Studi ini berdasarkan pada 12 pasien dengan ARDS parah terkait Covid-19 yang dirawat di rumah sakit Jinyintan di Wuhan, China, pada bulan Februari.
Baca juga: 3 Fakta Baru Terungkap di Penelusuran Kematian Pertama Covid-19 di AS
Tetapi meskipun tampak seperti prosedur sederhana, proning disertai dengan komplikasi potensial.
Menengkurapkan pasien perlu waktu dan perlu sejumlah tenaga profesional berpengalaman.
"Itu tidak mudah. Empat atau lima orang diminta untuk melakukannya secara efektif," kata Dr. Galiatsatos.
Ini mungkin terbukti sulit di rumah sakit yang kekurangan staf dan berjuang dengan peningkatan eksponensial dalam penerimaan Covid-19.
Rumah sakit Johns Hopkins, menurut Dr Galiatsatos, telah membentuk tim yang didedikasikan untuk melakukan proning, sebagai respons terhadap peningkatan jumlah pasien virus corona.
"Jadi, jika pasien Covid-19 berada di unit perawatan intensif yang para stafnya tidak terbiasa dengan prosedur semacam ini, mereka [staf] dapat memanggil tim spesialis yang akan menempatkan pasien dalam posisi tengkurap."
Tetapi mengubah posisi pasien juga dapat memiliki serangkaian komplikasi.
"Obesitas adalah salah satu kekhawatiran terbesar kami. Kami juga harus hati-hati dengan orang yang mengalami cedera dada, dan pasien dengan tabung ventilasi atau tabung kateter."
Teknik ini juga dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyumbatan saluran udara.
Baca juga: Trump Usulkan Suntik Disinfektan dan Sinar UV untuk Obati Covid-19
Manfaat proning pertama kali diamati pada pertengahan 1970-an.
Tetapi baru pada tahun 1986 proning menjadi praktik umum di rumah sakit di seluruh dunia, kata para ahli.
Luciano Gattinoni adalah salah satu dokter pertama yang memimpin studi awal tentang teknik ini - dan berhasil mencobanya pada pasien.
Ia saat ini menjabat profesor emeritus di Università Statale Milan dan merupakan pakar anestesiologi dan resusitasi.
Prof. Gattinoni mengatakan kepada BBC bahwa proning menghadapi "banyak keberatan" pada hari-hari awalnya, yang ia kaitkan dengan karakter "sangat konservatif" dari komunitas medis.