Pernyataan itu disampaikannya satu hari setelah pasukan Azerbaijan sampai di sebagian wilayah Nagorno-Karabakh yang ditinggalkan separatis.
Berdasarkan rilis dari kantornya, Pashinyan menerangkan dia berharap bisa bekerja sama dengan Rusia tak hanya di keamanan, tapi juga di militer dan teknis.
"Tentu asja, terdapat waktu susah sebelum masa perang. Namun situasi yang terjadi sekarang ini jauh lebih sulit," jelas PM Armenia berusia 45 tahun itu.
Pashinyan mengucapkannya dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu di ibu kota Yerevan, dilaporkan AFP Sabtu (21/11/2020).
Pertemuan ini terjadi sehari setelah militer Azerbaijan mulai menempati sebagian Nagorno-Karabakh, wilayah yang sebelumnya diduduki separatis dari etnis Armenia.
Dua negara itu menyepakati gencatan senjata yang dimotori Kremlin, mengakhiri perang yang terjadi di Karabakh selama enam pekan terakhir.
Merujuk pada kesepakatan, Baku akan menempati tiga distrik di Karabakh yang sebelumnya diduduki oleh pemberontak sejak medio 1990-an.
Setelah gencatan senjata itu disepakati, sekitar 2.000 prajurit "Negeri Beruang Merah" diterjunkan untuk menjaga situasi kondusif di Karabakh.
"Bagi kami, hal paling utama adalah menghentikan pertumpahan darah," ujar Shoigu, yang datang bersama Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov.
Akar permasalahan terjadi setelah separatis menduduki Nagorno-Karabakh, dan mendeklarasikan kemerdekaan pasca-runtuhnya Uni Soviet.
Namun, klaim itu tidak mendapatkan pengakuan dari komunitas internasional. Bahkan Armenia sendiri tidak mengakui mereka.
Sebagai bagian dari upaya perdamaian, Yerevan harus mengembalikan wilayah yang sudah direbut oleh Azerbaijan, termasuk kota ikonik Shusha.
Kalangan oposisi pun meradang dan menuding PM Armenia sejak Mei 2018 itu pengkhianat karena sudah berdamai dengan musuh besarnya tersebut.
Aksi protes pun pecah di Yerevan, di mana kepolisian harus menahan puluhan orang dengan gedung parlemen juga bisa diterobos.
https://www.kompas.com/global/read/2020/11/21/200044470/pm-armenia-minta-agar-relasi-militer-dengan-rusia-diperkuat