Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Keluh Kesah Warga Muslim Ukraina, Ramadhan di Tengah Perang Rusia: Iman Menguatkan

KOMPAS.com - Awal April pada hari-hari pertama Ramadhan, warga Ukraina dan dunia dikejutkan dengan munculnya foto-foto dan tayangan mengerikan dari sejumlah kota di seputar Kyiv, termasuk Bucha, setelah pasukan Rusia mundur dan memusatkan serangan di wilayah timur.

Warga Muslim Ukraina Viktoria Nesterenko mengungkapkan "kesedihan mendalam" atas apa yang terjadi di negaranya ketika dihubungi wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.

"Sangat memilukan dan sedih. Saya stres karena terpikir perang. Saat Tarawih misalnya, cerita dan gambar-gambar mengerikan dari Bucha dan Irpin, terbunuhnya warga sipil dan anak-anak, tak bisa lepas dari pikiran saya," kata Viktoria.

Viktoria, yang juga merupakan direktur pusat sertifikasi halal Ukraina, adalah satu-satunya pemeluk Islam di keluarga besarnya. Ramadhan baginya menjadi bulan yang selalu ditunggu-tunggu dan dianggap sangat spesial untuk memperbanyak ibadah.

Enam tahun lalu, dia tidak tahu tentang Islam dan tidak mengenal seorang Muslim pun di Ukraina. Namun Ramadhan keenamnya tahun ini, dia termasuk yang paling aktif beribadah di masjid besar di ibu kota Kyiv.

Ia mengirimkan video suasana buka puasa dan shalat berjamaah di masjid Kyiv, Ukraina.

Para jemaah adalah tentara perlawanan rakyat dan juga sukarelawan. Mereka akan meneguk air dan makan kurma sebelum shalat Magrib berjamaah.

Ada sekitar belasan orang yang datang, sebagian besar mengenakan seragam atau kaus berwarna hijau tentara.

Gambar-gambar memilukan

Sejak invasi Rusia ke Ukraina akhir Februari lalu, Viktoria menjadi koordinator pusat sukarelawan yang berkantor di satu kompleks dengan masjid, membantu distribusi makanan untuk tentara dan warga sipil yang memerlukan.

"Yang paling berat adalah secara spiritual, bukan menahan lapar, tapi untuk merasakan atmosfer Ramadhan tanpa terpikir soal perang dan tanpa terbayang para korban," kata Viktoria melalui sambungan video.

Di Chernovtsy - Chernivtsi barat daya Ukraina, Niyara Mamutova merasakan kesedihan mendalam yang sama.

"Sirene bergaung setiap waktu dan banyak foto serta tayangan rumah-rumah, sekolah dan rumah sakit yang hancur di kawasan yang diduduki Rusia, bagaimana kami bisa hidup normal," kata Niyara yang mengungsi ke kota itu dari Zaporizhzhia, tempat tinggal keluarganya selama delapan tahun terakhir.

"Melihat tayangan mayat-mayat, rumah-rumah yang terbakar membuat saya sedih sekali. Ramadhan kali ini sangat memilukan."

Niyara berasal dari etnik Muslim Tatar yang melarikan diri dari Krimea setelah invasi Rusia pada 2014.

Ironisnya sekitar delapan tahun menikmati hidup di kota Zaporizhzhia, dia terpaksa mengungsi lagi, hanya tiga minggu setelah melahirkan anak keempatnya.

Kekuatan iman

Kepada BBC News Indonesia, Niyara dan Viktoria mengungkap tantangan yang mereka hadapi dalam menjalankan Ramadhan di negara yang dilanda perang. Keduanya sepakat agama menguatkan mereka melalui kondisi sulit ini.

"Agama sangat penting dalam masa sulit seperti ini. Agama membantu saya," kata Niyara.

"Kami paham bahwa perang adalah ujian dan bila Allah memberikan ujian, Allah juga akan membantu kami melewati ujian ini," ujarnya seraya menambahkan bahwa doa mereka adalah perang segera berakhir.

Viktoria mengatakan hal senada, imannya memberikan kekuatan untuknya melalui waktu paling sulit dalam hidup saat ini.

"Islam membantu saya menjadi lebih kuat dan dapat melakukan apa yang bisa saya lakukan untuk membantu orang. Kami tetap membaca Al-Quran dan itu menjadi sumber kekuatan kami." kata Viktoria.

"Saya berusaha membaca Al-Quran lebih sering lagi. Sulit khusyuk shalat karena lelah dan stres," kata Viktoria saat ditanya apa yang ia rasakan selama Ramadhan sejauh ini.

Ia juga berupaya keras meningkatkan ibadah. "Kami selalu mencari waktu untuk shalat. Bila sedang di lapangan, terkadang kami melakukan shalat berjamaah, namun kami tak pernah meninggalkan shalat."

Tak begitu banyak jemaah yang datang untuk shalat tarawih sejauh ini, menurut Viktoria. Pasalnya, jam malam masih diterapkan dan transportasi umum juga belum beroperasi.

"Saat perang dimulai, di masjid kami di Kyiv dalam tiga minggu pertama hanya saya, perempuan yang datang ke masjid dan setelah suasana mulai stabil sedikit, sudah mulai ada perempuan lain yang datang ke masjid," katanya.

Menurutnya, pada Ramadhan sebelumnya, terutama sebelum pandemi, sekitar 1.000 orang yang datang untuk berbuka dan Tarawih di masjid itu.

