Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berpotensi Timbulkan Virus Baru, HSI Peringatkan Pasar Satwa Liar di Vietnam dan Indonesia

HANOI, KOMPAS.com - Pasar di Vietnam masih menjual tikus dan reptil. Hal itu picu ketakutan masyarakat akan munculnya virus baru.

Di Pasar Burung Thanh Hoa, di mana terdapat 50 kios merentang sepanjang satu kilometer di tepi jalan luar kota Ho Chi Minh, satwa liar dibantai dan dimasak hidup-hidup.

Kondisi pasar itu suram. Lalat beterbangan di atas produk satwa liar yang dijual. Sudah hampir 11 pekan sejak virus corona merebak di Wuhan, namun pasar itu tetap buka.

Animal Charities memperingatkan bahwa perdagangan satwa liar untuk konsumsi bisa memicu virus baru dan menyerukan larangan global pada pasar hewan ini.

Padahal, sejak virus corona muncul, China melarang penjualan dan konsumsi hewan liar. Sebelumnya, ular, tikus dan kelelawar dijual di China.

Pakar mengatakan bahwa pasar satwa liar adalah pusat dari penyakit zoonosis. Yaitu penyakit yang disebabkan oleh konsumsi manusia akan satwa liar. Penyakit itu bisa ditularkan dari hewan liar ke serangga atau ke manusia.

Pasar Thanh Hoa sendiri, adalah pasar yang berjarak sekitar 50 mil dari kota Ho Chi Minh. Juga merupakan pasar daging satwa liar hidup terbesar di Vietnam.

Seorang pengunjung pasar yang merasa ngeri menjelaskan, "Burung dipajang dari pagi sampai malam. Produk disimpan cukup lama dan dikerumuni lalat dan tampak sangat tidak bersih."

Dia melanjutkan, kotoran limbah disemprotkan ke saluran pembuangan. Pembeli kemudian merasa sesak di pasar karena bau kotoran burung dan makanan hewan.

"Burung yang masih hidup terkunci di dalam kandang. Dan dalam beberapa kandang, terlihat kaki-kaki burung itu terikat satu sama lain. Penjual juga menjajakan mata, paruh, sayap, dan mencabut bulu burung-burung itu serta memasak mereka hidup-hidup dengan api yang berasal dari tabung gas kecil. Ada pun burung yang mati diproses dan disimpan."
Pembeli itu juga menjelaskan, selain burung, di pasar itu mudah ditemukan kura-kura, ular, berang-berang, kelinci, tikus dan unggas.

Satu pedagang mengatakan bahwa dia bisa menyediakan 70 kg daging burung setiap pagi dan terjual sekitar 80 ribu ekor burung atau sama dengan 16 ton tiap tahunnya.

Bulan lalu, salah satu media Vietnam mengatakan burung-burung lokal dikaitkan dengan virus H5N6. Sekitar 23 ribu jenis unggas, sebagian besar bebek dan ayam dimusnahkan di 10 peternakan di Vietnam.

Beberapa hari lalu, setelah tekanan memuncak, pemerintah Vietnam memerintahkan Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan untuk merancang larangan pasar satwa liar dan mengajukannya paling lambat 1 April mendatang.

Ada pun Mai Nguyen, dari Human Society International (HSI) menyerukan agar dilakukan penindasan sesegera mungkin terhadap tindakan perdagangan.

Dia berkata, "Keberadaan pasar seperti Tranh Hoa adalah kekejaman terhadap hewan dan masalah keamanan publik.Segala macam binatang dan burung dijejalkan bersama dalam kondisi yang seringkali kotor dan tidak bersih. Ini bisa mengakibatkan bencana kesehatan."

Selain itu, Nguyen juga menyatakan kalau perdagangan satwa liar bisa berkontribusi pada kepunahan spesies.

Presiden HSI Jeffrey Flocken mengatakan bahwa China telah mengambil tindakan tegas tetapi pasar sastwa liar khususnya di Asia dan Afrika tersebar luas dan dapat dengan mudah menjadi awal dari wabah penyakit di masa depan.

HSI juga peringatkan Indonesia yang dianggap memiliki ratusan pasar hewan ekstrem dan memberikan kesempatan perkembang biakan sempurna untuk virus.

Dia mengambil contoh, di pasar Tomohon di Sulawesi Utara, anjing hidup duduk bersama dengan anjing yang sudah mati dibakar sampai garing dengan obor.

Flocken juga mengklaim bahwa anjing rabies diperdagangkan di Indonesia, "Kami tahu dari penyelidikan kami, anjing positif rabies dijual, disembelih untuk dikonsumsi di pasar-pasar ini."

Dia juga melaporkan hasil temuannya di Indonesia, anjing dikurung dan disembelih bersama dengan ular, kelelawar dan tikus. Indonesia diminta Flocken untuk segera ambil langkah-langkah dan memastikannya tidak menjadi titik asal virus mematikan berikutnya.

"Perdagangan seperti ini dapat memicu krisis kesehatan global seperti virus corona, SARS dan flu burung yang mematikan," imbuh Flocken.

Tim HSI juga menyaksikan penjualan timbangan dari trenggiling yang terancam punah di Afrika. Trenggiling, salah satu hewan yang diyakini membawa virus corona.

Sisik trenggiling digunakan dalam pengobatan China meski tidak terbukti kemujarabannya.

Trenggiling telah diidentifikasi sebagai kemungkinan sumber wabah saat ini. Universitas Pertanian China Selatan mengatakan virus corona yang terdapat pada hewan tersebut sangat mirip dengan Covid-19.

Di India, trenggiling yang pernah dijual di Manipur sekarang dijual secara sembunyi untuk menghindari deteksi setelah larangan perdagangan pada 2017.

Pasar di Afrika juga menimbulkan risiko. Peneliti HSI di Kabupaten Lofa, Liberia, menangkap bukti sisik trenggiling yang dijual di pasar empat minggu lalu.

Wendy Higgins, Direktur HSI, mengatakan, “Seorang pria setempat ditangkap. Trenggiling di Afrika menjadi sasaran para pemburu liar terutama karena sisiknya, tetapi juga untuk daging mereka. ”

Peringatan HSI digaungkan oleh Profesor Andrew Cunningham, Wakil Direktur Sains di Zoological Society of London.

Dia berkata,“Pasar hewan liar hidup adalah tempat yang ideal untuk munculnya virus zoonosis. Oleh karena itu, prioritas tertinggi untuk perlindungan kesehatan manusia adalah melarang pasar satwa liar dan mengatur perdagangan satwa liar di masa depan. ”

https://www.kompas.com/global/read/2020/03/15/181502770/berpotensi-timbulkan-virus-baru-hsi-peringatkan-pasar-satwa-liar-di

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke