PARIS, KOMPAS.com - Pemimpin sayap kanan Perancis, Marine Le Pen, diadili pada Rabu (10/2/2021) dengan tuduhan melanggar UU ujaran kebencian karena mengunggah gambar kekejaman ISIS.
Sidang dilakukan ketika jajak pendapat menunjukan Le Pen kemungkinan akan berhadapan lagi dengan Emmanuel Macron pada pemilihan presiden 2022, setelah Partai Barisan Nasional membuat penampilan terkuatnya dalam pemungutan suara 2017.
Le Pen membagikan gambar menakutkan pada Desember 2015, beberapa pekan setelah ISIS membunuh 130 orang di Paris, dalam merespons seorang jurnalis yang mmebandingkan antara ISIS dan partainya.
Salah satu gambar menunjukkan tubuh James Foley, seorang jurnalis Amerika yang dipenggal oleh militan Islam.
Foto lain menunjukkan seorang pria dalam ditabarak tank dan foto ketiga menunjukkan pilot Yordania dibakar hidup-hidup di dalam penjara.
"Daesh ini!" tulis Le Pen dalam keterangannya, menggunakan istilah bahasa Arab untuk ISIS.
"Saya jelas menjadi korban pengadilan politik," kata Le Pen kepada wartawan di gedung pengadilan di Nanterre, pinggiran kota Paris seperti yang dilansir dari AFP pada Rabu (10/2/2021).
"Media menerbitkannya, editorial, surat kabar, saluran TV, dan tidak ada yang pernah dituntut karena melakukannya, hanya Marine Le Pen yang dituntut," katanya.
Sangat mengejutkan
Pada 2018, seorang hakim mendakwa dia dan juga Gilbert Collard, seorang rekan Partai Barisan Nasional yang juga mengunggah gambar tersebut di Twitter, dengan mengedarkan "pesan kekerasan yang menghasut terorisme atau pornografi atau sangat merugikan martabat manusia" dan itu dapat dilihat oleh anak di bawah umur.
Kejahatan tersebut dapat dihukum hingga 3 tahun penjara dan denda 75.000 euro (Rp 1,3 miliar), tetapi jaksa penuntutan hanya meminta denda 5.000 euro (Rp 84,8 juta).
Le Pen kemudian menghapus gambar Foley setelah permintaan dari keluarganya, mengatakan dia tidak mengetahui identitasnya.
Namun, pada Rabu (10/2/2021) dia membela publikasi kelompoknya, meskipun mengakui bahwa "Menurut saya gambar-gambar ini sangat mengejutkan."
Namun, dia berkata, "Itu kejahatan yang merendahkan martabat manusia, bukan gambarannya."
Le Pen juga bersikeras bahwa dia adalah korban perburuan penyihir politik, dia dilucuti dari kekebalan parlemennya atas gambar-gambar itu, dan dengan marah menolak perintah untuk menjalani tes psikiatri sebagai bagian dari penyelidikan.
Vonis diharapkan pada 4 Mei.
Sejak mengambil alih partai sayap kanan utama Perancis dari ayahnya, Le Pen telah mencalonkan diri 2 kali untuk kursi kepresidenan Perancis, dan jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa dia semakin dekat dengan kemenangan yang baginya akan menjadi hadiah utama.
Itu telah menghidupkan kembali spekulasi tentang apakah populis anti-UE, anti-imigrasi akhirnya bisa memasuki Istana Elysee.
Pada Kamis (11/2/2021), dia akan melakukan debat dengan Menteri Dalam Negeri Macron Gerald Darmanin dalam TV prime-time, yang akan diawasi dengan ketat setelah para kritikus menyorot penampilan debatnya melawan Macron sebelum pemungutan suara 2017.
Le Pen menghadapi tantangan hukum lain yang membayangi, atas klaim bahwa dia dan pejabat partai lainnya menyelewengkan jutaan euro dalam dana publik untuk membayar asisten mereka saat bertugas di Parlemen Uni Eropa.
Penyelidik mengatakan hampir 7 juta euro (Rp 118,8 miliar) dialihkan dari Parlemen Eropa antara 2009 dan 2017.
https://www.kompas.com/global/read/2021/02/11/103813270/pemimpin-sayap-kanan-perancis-hadapi-ancaman-penjara-setelah-sebar-gambar