mingguan dari 21 negara industri antara pertengahan Februari dan akhir Mei.

Menganalisis kematian dari semua penyebab, tidak hanya dari Covid-19, memberikan gambaran komprehensif tentang dampak pandemi di setiap negara.

Meski angka kematian akibat Covid-19 telah melampaui 1 juta kematian, pandemi juga dapat menyebabkan peningkatan kematian akibat kondisi kesehatan lain.

Baca juga: Trump Negatif Covid-19 Jelang Kampanye di Florida

Karena hal itu berkaitan dengan gangguan pada layanan kesehatan atau faktor ekonomi dan sosial sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com dari Imperial College London, Senin (12/10/2020).

Untuk menilai total kematian pada gelombang pertama pandemi, baik dari Covid-19 maupun dari semua penyebab lainnya, para peneliti menggunakan berbagai permodelan statistik untuk memperkirakan tingkat kematian normal yang akan terjadi di negara-negara tersebut tanpa pandemi, antara pertengahan Februari dan akhir Mei.

Mereka juga memperhitungkan sejumlah faktor termasuk suhu dan fluktuasi musiman lainnya, serta tren umum jangka pendek dan jangka panjang di negara-negara ini.

Tingkat kematian yang normal kemudian dibandingkan dengan kematian sebenarnya, yang menunjukkan jumlah kematian total dari gelombang pertama pandemi virus corona.

Jika pandemi tidak terjadi, antara pertengahan Februari dan akhir Mei, permodelan menunjukkan bahwa angka kematian di 21 negara yang diteliliti karena berbagai sebab sekitar 206.000 kematian.

Baca juga: Nenek Berusia 100 Tahun Sembuh dari Covid-19, Netizen Turut Bergembira

Hal itu berarti, terjadi peningkatan angka kematian sebesar 18 persen selama periode ini karena pandemi virus corona di negara-negara yang diteliti jika seluruhnya digabungkan.

Inggris dan Wales menyumbang 28 persen dari kematian berlebih di semua negara jika digabungkan. Sementara Italia menyumbang 24 persen dan Spanyol 22 persen.

Tim peneliti yang ikut dalam penelitian tersebut terdiri atas peneliti dari Imperial's MRC Center for Environment and Health, Abdul Latif Jameel Institute for Disease and Emergency Analytics, dan dari institusi yang bekerja sama di seluruh Eropa.

Para peneliti memasukkan negara-negara dalam analisis mereka jika total populasi negara-negara tersebut pada 2020 lebih dari 4 juta jiwa.

Selain itu, tim peneliti juga perlu mengakses data mingguan tentang kematian total yang dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Data tersebut setidaknya tercatat pada 2015 hingga akhir Mei 2020.

Ke-21 negara dalam analisis itu adalah Australia, Austria, Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Denmark, Inggris dan Wales, Finlandia, Perancis, Hongaria, Italia, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Skotlandia, Slovakia, Spanyol, Swedia, dan Swiss.

Hanya ada sedikit perbedaan dalam tingkat kematian antara pria dan wanita. Sebanyak 105.800 kematian terjadi pada pria dan 100.000 pada wanita.

Baca juga: Kasus Covid-19 Bertambah 6, China Akan Uji 9 Juta Penduduk Kota

Hal ini menunjukkan jumlah kematian total pandemi pada pria dan wanita, selama periode penelitian ini, adalah serupa.

Penulis utama penelitian tersebut dari School of Public Health Imperial College London, Vasilis Kontis, mengatakan bahwa pandemi telah memengaruhi kehidupan dan kesehatan orang dalam banyak hal.

Misalnya, beberapa orang mungkin mengalami penundaan operasi atau pengobatan, atau mungkin telah kehilangan dukungan yang mereka butuhkan dengan kebutuhan medis sehari-hari.

“Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, melihat kematian akibat infeksi Covid-19 saja terlalu terbatas. Sehingga melihat kematian dari semua penyebab memungkinkan kami untuk lebih memahami seberapa baik negara menangani pandemi, dan seberapa baik mereka telah mendukung rakyatnya selama penerapan lockdown,” kata Kontis.

Tim peneliti dapat menggunakan temuan mereka untuk mengelompokkan negara-negara dalam studi menjadi empat kategori, tergantung pada jumlah kematian keseluruhan setiap negara selama gelombang pertama pandemi Covid-19.

Kelompok pertama adalah mereka yang berhasil menghindari peningkatan kematian yakni Bulgaria, Selandia Baru, Slovakia, Australia, Republik Ceko, Hongaria, Polandia, Norwegia, Denmark, dan Finlandia.

Baca juga: Update Covid-19 di Dunia: Kematian di Brasil Capai 150.000 | Gerak Cepat China

Kelompok kedua dan ketiga mengalami dampak pandemi rendah hingga sedang. negara-negara yang termasuk dalam kelompok kedua adalah Austria, Swiss dan Portugal, sedangkan kelompok ketiga meliputi Perancis, Belanda dan Swedia.

Kelompok keempat, yang mengalami jumlah kematian tertinggi akibat penyakit selama masa studi, terdiri atas Belgia, Italia, Skotlandia, Spanyol, Inggris, dan Wales.

Inggris, Wales dan Spanyol mengalami dampak terbesar. Tercatat sekitar 100 kematian berlebih per 100.000 orang.

Peningkatan tersebut setara dengan peningkatan 37 persen kematian di Inggris dan Wales dan peningkatan 38 persen kematian di Spanyol.

Timp peneliti mengatakan data yang berhasil diambil dan diolah menunjukkan sejumlah pelajaran.

Beberapa pelajaran yang dapat diambil antara lain ialah dapat membantu menghindari gelombang pandemi di masa depan menjadi sama fatal seperti yang pertama.

Baca juga: Pasangan Ini Undang 250 Tamu tapi Tetap Patuhi Pembatasan Covid-19, Apa Rahasianya?

Misalnya, dibandingkan dengan negara-negara seperti Selandia Baru dan Denmark, Inggris, Spanyol, Italia, dan Perancis memberlakukan penguncian setelah pandemi semakin meluas di masyarakat.

Inggris dan Wales, bersama dengan Swedia (satu-satunya negara yang tidak memberlakukan lockdown wajib dan hanya menggunakan tindakan social distancing secara sukarela), memiliki jangka waktu kematian yang berlebihan.

Penulis lain penelitian tersebut dari School of Public Health Imperial College London, Jonathan Pearson-Stuttard, mengatakan penelitian mereka menunjukkan sejumlah faktor dapat memengaruhi mengapa beberapa negara memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi daripada yang lain.

Dia menambahkan negara-negara dengan program pengujian dan pelacakan kontak berbasis komunitas yang komprehensif dan efektif, atau negara yang tidak memiliki sistem seperti itu tetapi menerapkan lockdown di awal dan efektif, memiliki jumlah kematian yang lebih rendah selama gelombang pertama pandemi.

“Saat kita memasuki gelombang kedua, program pengujian dan penelusuran, serta mendukung orang-orang yang perlu diisolasi, adalah pendorong terpenting kami untuk meminimalkan dampak pandemi pada kematian langsung Covid-19 dan kematian akibat kondisi lain. Program semacam itu juga mengurangi kebutuhan akan tindakan lockdown yang lebih lama,” kata Pearson-Stuttard.

Baca juga: Petani Kamboja Halau Covid-19 dengan Orang-orangan Sawah

Tim peneliti menambahkan bahwa negara-negara dengan kematian berlebih tertinggi dalam masa studi juga biasanya mereka yang memiliki investasi lebih rendah dalam sistem kesehatan dan perlindungan kesehatan mereka.

Misalnya, Austria yang memiliki jumlah kematian yang sangat rendah dari semua penyebab, memiliki hampir tiga kali jumlah tempat tidur rumah sakit per kepala populasi dibandingkan Inggris.

Penulis senior penelitian tersebut dari School of Public Health Imperial College London, Profesor Majid Ezzati, menjelaskan bahwa investasi jangka panjang dalam sistem kesehatan nasional adalah hal yang memungkinkan suatu negara untuk merespons pandemi, dan terus menyediakan perawatan rutin sehari-hari yang dibutuhkan orang.

“Kami tidak dapat membongkar sistem kesehatan melalui penghematan dan kemudian mengharapkannya untuk melayani orang-orang ketika kebutuhan paling tinggi, terutama di komunitas miskin dan terpinggirkan,” kata Ezzati.

Ezzati menambahkan pembahasan sekarang harus melampaui visi sempit tentang kesiapsiagaan pandemi dan fokus pada penciptaan perlindungan dan promosi kesehatan yang holistik dan adil.

Baca juga: Masuk Peti Mati hingga Gali Kuburan, Media Asing Soroti Hukuman untuk Pelanggar Covid-19 di Indonesia

“Sistem kesehatan yang kuat dan adil adalah satu-satunya cara untuk mengatasi ketidaksetaraan yang ada, dan untuk membuat bangsa tahan terhadap pandemi di masa depan,” lanjut Ezzati.

Ahli Statistik Nasional Inggris, Profesor Sir Ian Diamond, mengomentari penelitia tersebut sebagai analisis yang canggih.

“Analisis canggih ini menyoroti lebih banyak tentang skala kematian berlebih di 21 negara industri dan perbedaan antara pengalaman mereka tentang pandemi. Para penulis telah menambahkan bukti kuat yang penting untuk memahami dan menangani Covid-19 secara global,” kata Diamond.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com