Temuan ini meningkatkan kekhawatiran bahwa pasien yang sembuh mungkin tidak mengembangkan kekebalan dari Covid-19.
"Sehubungan dengan pemulihan dan infeksi ulang, saya yakin kami tidak memiliki jawaban untuk itu. Itu tidak diketahui," kata Dr Mike Ryan. dikutip dari CNBC.
Direktur eksekutif program kedaruratan WHO tersebut mengatakannya pada konferensi pers di Jenewa, kantor pusat WHO, pada Senin (13/4/2020).
Sebuah studi pendahuluan terhadap pasien di Shanghai menemukan bahwa beberapa pasien "tidak memiliki respons antibodi yang terdeteksi", sementara yang lain memiliki respons yang sangat tinggi.
Pendapat tersebut diucapkan oleh Dr Maria Van Kerkhove, ilmuwan utama WHO pada Covid-19.
Apakah pasien yang memiliki respons antibodi yang kuat kebal terhadap infeksi kedua adalah "pertanyaan terpisah," tambahnya.
Lebih dari 440.000 orang dari 1,9 juta kasus Covid-19 di seluruh dunia telah pulih. Namun, WHO menekankan mereka butuh lebih banyak data dari pasien sembuh untuk mempelajari tanggapan antibodi mereka, apakah memberi kekebalan dan untuk berapa lama.
"Itu adalah sesuatu yang benar-benar perlu kita pahami lebih baik seperti apa tanggapan antibodi dalam hal kekebalan," kata Van Kerkhove, masih dikutip dari sumber yang sama.
Ryan mengatakan, ada pertanyaan apakah virus dapat aktif lagi setelah pasien pulih dan negatif Covid-19.
"Ada banyak alasan mengapa kita mungkin melihat reaktivasi infeksi, baik dengan infeksi yang sama atau agen infeksi lain," terangnya.
Secara umum, "ada banyak situasi dalam infeksi virus di mana seseorang tidak menghapus virus sepenuhnya dari sistem mereka."
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan, mereka sedang mengembangkan tes untuk mendeteksi keberadaan antibodi virus corona untuk menentukan, apakah seseorang bisa kebal terhadap penyakit tersebut.
Sementara tes semacam itu dapat menentukan siapa yang telah terpapar virus, tidak jelas apakah dapat mengidentifikasi mereka yang kebal terhadap infeksi ulang, menurut WHO.
Pada Senin (13/4/2020) pejabat WHO juga memperingatkan, agar tidak mencabut physical distancing dan membuka kembali perekonomian.
Para pemimpin di AS termasuk Presiden Donald Trump dan Gubernur New York Andrew Cuomo mengatakan, mereka berencana menggerakkan lagi perekonomian segera setelah aman melakukannya.
"Sementara Covid-19 meningkat sangat cepat, ia turunnya melambat. Dengan kata lain, jalan turun jauh lebih lambat daripada naik," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan, di kantor pusat Jenewa, Senin.
"Itu berarti kebijakan harus dicabut perlahan-lahan dan dengan kontrol. Tidak bisa langsung."
Tedros lalu menguraikan daftar periksa untuk negara-negara yang harus dipertimbangkan, sebelum mereka mencabut physical distancing:
https://www.kompas.com/global/read/2020/04/14/133347770/who-tidak-diketahui-pasien-sembuh-corona-kebal-infeksi-kedua-atau-tidak