BAGHDAD, KOMPAS.com – Serangan drone yang menargetkan Perdana Menteri (PM) Irak Mustafa al-Kadhimi dilakukan oleh setidaknya satu kelompok milisi yang didukung Iran.
Hal tersebut disampaikan sejumlah sumber dari pejabat keamanan Irak maupun dari milisi sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (9/11/2021).
Namun, Iran tentu tidak menyetujui serangan itu karena Teheran ingin menghindari kekerasan di perbatasan baratnya, kata sejumlah dan analis independen.
Kadhimi berhasil selamat ketika tiga drone yang membawa bahan peledak diluncurkan di kediamannya di Baghdad pada Minggu (7/11/2021).
Beberapa pengawalnya terluka akibat serangan itu. Insiden itu tak pelak memicu ketegangan di Irak.
Serangan itu terjadi ketika kelompok paramiliter yang didukung Iran di Irak bulan lalu memperdebatkan hasil pemilu.
Mereka protes karena cabang politiknya kalah telak dalam pemilu Irak dan sangat mengurangi kekuatan mereka di parlemen.
Para pejabat dan analis Irak mengatakan, serangan itu dimaksudkan sebagai pesan dari kelompok milisi bahwa mereka siap menggunakan kekerasan jika dilibatkan dalam pembentukan pemerintahan.
“Itu adalah pesan yang jelas, 'Kami dapat menciptakan kekacauan di Irak - kami memiliki senjata, kami memiliki sarana',” kata spesialis milisi Syiah Irak di Washington Institute, Hamdi Malik.
Namun sejauh ini, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Kelompok-kelompok milisi yang didukung Iran juga tidak segera berkomentar dan pemerintah Iran tidak menanggapi permintaan komentar.
Dua pejabat regional yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, Teheran tahu tentang serangan itu sebelum dilakukan. Tetapi, pihak berwenang Iran tidak memerintahkannya.
Dua sumber dari pejabat keamanan Irak mengatakan kepada Reuters pada Senin (8/11/2021) bahwa kelompok Kataib Hezbollah dan Asaib Ahl al-Haq melakukan serangan itu secara bersama-sama.
Sedangkan seorang sumber dari kelompok milisi menuturkan, Kataib Hezbollah terlibat namun dia tidak dapat mengonfirmasi peran Asaib.
Ketegangan antar-Syiah
Dalam pemilu Irak, kelompok dari ulama Syiah Moqtada al-Sadr berhasil mendapatkan mayoritas kursi di parlemen.
Kelompok Sadr sendiri adalah saingan dari kelompok-kelompok Syiah yang didukung Iran yang.
Tidak seperti kelompok Syiah yang didukung Iran, kelompok Sadr mengajarkan nasionalisme Irak dan menentang semua campur tangan asing, termasuk AS dan Iran.
Malik mengatakan, serangan drone terhadap Khadimi itu menunjukkan bahwa milisi yang didukung Iran memposisikan diri mereka sebagai saingan Sadr.
“Saya tidak berpikir Iran menginginkan perang saudara antar-Syiah. Itu akan melemahkan posisi Iran di Irak dan memungkinkan kelompok lain tumbuh lebih kuat,” ujar Malik.
Banyak milisi yang bersekutu dengan Iran prihatin terhadap kebangkitan politik Sadr.
Mereka khawatir Sadr akan mencapai kesepakatan dengan Kadhimi dan kelompok Syiah moderat, dan bahkan minoritas Sunni dan Kurdi.
Hal tersebut berpotensi membekukan kelompok-kelompok milisi Syiah yang lebih konservatif dari kekuasaan.
Beberapa kelompok yang didukung Iran bahkan menganggap Kadhimi sebagai orangnya Sadr dan ramah terhadap musuh bebuyutan Teheran, AS.
Buatan Iran
Seorang pejabat keamanan Irak mengatakan, drone yang digunakan untuk menyerang Khadimi berjenis quadcopter.
Masing-masing drone itu membawa satu proyektil berisi bahan peledak tinggi yang mampu merusak bangunan dan kendaraan lapis baja.
Pejabat itu menambahkan, itu adalah jenis drone dan bahan peledak buatan Iran yang sama yang digunakan dalam serangan tahun ini terhadap pasukan AS di Irak.
Washington menuding serangan terhadap pasukannya di Irak dilakukan oleh kelompok milisi yang bersekutu dengan Iran, termasuk Kataib Hezbollah.
https://www.kompas.com/global/read/2021/11/10/073013770/serangan-terhadap-pm-irak-dilancarkan-kelompok-milisi-pro-iran