Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen UMJ Tanggapi Program Cegah Stunting dari Capres Cawapres 2024

Kompas.com - 05/02/2024, 09:14 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Dalam masa kampanye, ketiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) menyampaikan program-program yang akan dilaksanakan jika menang dalam Pemilu 2024 (Pemiliham Umum).

Ketiga paslon memiliki gagasan untuk mengatasi berbagai permasalahan masyarakat Indonesia, termasuk mencegah stunting atau gagal tumbuh pada anak-anak.

Pasangan calon (paslon) nomor urut 1 menawarkan program pendampingan ibu hamil hingga 1000 hari pertama kehidupan anak. Penurunan angka prevalensi yang ditargetkan antara 11-12,5 persen.

Sedangkan paslon nomor urut 2 menawarkan program pemberian makan siang dan susu tiap hari bagi anak-anak sekolah, bantuan gizi pada ibu hamil dan balita, serta Kartu Anak Sehat.

Baca juga: Guru Besar UI: Stunting Bisa Dicegah dan Diatasi

Butuh usaha sangat besar untuk mencapai target program itu 

Melalui program ini paslon nomor urut 2 optimis dapat menekan angka prevalensi stunting hingga di bawah 10 persen.

Sementara itu paslon nomor urut 3 menawarkan program 1.000 hari pertama dan pasokan gizi untuk anak hingga usia 5 tahun.

Program lainnya adalah 1 Desa 1 Puskesmas 1 Dokter/Nakes (tenaga kesehatan). Targetnya untuk menekan angka prevalensi stunting hingga di bawah 9 persen.

Menanggapi program pencegahan stunting dari ketiga paslon tersebut, Dosen Sarjana Gizi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr Sugiatmi menyatakan, para paslon butuh usaha yang sangat besar untuk mencapai target dari program tersebut.

Dosen yang kerap disapa Atmi ini menerangkan, saat ini prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi. Hasil survei SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) 2021, prevalensi stunting di Indonesia berada pada 21,6 persen, sedangkan target pemerintah pada 2024 sebesar 14 persen.

"Beberapa paslon menargetkan penurunan prevalensi stunting antara 9-12 persen. Maka effort-nya lebih besar lagi. Karena masalah stunting bukan hanya masalah gizi yang terlihat sekarang ini tetapi merupakan masalah gizi kronik yang terjadi sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun (1000 hari pertama kehidupan) dan melibatkan berbagai penyebab baik langsung maupun tidak langsung," terang Atmi seperti dikutip dari laman UMJ, Senin (5/2/2024).

Baca juga: Tips Memilih Jurusan Kuliah ala Dosen UMJ

Dosen yang juga Ketua Program Studi Ilmu Gizi ini menambahkan, penyebab langsung yang dimaksud adalah asupan gizi yang tidak cukup dan penyakit infeksi yang berulang.

Sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah masalah ketersediaan pangan, pola asuh dan sanitasi, akses layanan kesehatan. Serta penyebab dasar ekonomi (kemiskinan), dan pendidikan yang saling berkaitan.

"Pemberian susu dan makan siang gratis kepada anak sekolah ini program yang bagus. Namun hanya menyentuh pada penyebab langsung dan perlu dipikirkan keberlanjutan program dan sumber dananya," ungkap Atmi.

Atmi menerangkan, bahwa penanggulangan atau intervensi yang dilakukan harus terintegrasi antara penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan penyebab dasar.

Selain itu melibatkan lintas sektor baik pemerintah, swasta, organisasi kemasyarakatan serta institusi pendidikan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com