Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ishak, Anak NTT, Ungkap Peningkatan Kekerasan dan Eksploitasi Saat Covid-19

KOMPAS.com - Anak Indonesia berkesempatan kembali menyuarakan pendapatnya tentang masalah yang dihadapi anak-anak selama masa pandemi Covid-19, dalam forum internasional bersama perwakilan anak Asia lainnya, yaitu Thailand, Laos, Filipina, dan Myanmar.

Ishak (17 tahun), anak asal Nusa Tenggara Timur, menjadi wakil untuk berpartisipasi memberikan aspirasi tentang kondisi anak akibat dampak negatif pandemi virus corona, pada Rabu (18/11/2020).

Setelah Roslinda (15 tahun) asal Nusa Tenggara Timur yang mewakili suara anak Indonesia dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, di forum World Vision Asia bersama anggota PBB di New York pada Rabu (8/10/2020).

Sejak Juni mengamati kondisi anak Indonesia, ia menemukan bahwa selama pandemi Covid-19 anak semakin rentan mengalami kekerasan dan eksploitasi dalam praktik pekerja di bawah umur dan pernikahan dini.

"Saya melakukan survei wawancara ke beberapa responden dan beberapa informan di gereja, para orang tua dan para pekerja anak," ujar anak kelas 3 SMA ini dalam forum virtual World Vision bersama dengan UNICEF Asia Timur dan Pasifik.

Hasil wawancara itu dipadukan dengan data yang terkait, seperti dari kantor pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, media, dan koalisi anak Indonesia lainnya.

Ia mengatakan bahwa semakin banyak anak yang bekerja, mengangkut barang-barang berat, menjual buah di pasar tradisional, menjadi asisten supir, dan terpaksa mengemis.

"Padahal mereka mengatakan ingin belajar, ingin pergi ke sekolah, dan ingin bermain dengan teman-teman mereka, karena ketika mereka bekerja, beberapa dari mereka mengalami pelecehan fisik," ungkapnya.

Ishak mengatakan kondisi anak yang terpaksa atau dipaksa bekerja adalah akibatkan dari banyaknya orang tua yang kehilangan mata pencaharian mereka dan meningkatnya stress di rumah akibat Covid-19.

Ia pun mengajukan beberapa masukan kepada pemerintah, di antaranya adalah pertama, adanya bantuan sosial dan alternatif untuk anak dapat belajar dengan aman dan mudah.

Kedua, memperkuat payung hukum tentang pekerja anak pernikahan dini, serta mensyaratkan pelaksanaan wajib belajar 12 tahun.

Ketiga, melakukan survei dan penyuluhan tentang kekerasan pada anak serta pekerja di bawah umur, di tingkat keluarga dan masyarakat umum.

"Kondisi ini (kekerasan dan eksploitas anak) harus dihentikan karena anak-anak adalah masa depan. Kami ingin merasa aman, dipedulikan dan terlindungi. Suara kami penting dan harus didengar,” tegas aktivis muda ini.

Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Lenny N Rosalin, membenarkan bahwa anak semakin rentan terhadap kekerasan dan jumlahnya meningkat di masa pandemi virus corona.

Lenny mengatakan presiden memiliki perhatian tinggi terhadap kondisi kekerasan dan eksplotasi anak.

"Karena itulah Kementerian Ketenagakerjaan dan Perlindungan Anak mendapat amanat penting dari presiden, antara lain bagaimana mencegah perkawinan anak serta mengurangi kekerasan terhadap anak, dan bagaimana mengurangi pekerja anak," ujar Lenny.

Ia kemudian memaparkan bahwa pemerintah pada 2019 telah merevisi regulasi yang mengatur batas usia minimum pernikahan, yaitu dari 16 tahun menjadi 19 tahun, sebagai upaya untuk mengurangi praktik pernikahan dini.

Selain itu, ia menyebutkan bahwa pemerintah telah memiliki program mandatori wajib belajar 12 tahun.

"Dengan regulasi yang baru, kami berharap pada akhir 2024 perinikahan anak di Indonesia bisa berkurang secara signifikan. Dan lagi sudah ada aturan wajib belajar 12 tahun, jadi anak-anak harus pergi ke sekolah, tidak untuk menikah dahulu," ucapnya.

Semantara, di Indonesia usia yang diperbolehkan untuk mulai bekerja adalah 15 tahun.

"Anak-anak dapat bekerja, tetapi setelah berusia 15 tahun. Dengan catatan, tidak di bidang berbahaya. Namun, kami mendorong semua orang tua untuk membawa anak-anak mereka ke sekolah dan kemudian mereka dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun pada usia 18 tahun (dapat bekerja)," ungkapnya.

Kemudian terkait dengan pemantauan dan perlindungan anak terhadap praktik kekerasan, ia mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan terobosan berupa Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

"Unit ini memberikan pelayanan terintegrasi, mulai dari saat korban datang ke unit akan didiagnosis apakah membutuhkan pelayanan kesehatan atau mungkin pelayanan hukum atau pelayanan lainnya," terangnya.

"Kami memiliki ini di semua provinsi dan beberapa kabupaten termasuk di provinsi Ishak," imbuhnya.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa Kementerian PPPA juga telah merelokasi anggaran sebasar 70 persen dari total anggaran kementerian untuk fokus membantu keluarga yang memiliki anak, dalam menghadap kondisi krisis kesehatan saat ini.

"Ini realokasi 70 persen dari total anggaran provinsi kita yang sebelumnya tidak terencana. Tapi, kemudian saat pandemi Covid-19 ada keputusan menteri yang keluar," ucapnya.

"Semoga bisa membantu, bisa membantu semua keluarga yang memiliki anak," imbuhnya.

Berdasarkan data dari World Vision, di wilayah Asia Timur dan Pasifik, 15 juta anak perempuan telah putus sekolah sejak sebelum pandemi Covid-19. Angka ini ditambah dengan 1,2 juta anak perempuan (dari TK sampai SMP) yang mungkin tidak memiliki akses untuk sekolah atau putus sekolah pada tahun depan. 

https://www.kompas.com/global/read/2020/11/19/134307570/ishak-anak-ntt-ungkap-peningkatan-kekerasan-dan-eksploitasi-saat-covid-19

Terkini Lainnya

Serangan Rusia di Sumy Ukraina Tewaskan 1 Warga Sipil, 2 Anak Luka-luka

Serangan Rusia di Sumy Ukraina Tewaskan 1 Warga Sipil, 2 Anak Luka-luka

Global
Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Global
Kesalahan Teknis. Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Kesalahan Teknis. Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Global
5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

Global
AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

Global
Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Global
Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Global
Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Internasional
Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Global
Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Global
Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Global
Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 FaseĀ 

Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 FaseĀ 

Global
Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Global
Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Global
Warga Kuba Terpikat Jadi Tentara Rusia karena Gaji Besar dan Paspor

Warga Kuba Terpikat Jadi Tentara Rusia karena Gaji Besar dan Paspor

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke