KOMPAS.com – Dawet ayu merupakan salah satu minuman tradisional yang berasal dari Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Minuman terkenal hampir di seluruh daerah di Indonesia.
Seperti dilansir dari Harian Kompas, sastrawan asal Banyumas Ahmad Tohari mengatakan bahwa penyebaran dawet ayu ke sejumlah daerah terjadi karena ada mobilisasi masyarakat Jawa Tengah pada 1980-an.
Baca juga: Apa Bedanya Cendol dan Dawet?
Orang-orang Banjarnegara dan Banyumas diduga membuat dawet di mana pun mereka tinggal.
Dari sanalah kemudian dawet ayu Banjarnegara bisa terkenal. Penjualnya memang belum tentu dari Banjarnegara, tetapi namanya tetap dawet ayu khas Banjarnegara.
Dawet dibuat dari rebusan tepung beras. Warna hijaunya diperoleh secara alami dari perasan daun pandan.
Pemanisnya menggunakan gula kelapa, dan santannya alami dari perasan buah kelapa segar.
Baca juga: Cara Bikin Es Cendol, Minuman Segar Teman Ngobrol di Rumah
Para penjual dawet biasa menggunakan pikulan yang khas untuk berjualan. Pikulan tersebut disebut angkringan dawet ayu atau angdayu.
Ada dua gentong besar yang ditempatkan di sisi kanan dan kiri pikulan. Isinya masing-masing adalah santan dan dawet.
Gentong besar tersebut dibuat dari tanah liat yang dipercaya bisa menjaga suhu dawet dan santan tetap dingin sehingga pedagang tak perlu lagi menggunakan es batu.
Baca juga: Mudik Keliling Jawa, Kenali Beberapa Es Dawet Ini!
Namun kini, banyak juga penjual dawet yang menggunakan es batu agar dawet semakin segar.
Kini juga semakin banyak pedagang yang menjual dawet dengan gerobak dan menggunakan ember plastik ketimbang gentong tanah liat.
Asal usul dawet ayu masih simpang siur dan punya banyak versi.
Menurut Ketua Dewan Kesenian Banjarnegara Tjundaroso, dawet Banjarnegara bisa meraih popularitas konon berawal dari lagu yang diciptakan seniman Banjarnegara bernama Bono.
Lagu berjudul “Dawet Ayu Banjarnegara” ini dipopulerkan kembali oleh Grup Seni Calung dan Lawak Banyumas Peang Penjol pada 1980-an. Grup ini terkenal di Karesidenan Banyumas pada era 1970-1980-an.
Selain versi tersebut, ada pula versi Ahmad Tohari yang mengatakan bahwa berdasarkan cerita tutur turun temurun, ada sebuah keluarga yang berjualan dawet sejak awal abad ke-20.
Baca juga: Bandrek, Minuman Khas Sunda yang Dahulu Mahal
Generasi ketiga pedagang itu terkenal karena cantik. Karena itulah dawet yang dijual sering disebut orang sebagai dawet ayu.
Versi Tohari ini mirip dengan keterangan tokoh masyarakat Banyumas, Kiai Haji Khatibul Umam Wiranu.
Nama dawet ayu muncul dari pedagang yang bernama Munardjo. Istrinya begitu cantik sehingga dawetnya disebut sebagai dawet ayu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.