Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/05/2020, 21:05 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

KOMPAS.com - Hanya sedikit perempuan yang mengalami pelecehan dan kekerasan seksual melaporkan kejadian yang menimpanya. Para ahli menjelaskan beberapa alasan yang membuat para perempuan enggan melapor.

Primatia Romana masih berusia 23 tahun saat ia mengalami pelecehan seksual di tempat kerja yang dilakukan oleh atasannya.

Kepada ABC Indonesia ia bercerita, saat dirinya coba melaporkan keadaannya di tempat kerja, atasannya malah memposisikan ia sebagai orang yang "terlalu konservatif untuk memahami friendly gesture (sikap ramah)."

"Friendly gesture bagaimana kalau elus-elus paha di bawah meja saat meeting?" kata Prima yang mengaku menerima pelecehan tiga kali.

"Yang pertama sudah aku hardik pakai tangan, enggak ngomong apa-apa. Yang kedua aku bilang this is not right, dan yang ketiga aku bilang akan lapor ke HRD," katanya.

Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual Alumnus UII, Media Asing Kupas Kronologinya

Tetapi saat Prima mengancam akan memberitahukannya ke bagian Human Resource Department, atasannya hanya tersenyum dan "mengingatkan" sebentar lagi akan ada peninjauan kinerja karyawan.

Lain halnya dengan Gita, bukan nama sebenarnya, yang mengaku telah dilecehkan oleh temannya sendiri.

Beberapa kali dipegang bagian tubuhnya oleh temannya di tempat umum, Gita tidak mampu melakukan perlawanan apapun.

"Aku juga… gimana ya… masa di depan orang-orang semua, aku tiba-tiba teriak?" ujar Gita.

Gita semakin ragu untuk bereaksi karena ia dan pelakunya memiliki teman-teman yang sama, belum lagi pelaku memasang "wajah lurus" seperti tidak terjadi apa-apa.

"Waktu itu aku mikir, ini orang sadar atau enggak sadar gitu ya? Kok mukanya tetep ngobrol gitu?" Gita menceritakan apa yang dipikirkannya.

Baca juga: Media Asing Sorot Penolakan Alumnus UII Terhadap Tuduhan Pelecehan Seksual

Tidak melapor ke polisi

Baik Prima maupun Gita tidak melaporkan apa yang dialaminya ke polisi karena alasan yang berbeda.

Prima mengaku, saat ia menceritakan perlakuan si atasan ke pihak perusahaan, ia tidak dianjurkan untuk melaporkan atau melibatkan polisi.

"Karena nama besar perusahaan dan ini melibatkan nama besar atasan," jelas Prima.

"Aku stand up for myself (berjuang sendiri) sampai ada satu orang lagi yang testify against him (memberikan pengakuan). Prosesnya sampai 6 bulan lebih and during those period, I felt so uneasy (merasa tak nyaman selama itu)," kata Prima kepada ABC News.

Prima mungkin adalah satu dari sedikit perempuan yang sempat berpikir untuk melaporkan pelecehan yang dialaminya, meskipun akhirnya jalan itu tidak ditempuhnya.

Tetapi pada umumya, perempuan yang mengalami pelecehan atau kekerasan seksual cenderung enggan melapor.

Sistem hukum tidak memihak korban

Dari sudut pandang hukum, Siti Mazuma Direktur LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) mengatakan keengganan untuk tidak melapor adalah karena sistem hukum Indonesia yang belum memihak korban.

"Kalau perempuan sudah menjadi korban kekerasan seksual, bukan proses hukum yang akan dikedepankan, tapi orang akan sibuk menyalahkan si korban: Kenapa enggak lapor? Kenapa diam saja?" kata Zuma, seperti yang dikutip ABC dari Asumsi.co.

"Selama ini, korban-korban kekerasan seksual juga dibebankan pada alat bukti. Karena ini adalah kasus-kasus yang berada di wilayah privat, enggak banyak saksi yang tahu," kata Zuma.

"Akhirnya, banyak kepolisian yang mengedepankan untuk meminta korban menyediakan saksi dan alat bukti," tambahnya.

