Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

8 Bulan Bergulat dengan Virus Corona, Wuhan yang Dulu Menderita Kini Berpesta

Media-media internasional menyebutnya episentrum datau ground zero, di tengah teka-teki apakah benar pasien nol berasal dari sana.

Stigma negatif bahkan tidak hanya melekat di kotanya saja, tapi juga hinggap ke warga atau pendatang yang bermukim dari sana.

Beberapa yang dipulangkan ke negara asalnya sampai dituding membawa penyakit, ditakutkan akan menyebarkan wabah, walau tentunya mereka sudah menjalani serangkaian prosedur hingga dinyatakan sehat dan boleh pulang ke negara asal.

Saat itu virus corona jenis baru atau yang bernama resmi SARS-CoV-2, masih berkutat di "Negeri Panda".

Belum banyak negara lain yang melaporkan kasus pertamanya, sehingga semua mata tertuju ke Wuhan, terutama di pasar hewannya yang dipercaya sebagai tempat pertama penularan.

Otoritas setempat langsung bergerak cepat. Dibantu pemerintah pusat, Wuhan adalah kota pertama yang melakukan lockdown untuk mencegah virus corona. Pertaruhan besar pun dimulai sejak 23 Januari 2020.

Total ada 11 juta penduduk di Wuhan, dan sejak lockdown diberlakukan praktis semua aktivitas di kota itu mati suri.

Transportasi mandek, perdagangan seret, dan hampir tak ada aktivitas sama sekali di luar rumah, kecuali bagi yang mendapat izin khusus.

Pemerintah kala itu hanya mengizinkan warga yang memiliki alasan spesifik seperti kondisi medis dan pekerjaan tertentu, untuk bisa keluar rumah. Itu pun jumlahnya sangat dibatasi.

Hal ini juga berlaku bagi alat transportasi pribadi. Mobil dilarang keluar jika memuat lebih dari dua orang, termasuk sopir pada satu kali keberangkatan.

Ketika pelancong telah sampai destinasi mereka di luar Wuhan, mereka harus melaporkan diri ke petugas lokal dan memeriksakan kesehatan mereka selama 14 hari.

Polemik saat itu juga terjadi di dunia medis. Dr Ai Fen yang bertugas di Wuhan, dibungkam karena dituding membagikan informasi soal virus corona, yang kemudian diserbarkan oleh mendiang Dr Li Wenliang.

Oleh kepala komite inspeksi disiplin, dia mendapat teguran karena dianggap "menyebarkan runor" dan "merusak stabilitas".

"Pikiran saya kosong. Dia bukan menegur karena saya tak bekerja keras. Saya dianggap sudah merusak masa depan Wuhan. Saya putus asa," keluhnya.

Setelah itu, setiap staf dilarang untuk saling membagikan gambar maupun pesan yang berisi informasi mengenai virus dengan nama resmi SARS-Cov-2 itu.

Polisi lalu meminta maaf atas perlakuan itu dan pemerintah China menyebut hukuman ke Dr Li Wenliang, yang juga dibungkam karena menjadi whistleblower, tidak layak.

Tapi permintaan maaf itu terlambat. Dr Li meninggal pada 7 Februari karena virus corona. Ia tertular dari pasien yang dirawatnya.

Warganet yang kesal pun meluapkan amarahnya ke polisi dengan berkata di media sosial, "Pergilah minta maaf ke kuburannya!"

Saking ketatnya, hidup warga Wuhan serba susah. AFP pada Jumat (28/2/2020) mewartakan, di pinggiran Wuhan kualitas makanan tidak baik dan harganya bikin geleng-geleng kepala.

"Banyak tomat, banyak bawang, mereka sudah busuk," kata David Dai seorang warga Wuhan kepada AFP. Ia juga mengatakan, lebih dari sepertiga makanan harus dibuang karena tidak layak dikonsumsi.

Situasi kian pelik karena supermarket hanya menerima pesanan dalam jumlah besar, tidak hanya untuk makanan tapi juga barang-barang lain.

Alhasil, untuk membeli makanan warga harus membuat grup obrolan sendiri di aplikasi perpesanan supaya bisa beli borongan.

Namun segala jerih payah Wuhan itu perlahan mulai membuahkan hasil. Pada Senin (24/2/2020) aturan karantina di Wuhan mulai longgar.

Wabah mulai bisa dikendalikan, dan beberapa orang dengan alasa tertentu boleh bepergian ke luar kota.

Bulan depannya kondisi terus membaik. Satu dari 16 rumah sakit darurat yang dibangun untuk menangani pasien Covid-19, ditutup karena tambahan kasus baru mulai turun.

Media pemerintah China CCTV pada 2 Maret melaporkan, rumah sakit itu ditutup setelah memulangkan 34 pasien yang baru sembuh.

