Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Produk Rekayasa Genetik Kedelai Halal?

KOMPAS.com - Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang kerap dikonsumsi oleh masyarakat Indoensia. Bahkan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia merupakan negara pengonsumsi kedelai terbesar di dunia setelah China.

Hal ini disampaikan oleh Fitriah Setia Rini selaku juru bicara  dari Pusat Kerja Sama dan Standarisasi Halal BPJPH Kementerian Agama saat acara seminar "The 1st Soyfood and Beverages Symposium: The Future Of Soyfood and Beverages Busines" pada Selasa (30/8/2022).

Namun, pada kenyataannya angka konsumsi kedelai di Indonesia berbanding terbalik dengan jumlah sumber daya kedelai yang tersedia. Sehingga Indonesia mengimpor kedelai dari luar negeri.

"Dari data BPS, pada 2022 hampir 90 persen kebutuhan kedelai impor Indonesia diperoleh dari Amerika Serikat," kata Fitriah.

  • Sejarah Kedelai, Masuk ke Indonesia Sejak Abad Ke-16
  • 6 Jenis Pangan dari Kedelai, Bukan Cuma Tempe dan Tahu

Fitriah mengatakan, tingginya angka kebutuhan kedelai tentu perlu diimbangi dengan percepatan produksi kedelai.

Salah satu cara yang bisa dilakukan guna mempercepat produksi kedelai yaitu rekayasa genetik.

Genetic Modified Organism (GMO) atau disebut juga dengan Produk Rekayasa Genetik (PRG) sederhananya ialah organisme yang sudah dimodifikasi secara genetika guna meningkatkan proses pertumbuhan.

"Rekayasa genetik bisa menghasilkan varian kedelai yang tahan lama, serta menghasilkan produk yang lebih baik," ucap Fitriah.

Meskipun secara teknis dapat memperbaiki pertumbuhan kedelai tetapi produk rekayasa genetik ini masih dipertanyakan status kehalalannya.

Fitriah menjelaskan, ada tiga aspek yang menjadi bahan pertimbangan ketika membahas seputar halal atau tidaknya sebuah produk rekayasa genetik (GMO). Di antaranya yaitu aspek kesehatan, lingkungan, dan nilai halal.

"Dari aspek kesehatan, ada kekhawatiran kalau produk GMO bisa menimbulkan alergi atau penyakit pada manusia," ucapnya.

Selain itu dari aspek lingkungan produk GMO dinilai punya peluang untuk mengganggu ekosistem, karena GMO dapat membuat hama menjadi resisten. Serta dikhawatirkan produk GMO menjadi haram apabila disisipkan unsur yang tidak halal.

Dijelaskan bahwa ketentuan regulasi produk yang beredar di Indonesia tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, tentang jaminan produk halal. Namun, lebih rinci diatur dalam Peraturan Permentan Nomor 39 Tahun 2021.

"Dari PP Nomor 39 dijelaskan bahwa tidak semua produk wajib tersertifikasi (halal), karena yang mutlak tersertifikasi halal hanya produk yang berkaitan dengan makanan, minuman, obat, dan kosmetik," papar Fitriah.

Baca juga: Apakah Indonesia Mampu Swasembada Kedelai Lokal?

Sementara untuk produk kimiawi, biologi, dan produk rekayasa genetik, hanya wajib tersertifikasi halal bila produk tersebut berkaitan dengan makanan, minuman, obat, dan kosmetik.

"Jadi sebenarnya produk tanaman seperti kedelai yang asli, tidak perlu tersertifikasi. Namun,  ketika kedelai tersebut dihasilkan dari rekayasa genetik, maka wajib tersertifikasi," katanya.  

Ketentuan terkait produk rekayasa genetik dan produksinya di Indonesia juga sudah diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 35 Tahun 2013.

Pada fatwa tersebut dijelaskan bahwa proses rekayasa genetik yang dilakukan pada hewan, tumbuhan, dan mikroba, adalah mubah(boleh). 

Namun, dengan syarat hanya dilakukan untuk kemashlahatan, tidak membahayakan, dan tidak menggunakan bagian lain yang berasal dari tubuh manusia.

Peraturan terkait kewajiban mengurus sertifikasi halal produk rekayasa genetik sudah dimulai sejak 17 Oktober 2021 hingga 17 Oktober 2026.

"Apabila sampai 17 Oktober 201 masih ada produk GMO yang belum  mengajukan sertifikasi, maka akan dikenakan teguran tertulis. Apabila masih belum diindahkan, maka akan dilakukan penarikan barang dari peredaran," pungkas Fitriah.

https://www.kompas.com/food/read/2022/08/30/203300675/apakah-produk-rekayasa-genetik-kedelai-halal-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke