Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/09/2020, 22:06 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Marina Kaneti, Ph.D., dari National University of Singapore berpendapat bahwa cerita soal jalur rempah akan selalu tidak lengkap tanpa menceritakan elemen keramahtamahan orang Nusantara.

Hal tersebut ia ungkapkan dalam webinar International Forum on Spice Route 2020 sesi Spice Route: A Southeast Asian Perspective, Selasa (22/9/2020).

Baca juga: Sejarah Jalur Rempah di Indonesia, Pengaruh Angin Monsun

“Sekelompok orang yang ada di sekitar pelabuhan yang jadi pusat perdagangan di sepanjang Samudera Hindia dan sekitarnya. Bertukar hal dari agama hingga pengetahuan. Pusat dari interaksi ini adalah permintaan rempah,” kata Marina.

Salah satu sebabnya terutama dari kacamata orang Eropa, kala itu selama berabad-abad  pedagang Arab telah melakukan monopoli perdagangan rempah ke Eropa.

Ilustrasi Alfonso de Albuqerque berusaha menaklukan wilayah penghasil rempah cengkih dan pala, Maluku UtaraDok. Webinar International Forum on Spice Route 2020 Ilustrasi Alfonso de Albuqerque berusaha menaklukan wilayah penghasil rempah cengkih dan pala, Maluku Utara

Selain diasosiasikan dengan perdagangan, jalur rempah juga diasosiasikan degan para petualang.

Mereka yang akhirnya membuka jaringan perdagangan rempah, sebut saja Ferdinand Magellan, Vasco da Gama, hingga Ibnu Batuta.

“Di saat yang sama, jalur rempah juga jadi bagian kronologis dari kolonialisme dan kenangan perlawanan. Seperti eksposisi Portugis dari Ternate pada 1575 setelah pembunuhan Sultan Khairun,” kata Marina.

Budaya ramah tamah orang Nusantara jadi pemicu monopoli

Budaya ramah tamah orang Nusantara, menurut Marina, punya peran penting dalam terciptanya monopoli rempah oleh Eropa.

Baca juga: Peran Muslim China dalam Jalur Perdagangan Rempah Indonesia-Filipina

Berawal pada 1511, kala itu petualang Portugis Alfonso de Albuqurque berusaha untuk menguasai daerah-daerah penghasil rempah terutama cengkih dan pala yakni Maluku.

Namun ia sendiri tidak memiliki pengetahuan yang cukup terutama soal lokasi Maluku kala itu.

Ia sempat mengerahkan banyak armada miliknya untuk mencari Maluku.

Beberapa kru berhasil menemukan Banda dan Ambon, tetapi kru yang berusaha untuk mencapai Maluku Utara gagal dan akhirnya terombang ambing di laut.

“Sultan Bayan Sula dari Ternate mendengar masalah orang-orang Portugis. Akhirnya ia mengirimkan tim penyelamat, menyambut mereka di Ternate yang sebenarnya adalah tujuan utama mereka dalam mencari rempah,” papar Marina.

Ilustrasi cengkeh, rempah yang dulu digunakan sebagai pengharum mulut. SHUTTERSTOCK/SETYO ADHI PAMUNGKAS Ilustrasi cengkeh, rempah yang dulu digunakan sebagai pengharum mulut.

Kebaikan Sultan Bayan rupanya menjadi celah bangsa Eropa untuk melakukan monopoli rempah.

Pasalnya, sebelum misi Alfonso de Albuquerque ini sudah banyak misi dikirim untuk menemukan pulau Ternate dan Tidore. Namun tak pernah berhasil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com