Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Serangan Sampah" Pengunjuk Rasa Myanmar Jadi Taktik Baru Lawan Junta Militer

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - "Serangan sampah" menjadi taktik baru pengunjuk rasa Myanmar untuk melawan junta militer, saat jumlah korban tewas dalam demo anti-kudeta sudah mencapai lebih dari 500.

Pengunjuk rasa berusaha untuk meningkatkan kampanye pemberontakan sipil pada Selasa (30/3/2021) dengan meminta penduduk membuang sampah ke jalan-jalan di persimpangan jalan utama sebagai taktik baru, seperti yang dilansir dari Reuters pada hari yang sama.

"Aksi serangan sampah ini adalah aksi menentang junta," bunyi tulisan dari sebuah poster di media sosial.

Aksi itu bertentangan dengan seruan dari junta militer melalui pengeras suara di beberapa lingkungan di Yangon pada Senin (29/3/2021), yang mendesak penduduk untuk membuang sampah dengan benar.

Setidaknya sudah ada 510 warga sipil yang tewas dalam hampir 2 bulan upaya junta untuk menghentikan protes anti-kudeta, menurut kelompok Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Pasukan keamanan pada Senin (29/3/2021), menembakan senjata kaliber yang jauh lebih berat dari biasanya untuk membereskan barikade kantong pasir, kata saksi mata.

Belum jelas tipe senjata apa yang digunakan pasukan keamanan itu.

Televisi pemerintah mengatakan bahwa pasukan keamanan menggunakan "senjata anti-huru-hara" untuk membubarkan kerumunan "orang-orang teroris yang kejam" yang menghancurkan jalan dan satu orang terluka.

Pada Senin malam waktu setempat (29/3/2021), terdengar lebih banyak tembakan terdengar di daerah Dagon Selatan, yang meningkatkan kekhawatiran tentang lebih banyaknya korban, kata seorang warga setempat pada Selasa (30/3/2021).

Komite Serangan Umum Nasional, salah satu kelompok utama di balik aksi protes, pada Senin (29/3/2021), mengirimkan surat terbuka yang meminta pasukan kelompok etnis bersenjata Myanmar untuk membantu mereka melawan "penindasan yang tidak adil" dari junta militer.

Sementara, sudah ada tiga kelompok yang telah berkoalisi untuk melawan kekerasan junta militer, yaitu Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Arakan, dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang.

Ketiga kelompok itu mengirim surat bersama pada Selasa (30/3/2021), meminta militer untuk berhenti membunuh pengunjuk rasa damai dan menyelesaikan masalah politik.

Mereka memperingatkan, jika militer Myanmar tidak melakukan ini, mereka “akan bekerja sama dengan semua bangsa yang bergabung dengan revolusi musim semi Myanmar dalam hal pertahanan diri.”

Pemberontak dari berbagai kelompok etnis bersenjata Myanmar telah berperang dengan pemerintah pusat selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar.

Banyak kelompok telah setuju untuk gencatan senjata, tetapi pertempuran telah berkobar lagi dalam beberapa hari terakhir antara pasukan junta dengan pasukan etnis di timur dan utara Myanmar.

Bentrokan besar meletus pada akhir pekan di dekat perbatasan Thailand antara militer dan pejuang dari kelompok etnis minoritas tertua Myanmar, Persatuan Nasional Karen (KNU).

Sekitar 3.000 penduduk desa melarikan diri ke Thailand ketika jet militer membom daerah KNU, setelah pasukan KNU menyerbu pos militer dan menewaskan 10 tentara, kata sebuah kelompok aktivis dan media.

https://www.kompas.com/global/read/2021/03/30/121221870/serangan-sampah-pengunjuk-rasa-myanmar-jadi-taktik-baru-lawan-junta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke