Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Referendum Kelapa Sawit dari Indonesia Makin Dekat, Publik Swiss Masih Ragu

Dari 15.089 peserta jajak pendapat, 20 persen menyatakan masih menunggu perkembangan lebih lanjut, apakah menolak kelapa sawit masuk Indonesia, atau sebaliknya, menerima dengan lapang dada. Sementara 41 persen menyatakan menerima, dan 39 persen menolak.

Seperti yang dikobarkan Uniterre, LSM yang membawa masalah kelapa sawit ke pemilu Swiss, perusakan hutan di Indonesia dan tersainginya petani Swiss, menjadi alasan utama penolakan tersebut.

Sementara yang menerima menyatakan pangsa pasar besar di Indonesia akan menggairahkan ekonomi Swiss.

Jajak pendapat dilakukan Tamedia Group pada 18 dan 19 Januari 2021, satu bulan setengah sebelum referendum dilakukan. Jajak pendapat ini akan dilakukan lagi oleh Tamedia Group sepekan menjalang coblosan dilangsungkan.

Jajak pendapat kedua, khususnya sepekan menjelang coblosan, paling menentukan kemana suara rakyat Swiss pada 7 Maret nanti mengalir.

Saat ini kampanye kedua kubu terus bergulir. Uniterre memusatkan serangan kampanyenya melalui isu lingkungan.

Antara lain memasang poster orang utan yang merana, atau perkebunan sawit yang luas. Selain itu, juga kampanye tentang perlindungan produk lokal yang terancam atas kedatangan kelapa sawit.

Sementara pemerintah konfederasi Swiss, bersama mayoritas parpol di Swiss, menyuarakan hanya produk kelapa sawit yang ramah lingkungan boleh masuk Swiss. Serta terbukanya peluang pasar di Indonesia, termasuk ASEAN.

Pemerintah Konfederasi Swiss dan mayoritas parpol Swiss sejak awal mendukung masuknya produk kelapa sawit Indonesia ke Swiss melalui penandatanganan kerja sama dagang kedua negara.

Swiss akan memasukkan mesin mesin industri, produk kimia, obat obatan dan sejenisnya. Indonesia diperbolehkan memasukkan produk perikanan dan pertanian. Salah satunya produk kelapa sawit.

Dukungan terhadap masuknya produk kelapa sawit juga datang dari Economiesuisse, semacam Kamar Dagang Swiss, juga mengamini kerjasama dagang Swiss Indonesia.

Uniterre tidak terlalu terkejut dengan munculnya serangan balik ini. Menurut mereka, pemerintah dan parpol Swiss sejak awal sudah menyetujui kerja sama dagang tersebut.

Serangan telak ke Uniterre justru datang dari Schweizerische Bauernverband, (SBV) organ induk petani Swiss. SBV yang sebelumnya belum bersikap, akhirnya buka suara.

Organ induk petani Swiss ini menyatakan mendukung kerjasama dagang antara Swiss dan Indonesia. "Produk minyak sawit yang masuk Swiss, setelah kami berjuang di parlemen, tidak akan menyaingi minyak canola petani Swiss,“ kata Urs Schneider, Wakil Presiden SBV.

Perjuangan SBV, antara lain, adalah membatasi jumlah impor minyak kelapa sawit ke Swiss. "Serta harus menjaga lingkungan di sana,“ tambah Urs.

"Apa yang dilakukan SBV tidak menunjukkan dukungan terhadap lingkungan,“ kata Mathias Stalder kepada Kompas.com. Jika perjanjian kerja sama ini lolos, imbuh Mathias, maka akan masuk produk minyak sawit yang murah dan menggusur produk lokal.

Kampanye dua kubu sudah dimulai. Siapa pemenangnya, rakyat Swiss akan menentukannya pada 7 Maret mendatang.

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/28/162718170/referendum-kelapa-sawit-dari-indonesia-makin-dekat-publik-swiss-masih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke