Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sebulan Kasus Pembunuhan Presiden Haiti, Banyak Pertanyaan Belum Menukan Jawaban

PORT-AU-PRINCE, KOMPAS.com - Sebulan setelah kasus pembunuhan presiden Haiti tersebut, masih banyak pertanyaan yang belum kunjung mendapatkan jawaban tentang apa yang terjadi.

Pada 7 Juli lalu, dunia dikejutkan oleh pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise, yang memicu kekhawatiran memburuknya ketidakstabilan politik dan kekerasan geng di negara Karibia itu.

"Negara ini masih mencari jawaban," ujar Laurent Lamothe yang perdana menteri Haiti periode 2012 hingga 2014 kepada Al Jazeera dalam wawancara sebulan setelah kasus pembunuhan terjadi, pada Sabtu (7/8/2021).

"Negara ini masih terkejut. Masyarakat sangat kecewa. Informasinya lambat masuk dan semua orang menanyakan pertanyaan yang sama. Di mana dalangnya, yang bertanggung jawab untuk membayar operasi yang menghebohkan ini?" ungkap Lamothe, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Sabtu (7//8/2021).

Pihak berwenang Haiti mengatakan mereka telah menangkap 44 orang yang terkait dengan pembunuhan sang presiden, termasuk 12 petugas polisi Haiti, 18 orang Kolombia yang diduga bagian dari tim tentara bayaran, dan 2 orang Amerika keturunan Haiti.

Kepala petugas keamanan presiden Moise adalah di antara mereka yang ditahan sehubungan dengan plot pembunuhan, tapi pengacara Jean Laguel telah mengatakan penangkapan kliennya itu bermotif politik.

Pada Kamis (5/8/2021), pemerintah Haiti meminta bantuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan penyelidikan internasional, dengan mengatakan bahwa Haiti menganggap serangan itu sebagai kejahatan internasional karena dugaan peran orang asing dalam perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaannya.

“Saya berharap PBB akan merespons dengan baik karena setidaknya itulah yang dapat dilakukan PBB untuk Haiti dan Karibia,” kata Lamothe,

“Mengingat bahwa Haiti adalah republik kulit hitam pertama di dunia dan kami layak mendapatkan semua kerja sama internasional. Cari tahu siapa yang membunuh presiden,” ungkapnya.

Sementara itu, sistem peradilan Haiti telah berjuang menemukan hakim yang bersedia menyelidiki pembunuhan tersebut karena risikonya yang besar.

“Ini adalah dokumen politik yang sensitif. Sebelum setuju untuk menyelidikinya, seorang hakim memikirkan keselamatannya sendiri dan keluarganya," kata seorang hakim kepada kantor berita AFP yang tidak mau disebutkan namanya pekan ini.

“Karena itu, hakim investigasi tidak terlalu antusias menerimanya,” ujarnya.

Sejumlah hakim telah mengatakan kepada ketua Pengadiilan Tingkat Pertama di Port-au-Prince bahwa mereka tidak tertarik untuk menangani kasus pembunuhan presiden Haiti Jovenel Moise.

Hakim senior Bernard Saint-Vil mengatakan bahwa dia akan mengumumkan pada Kamis (5/8/2021) nama hakim investigasi yang dipilih untuk menangani kasus tersebut, tetapi itu tidak terjadi karena tidak ada hakim yang menginginkan pekerjaan itu.

Apa langkah selanjutnya?

Banyak pertanyaan yang kemudian muncul tentang apa yang akan terjadi selanjutnya pada Haiti, di mana penduduk sudah menyatakan kekhawatiran bahwa dengan pembunuhan presiden Jovenel Moise menandakan kekerasan apa pun dapat meningkat.

Moise yang mulai menjabat pada 2017, mendapatkan tuduhan korupsi serta protes massa setelah dia menolak untuk mundur pada Februari 2021, meski para pemimpin oposisi, pembela hak asasi, dan pakar hukum berpendapat bahwa masa jabatannya telah berakhir.

Presiden Haiti telah memerintah dengan dekrit sejak Januari 2020 setelah masa jabatan parlemen dibiarkan berakhir, sementara beberapa lembaga utama pemerintah tidak berfungsi.

Pemerintahan Moise juga diwarnai gelombang kekerasan geng di Port-au-Prince yang menyebabkan banyak korban tewas, ribuan mengungsi, dan memicu tuduhan dari kelompok-kelompok hak asasi bahwa “diamnya otoritas negara membuktikan ketidaktertarikan total mereka terhadap pelanggaran besar-besaran dan sistematis” hak-hak masyarakat.

Di tengah ketidakjelasan dan persaingan klaim tentang siapa yang akan mengambil kendali setelah pembunuhan presiden Moise, Haiti menunjuk perdana menteri sementara yang baru, Ariel Henry pada Juli.

Henry telah berjanji untuk mengadakan pemilihan "secepat mungkin" untuk mengeluarkan negara dari krisis politik.

Namun para pemimpin masyarakat sipil Haiti yang terkemuka mempertanyakan, apakah mengadakan pemungutan suara akhir tahun ini, memungkinkan di tengah ketidakamanan dalam negeri yang meluas.

Pemungutan suara di akhir 2021 adalah sebuah desakan terutama dari PBB dan Amerika Serikat, di antara aktor-aktor internasional lainnya.

https://www.kompas.com/global/read/2021/08/08/102917470/sebulan-kasus-pembunuhan-presiden-haiti-banyak-pertanyaan-belum-menukan

Terkini Lainnya

Ukraina Kembali Serang Perbatasan dan Wilayahnya yang Diduduki Rusia

Ukraina Kembali Serang Perbatasan dan Wilayahnya yang Diduduki Rusia

Global
Singapore Airlines Turbulensi, Ini Nomor Hotline bagi Keluarga Penumpang

Singapore Airlines Turbulensi, Ini Nomor Hotline bagi Keluarga Penumpang

Global
Rusia Pulangkan 6 Anak Pengungsi ke Ukraina Usai Dimediasi Qatar

Rusia Pulangkan 6 Anak Pengungsi ke Ukraina Usai Dimediasi Qatar

Global
Fisikawan Rusia yang Kembangkan Rudal Hipersonik Dihukum 14 Tahun

Fisikawan Rusia yang Kembangkan Rudal Hipersonik Dihukum 14 Tahun

Global
Misteri Area 51: Konspirasi dan Fakta di Balik Pangkalan Militer Tersembunyi AS

Misteri Area 51: Konspirasi dan Fakta di Balik Pangkalan Militer Tersembunyi AS

Global
Kepala Politik Hamas Ucap Duka Mendalam pada Pemimpin Tertinggi Iran

Kepala Politik Hamas Ucap Duka Mendalam pada Pemimpin Tertinggi Iran

Global
Panas Ekstrem 47,4 Derajat Celcius, India Liburkan Sekolah Lebih Awal

Panas Ekstrem 47,4 Derajat Celcius, India Liburkan Sekolah Lebih Awal

Global
Israel Batal Sita Kamera Associated Press Setelah Panen Kecaman

Israel Batal Sita Kamera Associated Press Setelah Panen Kecaman

Global
Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Global
Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Global
Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Global
Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Global
Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Global
Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Global
Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke