Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Setahun Setelah Ledakan Beirut, Lebanon Masih Kacau

Melansir AFP, berikut adalah rangkuman kekacauan yang terjadi di Lebanon setelah ledakan Beirut.

1. Ledakan Lebanon terjadi

Pada 4 Agustus 2020, salah satu ledakan non-nuklir terbesar di dunia menghancurkan sebagian besar pelabuhan Beirut dan memporak-porandakan sebagian besar ibu kota negara tersebut.

Ledakan Lebanon disebabkan oleh kebakaran di gudang yang menyimpan banyak sekali amonium nitrat selama enam tahun.

Insiden tersebut menyebabkan lebih dari 200 orang tewas dan 6.500 luka-luka. Kota pun dalam keadaan gawat.

Tragedi itu terjadi ketika Lebanon terperosok ke salah satu krisis ekonomi terburuk di dunia dalam 150 tahun, menurut IMF.

Mata uang yang anjlok, PHK besar-besaran, dan pembatasan perbankan yang drastis membuat sebagian besar penduduk jatuh ke jurang kemiskinan.

Kunjungannya dipuji oleh banyak orang Lebanon yang marah pada pemimpin mereka sendiri, yang mereka tuduh korupsi dan tidak kompeten.

Macron lalu menyerukan perubahan mendalam, tetapi hari berikutnya Presiden Michel Aoun menolak penyelidikan internasional atas ledakan Beirut.

3. Kemarahan publik usai ledakan Lebanon

Pada 8 Agustus, ribuan orang berdemonstrasi, meluapkan amarah pada pemimpin mereka atas ledakan Lebanon, dan berujung bentrokan dengan aparat keamanan.

Keesokan harinya, komunitas internasional menjanjikan bantuan sekitar 300 juta dollar AS (Rp 4,2 triliun), tetapi menuntut agar langsung didistribusikan kepada penduduk dan dilakukan penyelidikan yang transparan terhadap ledakan Lebanon.

4. PM Hassan Diab mundur

Pada 10 Agustus, perdana menteri Hassan Diab mengundurkan diri di tengah demonstrasi lebih lanjut.

Pada akhir bulan, diplomat Mustapha Adib diangkat sebagai perdana menteri baru Lebanon.

Namun, pada 26 September setelah berminggu-minggu kebuntuan politik, Adib mundur.

Macron mengatakan, dia malu dengan para pemimpin Lebanon yang dia klaim telah mengkhianati rakyat mereka.

Diab sementara itu melanjutkan sebagai PM sementara.

Pada 2 Desember, dalam konferensi bantuan kedua, Macron mendesak politisi Lebanon untuk membentuk pemerintahan.

6. Diab dituntut atas ledakan Lebanon

Lebih dari seminggu kemudian, Hassan Diab dan tiga mantan menteri lainnya dituduh bertanggung jawab atas ledakan Lebanon akibat kelalaian.

Namun, penyelidikan ditangguhkan dan pengadilan memberhentikan penyidik pada Februari.

Pada Juni, kelompok-kelompok hak asasi termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch menyerukan penyelidikan PBB atas ledakan Beirut.

7. Melepas imunitas

Pada awal Juli, hakim baru yang menyelidiki ledakan Lebanon mengatakan, dia memanggil Diab dan mendakwa para mantan menteri serta pejabat keamanan.

Parlemen mengatakan, perlu lebih banyak bukti sebelum melepas kekebalan hukum bagi tiga mantan menteri yang juga anggota parlemen, usulan yang ditolak oleh penyelidik utama.

Pada 15 Juli Hariri mengundurkan diri dan tidak dapat membentuk pemerintahan.

Miliarder Najib Mikati, orang terkaya Lebanon yang sudah dua kali menjadi perdana menteri, berhasil membentuk pemerintahan baru pada 10 September setelah vakum selama 13 bulan.

Dia terpaksa menangguhkan penyelidikannya pada Selasa (12/10/2021), setelah mantan menteri yang dia panggil karena dicurigai lalai mengajukan tuntutan hukum terhadapnya.

Salah satunya, pemimpin Syiah dari gerakan Amal, mengancam eskalasi politik.

Amal dan Hezbollah menyerukan unjuk rasa pada Kamis (14/10/2021) yang berakhir dengan kerusuhan.

Pendukung mereka berkumpul di Istana Kehakiman untuk menuntut pemecatan hakim penyelidik ledakan Beirut.

https://www.kompas.com/global/read/2021/10/15/162126570/setahun-setelah-ledakan-beirut-lebanon-masih-kacau

Terkini Lainnya

Senator AS Apresiasi Sikap Biden Tak Jadi Kirim Bom Seberat 907 Kg untuk Israel

Senator AS Apresiasi Sikap Biden Tak Jadi Kirim Bom Seberat 907 Kg untuk Israel

Global
Untuk Pertama Kalinya, Pejabat Militer Pentagon Mundur karena Perang Gaza

Untuk Pertama Kalinya, Pejabat Militer Pentagon Mundur karena Perang Gaza

Global
Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Internasional
Pesawat Tempur Israel Mengebom Kamp Pengungsi Nuseirat, 14 Tewas Termasuk Anak-anak

Pesawat Tempur Israel Mengebom Kamp Pengungsi Nuseirat, 14 Tewas Termasuk Anak-anak

Global
AS Tak Percaya Terjadi Genosida di Gaza

AS Tak Percaya Terjadi Genosida di Gaza

Global
AS Hancurkan Sebagian Jembatan Baltimore yang Ambruk untuk Bebaskan Kapal Terjebak

AS Hancurkan Sebagian Jembatan Baltimore yang Ambruk untuk Bebaskan Kapal Terjebak

Global
Pedemo Israel Cegat Truk Bantuan ke Gaza, Banting Makanan sampai Berserakan

Pedemo Israel Cegat Truk Bantuan ke Gaza, Banting Makanan sampai Berserakan

Global
[POPULER GLOBAL] Lampu Lalin Unta | Thailand SIta 1 Ton Meth Kristal

[POPULER GLOBAL] Lampu Lalin Unta | Thailand SIta 1 Ton Meth Kristal

Global
Rangkuman Hari Ke-810 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran 30 Kota | Apartemen Roboh

Rangkuman Hari Ke-810 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran 30 Kota | Apartemen Roboh

Global
Ukraina Serang Fasilitas Energi Rusia Dekat Perbatasan

Ukraina Serang Fasilitas Energi Rusia Dekat Perbatasan

Global
Kampanye Keselamatan Lalu Lintas, Perancis Gaungkan Slogan 'Berkendaralah Seperti Perempuan'

Kampanye Keselamatan Lalu Lintas, Perancis Gaungkan Slogan "Berkendaralah Seperti Perempuan"

Global
Rusia Gempur 30 Kota dan Desa di Ukraina, 5.762 Orang Mengungsi

Rusia Gempur 30 Kota dan Desa di Ukraina, 5.762 Orang Mengungsi

Global
Demonstrasi Pro-Palestina di Kampus-Kampus AS Bergulir ke Acara Wisuda

Demonstrasi Pro-Palestina di Kampus-Kampus AS Bergulir ke Acara Wisuda

Global
Afghanistan Kembali Dilanda Banjir Bandang, Korban Tewas 300 Lebih

Afghanistan Kembali Dilanda Banjir Bandang, Korban Tewas 300 Lebih

Global
Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke