Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Lewat "Desain Berbasis Masyarakat", Komunitas Diajak Berpartisipasi Atasi Stunting di Tanah Air

Kompas.com - 13/10/2023, 17:19 WIB
Inang Sh ,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius di Indonesia.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen atau dialami sekitar 4,6 juta bayi di bawah lima tahun (balita).

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang disebabkan kekurangan gizi kronis dan penyakit infeksi berulang sejak menjadi janin dalam kandungan sampai usia dua tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

Kondisi gagal tumbuh itu dapat diukur melalui panjang dan tinggi badan menurut umur. 

Dampak jangka pendek stunting, antara lain terganggunya perkembangan otak, termasuk gangguan kemampuan fungsi kecerdasan anak, dan gangguan pertumbuhan fisik atau gangguan pertumbuhan tinggi badan.

Stunting juga meningkatkan risiko penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, dan stroke.

Baca juga: Aktif Bantu Penurunan Stunting, Tanoto Foundation Terima Penghargaan dari Marruf Amin

Mengutip Stunting-pedia: Apa yang Perlu Diketahui tentang Stunting yang diterbitkan Tanoto Foundation, upaya pencegahan stunting memerlukan intervensi gizi spesifik dan sensitif yang saling mendukung. 

Intervensi gizi spesifik adalah intervensi yang menyasar penyebab langsung masalah gizi, seperti pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan makanan pendamping ASI (MPASI), pola asuh, serta pencegahan dan penanganan penyakit infeksi. 

Sementara itu, intervensi gizi sensitif adalah intervensi yang menyasar penyebab tidak langsung dari masalah gizi, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi layak, pendidikan anak usia dini, ketahanan pangan, dan jaminan sosial.

Penguatan praktik pemberian makanan bayi dan anak (PMBA) merupakan salah satu intervensi gizi spesifik yang menyasar ibu hamil dan orangtua dengan balita. 

Grants Manager Early Childhood Education and Development (ECED) sekaligus Team Leader Program Stunting Tanoto Foundation Fransisca Wulandari menjelaskan, praktik pemberian makan bayi dan anak (PMBA) yang tidak tepat akan menyebabkan anak tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup dan optimal.

Baca juga: Bantu Penurunan Stunting lewat Buku dan e-Learning, Tanoto Foundation Dapat Apresiasi dari BKKBN

“Padahal periode emas tumbuh kembang anak adalah usia 0-2 tahun. Saat usia ini, anak sangat membutuhkan asupan gizi yang lengkap dan cukup sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (13/10/2023).

Fransisca menjelaskan, praktik PMBA yang sering terjadi di Indonesia adalah rendahnya pemberian protein, khususnya hewani, pada anak selama periode pemberian MPASI pada anak usia 6 bulan ke atas. 

Hal itu terlihat saat orangtua cenderung memberikan nasi atau bubur sebagai MPASI. 

“Perilaku itu ditambah dengan kebiasaan kurang baik, yaitu mengkonsumsi makanan tidak sehat atau makanan yang diolah secara instan,” katanya. 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com