Ratusan orang menentang jam malam untuk bersama-sama berkabung menghormati mereka yang tewas sejak militer merebut kekuasaan.
Demonstrasi yang berlangsung setiap hari sejak 1 Februari dilawan dengan peningkatan kekerasan oleh junta Myanmar. Sejak itu, lebih dari 70 orang tewas menurut pakar hak asasi utama PBB di negara itu.
Meski demikian ratusan ribu orang terus berkumpul dan berdemonstrasi di seluruh negeri. Pengunjuk rasa menyerukan pembebasan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, yang ditahan dalam kudeta 1 Februari.
Tindakan keras terhadap demonstrasi sebagian besar terjadi pada siang hari. Sementara pada malam hari pasukan keamanan terlihat berpatroli di jalan-jalan dan melakukan penangkapan.
Namun pada Jumat malam (12/3/2021), rekaman di media sosial menunjukkan polisi menarik tiga warga di jalan-jalan kota Thaketa di Yangon, memukuli kepala mereka dan menyeret mereka pergi.
"Mereka memukuli mereka tanpa alasan," kata orang yang merekam rekaman itu, yang telah diverifikasi oleh AFP.
Penduduk yang marah pergi ke kantor polisi untuk memprotes. Suara tembakan terdengar beberapa jam kemudian di kota itu, termasuk oleh seorang reporter AFP.
"Pasukan keamanan menangkap tiga pemuda, dan saat kami mengikuti untuk mendapatkan mereka kembali, mereka menindak kami," ungkap seorang penduduk yang tidak mau disebutkan namanya pada Sabtu (13/3/2021).
"Dua orang tewas - dengan satu tembakan di kepala dan satu lagi ditembak dengan tembakan yang menembus pipi hingga leher," terangnya.
Dia juga mengatakan harus menunggu sampai polisi berhenti menembak untuk mengambil jenazah.
Granat setrum
Rekaman dan video yang diverifikasi menunjukkan jenazah dua pria, keduanya pendukung partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi.
Keluarga yang berduka membaringkan keduanya di rumah mereka dengan taburan bunga di atas tubuh mereka.
Media lokal, Democratic Voice of Burma dan Khit Thit Media, juga mengonfirmasi kematian kedua korban.
"Semua orang bilang jangan keluar, tinggal di rumah saja ... tapi dia bilang dia harus keluar lagi karena tiga anak ditangkap di kantor polisi," kenang sang istri salah satu almarhum Si Thu, 37 tahun.
"Kami terus menunggunya pulang," katanya sambil menangis.
Di seberang kota di kotapraja Hlaing, penduduk yang khawatir akan kehadiran polisi dan tentara di lingkungan mereka, tetap meninggalkan rumah untuk melakukan protes.
"Penduduk tidak ingin mereka datang ke daerah itu pada malam hari untuk menangkap orang ... Kami ingin mengusir mereka," kata salah seorang kepada AFP tanpa menyebut nama karena takut akan dampaknya.
Dia menambahkan bahwa penduduk menyiapkan bom molotov untuk melawan pasukan keamanan.
"Polisi dan tentara menggunakan granat kejut untuk membubarkan kami ... seluruhnya empat orang terluka," ungkapnya.
Pengakuannya juga dikonfirmasi oleh warga lain yang melihat huru-hara itu.
Sementara rekaman yang diverifikasi AFP yang dibagikan di media sosial menunjukkan warga bersembunyi di balik mobil ketika suara keras terdengar. Kemudian mereka menemukan seorang pria berdarah yang ditembak di kepala.
Dia adalah Aung Paing Oo yang berusia 18 tahun. Saudaranya Wai Lin Kyaw mengonfirmasi remaja itu meninggal beberapa jam kemudian, setelah berjuang untuk bernapas sepanjang malam.
"Para dokter tidak bisa berbuat banyak untuknya karena kepalanya pecah," katanya kepada AFP sambil terisak.
Penghormatan pada korban
Sebelum kekerasan terjadi, ratusan orang menentang jam malam pukul 20.00 untuk mengadakan acara nyala lilin di seluruh negeri, dari kota penghasil batu giok utara Hpakant hingga pusat pesisir selatan Myeik.
Dekat persimpangan Hledan Yangon, yang telah berminggu-minggu menjadi hotspot kerusuhan, pengunjuk rasa membawa poster Suu Kyi.
Mereka duduk dan berdoa, sembari mengangkat lilin untuk berduka atas mereka yang tewas dalam demonstrasi anti-kudeta.
"Untuk melanggar jam malam dan menghormati para pahlawan yang jatuh," kata aktivis Thinzar Shunlei Yi kepada AFP.
"Orang-orang sangat takut untuk keluar setelah pukul 20.00 ... jadi saat panggilan itu keluar, itu sangat kuat."
Pada Sabtu pagi, pemakaman Chit Min Thu - yang meninggal pada Kamis - diadakan di Yangon. Kerumunan orang hadir memberikan hormat tiga jari sebagai tanda perlawanan saat tubuhnya dibawa ke krematorium.
"Revolusi harus menang," kata istrinya, terisak saat kerumunan di sekitarnya meneriakkan, "Semoga jiwamu beristirahat dengan damai."
Seorang pemimpin komunitas yang terkait dengan pemerintah NLD yang digulingkan, Zaw Myat Linn, meninggal Selasa selama interogasi setelah penangkapannya, menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Tetapi media yang dikelola pemerintah pada Sabtu (13/3/2021) mengatakan dia "melompat" dari sebuah rumah dan jatuh ke pipa baja. Peringatan keras juga disebarkan terhadap mereka yang menggambarkan kematiannya dengan cara lain.
Militer membantah bertanggung jawab atas hilangnya nyawa dalam protes. Mereka membela perebutan kekuasaan dengan menuduh kecurangan pemilu yang meluas dalam pemilihan November, yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi secara telak.
Pemerintah AS pada Jumat (12/3/2021) menawarkan "status dilindungi sementara" kepada warga Myanmar di Amerika Serikat.
https://www.kompas.com/global/read/2021/03/13/174051470/tiga-pengunjuk-rasa-myanmar-tewas-setelah-ratusan-orang-menentang-jam