Baca juga: Dugaan Pelecehan Seksual oleh Joe Biden, Bertambah 2 Orang Pendukung Klaim Tara Reade

Rika Rosvianti, dari komunitas perEMPUan membenarkan lemahnya sistem hukum di Indonesia dalam hal pelecehan dan kekerasan seksual, seperti yang dikutip ABC dari Detik.com.

Penyebabnya menurut Rika, belum ada undang-undang pelecehan seksual yang spesifik mengatur kekerasan seksual terutama secara verbal.

"Rujukan hukum yang selama ini digunakan untuk memproses kasus kekerasan seksual hanya bisa mengenali kekerasan seksual bila ada kontak fisik," ucap Rika.

Rika menambahkan kekerasan seksual yang paling parah sekalipun, yakni pemerkosaan, definisinya hanya terbatas antara kelamin pria dan wanita.

Selain itu, korban juga dihantui oleh tuntutan pencemaran nama baik oleh pelaku.

"Banyak korban kekerasan seksual yang kemudian malah dilaporkan balik dengan pasal pencemaran nama baik, karena dianggap tidak memiliki bukti yang cukup kuat," ujar Rika

Faktor psikologis di balik keraguan melapor

Danika Nurkalista, koordinator layanan psikologis di Yayasan Pulih mengatakan ada faktor lain yang membuat korban kekerasan seksual enggan angkat suara.

"Hambatan bisa datang dari diri sendiri, seperti trauma, posisi tawar yang tidak setara dengan pelaku, pengetahuan yang minim mengenai kekerasan seksual dan hukum, dan sebagainya."

"Ada pula faktor keluarga, lingkungan - seperti reaksi victim blaming, persekusi, pemberitaan media yang mengeksploitasi informasi pribadi, kecenderungan lingkungan untuk lebih membela pelaku," kata Danika.

Baca juga: Dituduh Pelecehan Seksual, Biden: Itu Tidak Pernah Terjadi

Posisi tawar yang tidak setara dialami oleh Prima saat harus berhadapan dengan atasannya di kantor, di mana sang atasan sempat "mengancam" melalui mekanisme penilaian karyawan.

Gita punya hambatan psikologis yang lain. Teman yang dianggapnya telah melecehkan terkenal punya reputasi yang populer dengan banyak pengikut di media sosial.

Ia mengaku takut orang lain tidak dipercaya jika ia menceritakan pengalamannya, karena reputasi pelaku yang baik, sehingga cenderung akan dibela oleh masyarakat.

"Kalau saya enggak mengalami sendiri (dilecehkan) oleh dia, mungkin saya juga adalah satu dari mereka yang akan membela dia habis-habisan (si pelaku)," kata Gita.

Usaha melaporkan secara internal kasus pelecehan seksual yang dialaminya juga tidak otomatis menyelesaikan masalah yang dialami Prima.

Baca juga: Joe Biden Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual kepada Mantan Asistennya, Tara Reade

Ia juga mengalami tekanan psikologis di tempat kerja saat memperjuangkan haknya karena sehari-hari ia masih harus berinteraksi dengan atasannya.

"Bagaimana pun dalam proses pelaporan pelecehan itu saya masih harus berinteraksi, dan 'dipaksa' bekerja dengan pelaku," ujar Prima.

Tetapi akhirnya laporannya berbuah pemecatan si atasan setelah sebelumnya ia meminta maaf secara terbuka di depan karyawan yang lain.

Sementara Gita setelah kejadian itu langsung memilih "lebih baik jaga diri saja" dan menjaga jarak dengan pelaku, bahkan jika menyapa pun ia memilih melakukannya dari jauh.

Komisi Nasional Perempuan mencatat ada 3.915 kasus pelecehan seksual di ranah publik atau masyarakat di Indonesia.

Sebanyak 64 persen kekerasan terhadap perempuan di ranah publik atau komunitas berupa pencabulan (1.136), pemerkosaan (762) dan pelecehan seksual (394).

Baca juga: MA Australia Bebaskan Kardinal George Pell dari Tuduhan Pelecehan Seks Anak

Sederet hotline telah tersedia di Indonesia untuk melaporkan pelecehan dan kekerasan seksual, Berikut adalah daftarnya.

  • Yayasan Pulih | (021) 788 42 580 | pulihfoundation@gmail.com
  • LBH Apik Pusat | (021) 8779 7289 | apiknet@centrin.net.id
  • Koalisi Perempuan Indonesia | (021) 7918 3221 | sekretariat@koalisiperempuan.co.id
  • Yayasan Lentera Sintas Indonesia | Twitter @LenteraID | fb.com/Lentera ID
  • Komnas Perempuan | (021) 390 3963 | mail@komnasperempuan.go.id
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Gelombang Kedua Pelepasan Air PLTN Fukushima Dimulai Pekan Depan

Gelombang Kedua Pelepasan Air PLTN Fukushima Dimulai Pekan Depan

Global
New York Umumkan Keadaan Darurat Setelah Banjir Bandang

New York Umumkan Keadaan Darurat Setelah Banjir Bandang

Global
Pelaku Penembakan Rapper Tupac Shakur pada 1996 Akhirnya Didakwa

Pelaku Penembakan Rapper Tupac Shakur pada 1996 Akhirnya Didakwa

Global
Rebut Wilayah Karabakh, Presiden Azerbaijan Balaskan Dendam Ayahnya

Rebut Wilayah Karabakh, Presiden Azerbaijan Balaskan Dendam Ayahnya

Global
Para Migran Diperkosa di Perbatasan Meksiko Saat Menunggu Masuk ke AS

Para Migran Diperkosa di Perbatasan Meksiko Saat Menunggu Masuk ke AS

Global
Bom Bunuh Diri saat Maulid di Pakistan, Motif Diduga Terkait Bid'ah

Bom Bunuh Diri saat Maulid di Pakistan, Motif Diduga Terkait Bid'ah

Global
Rangkuman Hari ke-583 Serangan Rusia ke Ukraina: Plat Kendaraan Rusia Dilarang di Lithuania | Wagner Kembali ke Rusia

Rangkuman Hari ke-583 Serangan Rusia ke Ukraina: Plat Kendaraan Rusia Dilarang di Lithuania | Wagner Kembali ke Rusia

Global
[POPULER GLOBAL] Heboh Penembakan Rotterdam | Sungai Amazon Mengering

[POPULER GLOBAL] Heboh Penembakan Rotterdam | Sungai Amazon Mengering

Global
Klaim Asuransi Hewan Terunik Tahun Ini, Dimenangkan Kucing yang Tak Sengaja Ikut Terlipat Di Sofa Lipat

Klaim Asuransi Hewan Terunik Tahun Ini, Dimenangkan Kucing yang Tak Sengaja Ikut Terlipat Di Sofa Lipat

Global
Bom Bunuh Diri di Masjid Pakistan: 57 Tewas, Pelaku Masih Misteri

Bom Bunuh Diri di Masjid Pakistan: 57 Tewas, Pelaku Masih Misteri

Global
Kura-kura Peliharaan di AS Kabur dari Klinik Dokter Hewan untuk Ketiga Kalinya

Kura-kura Peliharaan di AS Kabur dari Klinik Dokter Hewan untuk Ketiga Kalinya

Global
Aturan Baru, Anggota Parlemen AS Bisa Pakai Pakaian Olahraga Saat Bekerja

Aturan Baru, Anggota Parlemen AS Bisa Pakai Pakaian Olahraga Saat Bekerja

Global
Dipelihara di Gedung Putih, Anjing Joe Biden Kembali Bikin Ulah

Dipelihara di Gedung Putih, Anjing Joe Biden Kembali Bikin Ulah

Global
Kabar Baik, Jumlah Populasi Badak Global Kian Meningkat, Sebelumnya Terancam Punah

Kabar Baik, Jumlah Populasi Badak Global Kian Meningkat, Sebelumnya Terancam Punah

Global
Bom Bunuh Diri dalam Peringatan Maulid Nabi di Pakistan Tewaskan 52 Orang

Bom Bunuh Diri dalam Peringatan Maulid Nabi di Pakistan Tewaskan 52 Orang

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com