Turunnya tambahahan kasus baru tak hanya terjadi di Wuhan, tapi juga di provinsi Hubei secara keseluruhan.

Reuters memberitakan, sejumlah kereta bawah tanah kembali beroperasi dan beberapa perbatasan dibuka.

Sebelumnya pemerintah China telah mengumumkan lockdown Wuhan akan berakhir pada 8 April, yang menandai titik balik dalam perlawanan menangani wabah virus corona.

Tambahan kasus harian Covid-19 di China saat itu juga mulai turun. Jika biasanya mencatatkan 2.000-3.000 kasus baru per hari, mulai akhir Maret penambahannya turun tak sampai 300.

Khusus untuk Wuhan, data jumlah korban meninggal Covid-19 sempat mereka revisi pada 17 April dari 2.579 menjadi 3.869. Kasusnya juga bertambah 325 menjadi 50.333.

Pihak berwenang mengatakan, revisi dibuat setelah memasukkan data pasien yang tidak dirawat di rumah sakit dan meninggal di rumah, karena keterbatasan fasilitas medis di tahap awal wabah corona merebak.

Pada awal 2020, banyak rumah sakit kelebihan beban dan petugas medis sangat sibuk menyelamatkan nyawa pasien. Hal ini menyebabkan keterlambatan dan pengawasan dalam melaporkan kasus, kata pihak berwenang, dikutip dari Hong Kong Free Press.

Beberapa fasilitas juga tidak segera terhubung dengan jaringan epidemi yang lebih luas, sedangkan informasi yang berkaitan dengan kematian tidak lengkap yang menyebabkan kesalahan pelaporan atau penghitungan ulang.

Meski begitu, perubahan data tersebut tetap tak menyurutkan gegap gempita warga Wuhan menyambut berakhirnya lockdown.

Pesta kolam dan pesta bir

Sekitar 6 bulan berlalu sejak lockdown Wuhan, kota yang dulu bermuram durja kembali ceria.

Pada Sabtu (25/7/2020) sekitar 500 turis dari provinsi Henan tiba di Wuhan. Itu adalah kelompok wisatawan terbesar dari luar provinsi sejak Hubei membuka kembali pariwisatanya pada 17 Juli.

Sejak 2 Juni semua distrik di Wuhan diklasifikasikan sebagai area yang minim risiko wabah Covid-19.

Akan tetapi, pemerintah kota Wuhan masih memberikan aturan bahwa jumlah pengunjung harus separuh dari angka yang dibatasi pemerintah sebagai tindak pencegahan terhadap penularan wabah.

Lalu yang paling menyita perhatian belakangan ini adalah pesta kolam di Maya Beach Water Park, pada akhir pekan di pertengahan Agustus.

Pengunjung berjubel memadati taman air populer itu. Mereka asyik bermain air sambil mengenakan pakaian renang dan kacamata untuk festival musik elektronik

Media lokal yang dikutip AFP menyebut kapasitas taman itu dibatasi hanya separuhnya saja, dan menawarkan diskon setengah harga untuk pengunjung wanita.

Sejumlah penonton juga mengenakan jaket pelampung, tapi tak ada satu pun yang mengenakan masker saat DJ dengan headphone kuning cerah beraksi di atas panggung.

Tak lama setelah pesta kolam, Wuhan diramaikan dengan pesta bir.

Pada Jumat (21/8/2020) para pengunjung berkumpul dalam kerumunan berskala besar, menikmati botol bir dan berdiri di bar. Beberapa di antaranya tidak memakai masker.

Pesta kolam dan pesta bir itu mendapat kecaman dunia. Judul "Hidup di pantai Wuhan di saat dunia terdampak virus" dipajang sebagai headline halaman depan Daily Telegraph Australia.

Beberapa judul berita utama media internasional lainnya juga bernada sama, sedangkan komentar di media sosial sangat beragam.

Tapi pemerintah setempat bergeming. Mereka berdalih, pesta-pesta itu diadakan untuk menunjukkan seberapa baik China menangani wabah virus corona.

Surat kabar pemerintah China Global Times menyebut itu "anggur asam" di luar negeri.

Pemerintah China juga memberi pembelaan, pesta kolam itu menunjukkan "kemenangan strategis" Wuhan melawan wabah, dan menyebut foto-foto itu adalah bukti negara berhasil mengendalikan virus.

"Saya melihat laporan relevan oleh AFP, dan dikatakan bahwa orang-orang di Eropa dan Amerika sangat terkejut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian dalam jumpa pers.

"Ini menunjukkan bahwa Wuhan telah memenangkan perangnya melawan epidemi," lanjutnya dikutip dari AFP.

https://www.kompas.com/global/read/2020/09/01/170129570/8-bulan-bergulat-dengan-virus-corona-wuhan-yang-dulu-menderita-kini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke