Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kumis Tebal Dubes AS di Korsel Picu Kontroversi, Kenapa?

Kompas.com - 28/07/2020, 17:28 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

SEOUL, KOMPAS.com - Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Korea Selatan, Harry Harris, memutuskan untuk mencukur kumisnya, beberapa bulan setelah kumisnya memantik perdebatan tentang era penjajahan di negara itu.

Harris, yang merupakan pensiunan laksamana, mendatangi tukang cukur di ibu kota Korea Selatan, Seoul, untuk mencukur kumisnya.

Menurutnya, pencukuran itu dilakukan agar ia tidak merasa kepanasan di musim panas ini, apalagi ia juga harus mengenakan masker untuk mencegah Covid-19.

"Saya merasa begitu sejuk sekarang,"ujar Harris dalam video setelah kumisnya dicukur.

Baca juga: Tuduh Pembelot Pulang Bawa Covid-19, Korut Salahkan Korsel

Kumis Harris ini telah mengundang kritikan karena dianggap berkaitan dengan penjajahan Jepang di Korea Selatan mulai 1910 hingga 1945.

Pada awal tahun ini sejumlah komentator dan politikus Korea Selatan (Korsel) mengatakan kumis Dubes AS itu membangkitkan kenangan menyakitkan akan zaman penjajahan, karena menyerupai kumis para gubernur jenderal Jepang.

Ketegangan Korea Selatan-Korea Utara

Harry Harris menjabat sebagai Dubes AS untuk Korea Selatan sejak tahun 2018, ketika hubungan tegang. Korsel merupakan mitra militer dan ekonomi yang penting bagi AS.

Sejauh ini negara itu menempatkan 28.500 tentara di Korea Selatan sebagai bagian dari aliansi keamanan untuk mencegah agresi dari Korea Utara (Korut) yang menyerbu Korsel pada tahun 1950.

Baca juga: Kim Jong Un Bagi-bagi Pistol ke Perwira Militer Saat Peringati 67 Tahun Gencatan Senjata Korut-Korsel

Harris sebelumnya menyebabkan ketegangan melalui seruannya kepada Korsel untuk menambah anggaran militer dan menempuh pendekatan berbeda dalam menjalani hubungan dengan Korut.

Dalam konteks persoalan-persoalan itu, kumis Harris - dan fakta bahwa ia merupakan keturunan Jepang - menjadikannya lebih kontroversial. Ayahnya berdinas di Angkatan Laut AS dan ibunya adalah perempuan Jepang.

Pada Desember 2019, surat kabar Korea Times melaporkan kumis Harris "telah dikaitkan dengan citra terbaru AS yang tidak sopan dan bahkan memaksa kepada Korea".

Para pemimpin Jepang di era Perang Dunia Kedua seperti Hideki Tojo, Sadao Araki, dan Shunroku Hata semuanya memelihara kumis seperti kumis Harris.

Baca juga: Jaga-jaga Pandemi yang Lebih Buruk, Korsel Bakal Genjot Jumlah Dokter

Hideki Tojo, PM Jepang di masa Perang Dunia II.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Hideki Tojo, PM Jepang di masa Perang Dunia II.
Namun para ahli mengatakan, kumis sudah menjadi pemandangan umum di kalangan pemimpin kawasan Asia pada masa itu, termasuk Chiang Kai-shek, pemimpin pemerintahan nasionalis China antara tahun 1928 hingga 1949.

Harris sendiri berpendapat kritikan terhadap kumisnya berikhwal dari latar belakangnya yang berdarah Jepang-Amerika.

"Tidak tahu kenapa kumis saya telah menjadi daya tarik di sini," ungkapnya.

"Saya dikritik di media sini, khususnya di media sosial, karena latar belakang etnik saya, karena saya adalah keturnan Amerika-Jepang."

Ketika masih bertugas di Angkatan Laut selama 40 tahun, ia tidak memelihara kumis hampir sepanjang masa itu. Tetapi kepada Korea Times ia menceritakan, dirinya memutuskan untuk memelihara kumis guna menandai "kehidupan barunya sebagai diplomat".

Dalam wawancara dengan koran itu, Harris juga mengatakan ia akan tetap memelihara kumisnya kecuali jika seseorang berhasil meyakinkannya bahwa kumis tersebut "dipandang melukai hubungan kita (dengan Korsel)".

Baca juga: Jaga-jaga Perang Lawan Korut, Korsel Luncurkan Satelit Militer Pertama

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com