Serangan Pasukan Rusia begitu dekat 

Muslim di Ukraina berkisar 1 persen dari 40 juta jiwa lebih penduduk dengan mayoritas Kristen Ortodoks.

Sejak invasi Rusia, diperkirakan hampir empat juta orang mengungsi ke luar Ukraina, menurut data badan pengungsi PBB, UNHCR. Sementara jutaan lainnya mengungsi dan terpencar ke kota-kota lain.

Niyara yang kini mengungsi, sebelumya mengorganisir LSM perempuan dan pusat sukarelawan dengan menjalankan berbagai kegiatan untuk perempuan Muslim.

Tidak seperti perang Krimea, yang hampir tanpa menimbulkan pertumpahan darah, invasi Rusia ke Ukraina kali ini banyak menelan korban.

"Kami sangat terkejut. Misil berjatuhan di bandara, kilang minyak terbakar ... pasukan Rusia begitu dekat dengan kota kami. Saat itu hanya ada satu jalan menuju ke luar kota dan kami memutuskan untuk mengungsi," cerita Niyara.

Perjalanan naik mobil ke Chernovtsy, yang biasanya dapat ditempuh delapan jam, memakan waktu empat hari. Perjalanannya ke Chernivtsi ini sangat menyulitkan, terutama bagi anak-anaknya.

"Anak-anak terpisah dari teman-temannya. Mereka kehilangan rumah. Kami tak aman lagi di kota kami. Pesawat tempur Rusia tetap terbang dan bom mereka bisa jatuh di mana saja, termasuk di kota ini."

Ketika sirena berbunyi, sangat sulit untuk menyelamatkan diri dan bersembunyi. Kotanya hampir dikepung dan hanya satu jalan untuk keluar yang harus kami gunakan.

“Perjalanan kami memakan waktu empat hari karena begitu parahnya kemacetan jalan, pos pemeriksaan, bensin kurang dan lain sebagainya."

"Perjalanan ke tempat mengungsi tak mudah. Saudara-saudara dari kota lain melihat jenazah-jenazah bergeletakan, banyak yang rusak, banyak yang hancur. Sesuatu yang sulit dipercaya. Sampai sekarang pun, masih sulit kami percaya bahwa ini kenyataan," tambahnya.

Kehilangan komunitas

Setibanya di Chernovtsy, Niyara dan keluarganya tinggal selama empat hari di pusat Islam Bukovina. Ada tempat beristirahat atau singgah yang disediakan untuk siapapun dalam pengungsian ke luar negeri.

Mereka kini menyewa apartemen untuk keluarganya. Namun Ramadhan kali ini sangat berbeda.

"Seluruh keluarga besar biasanya berkumpul saat buka, salat tarawih. Namun kami semua terpencar karena perang. Sebagian meninggalkan Ukraina ke negara-negara lain. Sebagian tetap bertahan di Ukraina. Sebagian turun ke medan perang dan sebagian membantu menjadi sukarelawan," cerita Niyara.

Padahal sebelumnya, kata dia, Ramadhan selalu berarti khusus di kota Zaporizhzhia yang sangat beragam. Ada Muslim Tatar, Chechnya, Uzbekistan, India, Nigeria, Maroko dan juga warga Ukraina yang masuk Islam.

“Biasanya kami saling berbagi berbagai makanan dari berbagai negara," kata Niyara mengenang apa yang biasanya mereka lakukan saat Ramadhan.

Suami Niyara bekerja sebagai imam di masjid yang terletak di gedung yang sama dengan pusat kajian Islam. Jam malam masih berlaku di kota itu sehingga mereka menjalankan tarawih di rumah masing-masing.

Di kota baru tempatnya mengungsi, Niyara juga bertemu dengan keluarga Muslim lain. Dia dan keluarganya pun membantu menyiapkan makanan untuk mereka yang mengungsi dan perlu tempat tinggal.

"Kami ingin tetap berguna bagi negara kami, bagi masyarakat yang memerlukan bantuan ataupun tempat tinggal. Kami ingin terus membantu dan menjadi tenaga sukarela karena kami adalah bagian dari masyarakat Ukraina."

"Kami menyiapkan makanan yang biasanya kami masak namun kami kekurangan daging halal. Alhamdulilah masih ada ayam halal," kata Niyara.

Menurutnya organisasi bantuan di negara-negara Muslim seperti Turki mengirimkan makanan. Sementara organisasi dari negara lain membantu mengirim perlengkapan masak.

Kekuatan rakyat Ukraina

Viktoria mengalami masalah yang sama di Kyiv, terutama untuk persediaan makanan halal dalam kaleng bagi tentara di medan perang.

Ia berharap masalah makanan halal bagi serdadu Muslim bisa segera diatasi, terutama makanan jadi dalam kaleng yang tak perlu lagi dimasak.

Melalui organisasi "Sayap Kemenangan", Viktoria bertekad akan terus melanjutkan tugasnya membantu sebanyak mungkin orang.

"Saudara-saudara dan teman-teman saya berjuang melawan Rusia," katanya.

"Saya merasa saya harus terus membantu semampu saya. Saya memiliki tanggung jawab patriotik. Kekuatan rakyat Ukraina adalah persatuannya. Kami harus tetap bersama dan saling membantu. Dengan begitu, kami bisa mengalahkan musuh kami," pungkasanya.

https://www.kompas.com/global/read/2022/04/26/033000970/keluh-kesah-warga-muslim-ukraina-ramadhan-di-tengah-perang-rusia--iman

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke