Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyimak Pembuatan Garam Amed, Warisan Budaya Takbenda dari Bali

KOMPAS.com - Garam amed ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) bersama delapan warisan budaya Bali lainnya.

Persis namanya, garam amed merupakan bumbu lokal yang diproduksi di pesisir Pantai Amed, Karangasem, Bali.

Pembuatan garam amed masih sangat natural. Petani setempat memanfaatkan alam sebagai sumber utamanya.

Kepada Kompas.com, I Made Waktu selaku Sekretaris Koperasi Produsen MPIG Garam Amed Bali menjelaskan proses membuat garam amed di Bali.

Made mengatakan, garam amed diproduksi selama empat bulan dalam setahun mulai Agustus hingga November.

"Biasanya mulai akhir Juli kami persiapkan lahan sejenis petak sawah. Kami buat empat petak lahan dan di tengah petak itu ada namanya tinjungan untuk menyaring air laut," kata Made saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/11/2022).

Made mengatakan, tambak garam amed sebelumnya lebih luas dibandingkan dengan saat ini yang memanfaatkan total empat petak lahan untuk membuat garam.

Jumlah lahan yang makin sedikit ini disebabkan oleh tingginya produksi garam amed pada beberapa tahun lalu.

Produksi garam amed yang tinggi membuat harganya menurun. Sebagian petani pun memilih menjual lahannya kala itu.

Selanjutnya, tinjungan untuk menyaring air laut yang terbuat dari anyaman bambu dan berbentuk prisma akan dialasi dengan filter alami berupa tanah sari.

Air laut diambil langsung dari Pantai Amed, kemudian disiram ke setiap petak tanah secara bergilir.

Tanah petak pertama yang kering terlebih dulu, dipadatkan dan dinaikkan ke tinjungan bersama air laut untuk penyaringan.

Setelah itu, tanah yang sudah memadat di dalam tinjungan diambil dan diletakkan kembali di petak awal, sementara airnya dialirkan ke palungan.

"Penyaringan biasanya di pagi hari. Habis itu turun airnya semua, baru dipindahkan ke palungan atau penjemuran. Biasanya satu petani di tempat penjemuran ada 100 palungan," jelas Made.

Palungan merupakan wadah untuk menjemur air nyah, sebutan untuk air laut yang sudah disaring.

Wadah ini terbuat dari batang pohon kelapa yang dibagi dua dan diberi lubang. Para petani biasanya membersihkan palungan terlebih dulu sebelum memakainya.

Palungan yang diisi dengan air nyah kemudian dibiarkan untuk membentuk kristal garam dengan bantuan sinar matahari.

"Biasanya kami panen di hari keempat. Empat hari kami panen dan siklusnya berlanjut. Jadi memang setiap empat hari itu panen," kata Made.

Petani kemudian memanen kristal garam dan mengumpulkannya di bakul. Garam amed selanjutnya dikeringkan dan diproses di gudang.

Nantinya, garam amed yang disimpan di gudang akan dikeringkan ulang menggunakan sinar matahari sebelum dikemas.

Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Garam Amed Bali akan mengirim produk lokal in ke toko makanan, restoran, dan hotel di Bali juga daerah lainnya.

Made berharap, hasil panen garam amed sebanyak 25 ton per tahun bisa dipasarkan lebih luas. Pasalnya, kini MPIG mencatat penjualan garam amed hanya berkisar lima hingga delapan ton per tahun.

Garam amed juga tersedia di beberapa e-commerce dengan kemasan berbeda. Harganya berkisar mulai Rp 20.000-75.000.

  • Mengenal Bamboo Salt, Garam Asal Korea yang Dimasak di Dalam Bambu
  • 6 Kesalahan Umum Saat Pakai Garam untuk Masak
  • 6 Fungsi Garam Pada Masakan, Bukan Sekadar Bikin Asin

https://www.kompas.com/food/read/2022/11/10/150700375/menyimak-pembuatan-garam-amed-warisan-budaya-takbenda-dari-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke