Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengalaman Anak Indekos Langganan Katering, Berguna atau Tidak?

KOMPAS.com - Sebagai anak indekos atau kos yang menggunakan jasa katering bisa menjadi salah satu alternatif untuk hidup hemat dan praktis.

Banyak pengalaman yang membuat anak kos memutuskan untuk menggunakan katering. Mulai dari tak ada waktu untuk memasak, tidak bisa masak, sampai ingin berhemat.

Alasan-alasan dan pengalaman anak kos ini bisa menjadi refrensi untukmu jika hendak menggunakan jasa katering.

Bisa untuk menabung

Pengalaman memakai jasa katering dari Lydia (23) saat ia menjadi anak kost saat di bangku SMA. Hal itu cukup membantunya dalam manajemen keuangan.

Ia menggaku sejak SMA dirinya bisa menabung uang makan dan tidak perlu keluar beli makan.

"Jadi kan katering sudah dibayar sama mama dan papa. Uang saku dari orang tua bisa ditabung dengan full," jelas Lydia kepada Kompas.com Kamis (19/11/2020).

Lydia memilih katering yang bisa mengantarkan makanan dari makan siang hingga makan malam. Dalam jangka waktu satu bulan ia membayar sebesar Rp 750.000, harga tersebut berlaku pada 2014.

Lydia melanjutkan jika makanan yang berasal dari kateringnya tersebut lumayan bervariasi. Saat siang hari sepulang sekolah ia mendapatkan lauk berupa protein dan sayur.

"Contohnya dulu fuyunghai sama cah kangkung, lalu sorenya ayam katsu dan sup miso," tambahnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Tian (20). Saat masih duduk di kelas 2 SMA atau kelas XI, ia mendapatkan katering yang dipesan oleh orang tuanya.

"Aku dulu pakai katering yang kasih satu makanan perhari, jadi bebas mau kapan aku mintanya. Sebulan sebelumnya suruh milih mau dikirim kapan. Kalau aku sering minta pas makan siang," paparnya.

Tian sering menyimpan makanan kateringnya untuk dimakan malam hari jika ia pergi dengan temannya saat siang hari. Sehingga ia bisa menabung uang untuk sekali makan.

Pengalaman lain juga di rasa David (23), yang menjadi anak kos saat menempuh pendidikan di universitas.

"Dulu aku enggak terlalu peduli dan cuek soal rasa. Paling penting aku kenyang dan bisa makan. Akhirnya ya bisa kok, aku bisa nabung dan beli gitar yang harganya lumayan dengan uang sakuku sendiri," jelas David.

"Itung-itung bantuin orang tua, hehehe," tambahnya.

Pengalaman cepat bosan

Berbeda dengan tiga orang di atas, ada Josselin (23) yang mengaku mudah bosan dengan makanan katering. Ia menganggap setiap harinya makanan katering yang disantap memiliki rasa yang sama.

"Mungkin karena bumbu yang digunakan sama dan lauknya cuma berbeda. Itu yang buat bosen ya," jelasnya.

Ia mencontohkan satu hari mendapat cah sawi, besoknya cah bayam dengan rasa yang mirip. Hal tersebut membuatnya mudah jenuh.

Pengalaman yang sama juga dirasakan Valeri (23) saat masih menjadi anak kos pada 2013. Ia mengatakan jika sajian katering sering terabaikan karena ia bosan dengan makanannya.

"Pernah aku kayak simpen terus dikulkas soalnya bosan, aku mikirnya pengen buat bekal di sekolah tapi terlalu bosan dan kadang rasanya hambar, jadi terbengkalai" paparnya.

Valeri yang merasa jasa katering kurang cocok baginya, akhirnya memutuskan tidk menggunakannya lagi setalah tiga bulan berlangganan.

Ia menyarankan jika anak kos yang suka memperhatikan rasa makanan, lebih baik masak sendiri di dapur kos.

"Ya aku akhirnya masak sendiri, beli bahan di pasar terus masak di kostan. Lumayan banget itu murah dan makannya juga engak bikin bosen," tutupnya.

https://www.kompas.com/food/read/2020/11/24/164700675/pengalaman-anak-indekos-langganan-katering-berguna-atau-tidak-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke