Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Para Tenaga Pelatih dalam Program SIDP dari British Council

Kompas.com - 26/01/2024, 09:20 WIB
Erwin Hutapea

Penulis

“Kendala yang menantang kita belum bisa jangkau semua ragam disabilitas karena banyak. Bagaimana cara melibatkannya? Kawan-kawan partner masih terus bereksperimen, coba ini itu. Perlu pemahaman bersama tentang hambatan kawan-kawan disabilitas,” imbuhnya.

Meski demikian, menurut dia, pelatihan SIDP ini merupakan langkah awal yang baik karena mempunyai keberpihakan khusus. Sebab, berkenalan dengan para penyandang disabilitas itu seperti mengingatkannya bahwa selama ini banyak yang melupakan mereka.

“SIDP ini untuk membalas hal yang belum saya lakukan bahwa kelompok ini (penyandang disabilitas) sempat kami lupakan. Saya merasa bangga bisa terlibat dalam proses ini dan memahami konteks baru, serta mendorong kawan-kawan disabilitas juga bisa memiliki pemenuhan hak yang sama dengan saya tanpa hambatan,” tutur Dany.

Baca juga: Kembangkan Literasi Digital di Daerah, British Council Gelar Pelatihan SIDP

Penyandang tunanetra sebagai Community Level Trainer

Pengalaman serupa sebagai tenaga pelatih dalam program SIDP juga dirasakan oleh Pratama Rizky Jusufi Lodong, yang akrab dipanggil Rizky.

Ia merupakan tunanetra yang dalam kesehariannya menjadi guru kelas 4 dan 5 tunanetra, serta guru pelajaran Seni Budaya kelas 12 di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Kota Radja, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sekolah ini juga merupakan almamaternya.

Awal mula Rizky berkenalan dengan SIDP saat dirangkul oleh Yayasan Pikul di Kupang sebagai mitra pelaksana British Council Indonesia. Ia diinformasikan untuk mengikuti seleksi sebagai Community Level Trainer (CLT) dan setelah dinyatakan layak, ia bergabung dengan program ini tahun 2021.

Materi yang dirancangnya cukup beragam, contohnya cara berselancar dengan aman di internet, mengaktifkan dan menonaktifkan komputer, serta mengakses MS Office.

“Materi-materi itu sangat membantu teman-teman yang belum mengenal apa itu digital. Ada juga materi untuk membuat akun e-mail dan kata sandi, serta mengidentifikasi berita asli dan palsu,” kata Rizky, Kamis (25/1/2024).

Ia mengungkapkan bahwa sesudah mengikuti pelatihan, kebanyakan peserta memiliki keterampilan yang meningkat, seperti mampu mengoperasikan komputer dan ponsel, menggunakan screenreader, menjalankan usaha berjualan secara online bagi penyandang low vision, serta membuat akun dan kata sandi untuk media sosial.

Dalam bertugas sebagai CLT, ia telah memberikan empat pelatihan di wilayah Kupang, dengan jumlah peserta 30 orang dalam rentang usia antara 18 sampai 30 tahun, yang bertempat di kantor Dinas Sosial dan Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) setempat.

Hampir sama dengan Dany, Rizky pun menghadapi tantangan saat menyampaikan materi pelatihan, baik dari peserta maupun dirinya sendiri.

“Ada 30 peserta tanya dalam waktu bersamaan, kewalahan juga, jadi harus keliling memberi arahan kepada masing-masing individu yang tanya. Itu agak susah bagi saya sebagai CLT dengan kondisi seperti ini,” ucapnya.

Akan tetapi, dia mengaku tetap bersemangat karena pelatihan ini sangat membantu untuk orang-orang sepertinya. Sebagai contoh, mereka sekarang sudah bisa memesan ojek dan taksi online secara mandiri, dan pergi ke tempat kerja atau usaha mereka masing-masing.

Selain itu, ada pula yang sekarang mampu berbisnis secara online sehingga tidak perlu lagi berjualan keliling di luar. Mereka tinggal mengunggah produk yang dijual dan memesan kurir untuk mengantar produk jualannya ke konsumen.

Dalam program SIDP ini juga Rizky mendapat pengalaman baru, yaitu ada talking book yang disosialisasikan sehingga cukup efektif saat didengarkan kepada tunanetra.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com