Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Seto Mulyadi
Ketua Umum LPAI

Ketua Umum LPAI; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma; Mantan Anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Kemenkumham RI

Bukan Prevensi, Saatnya Mitigasi Perundungan

Kompas.com - 25/01/2024, 15:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kedua, saat antarkeluarga berseteru karena anak dari salah satu keluarga tersebut telah menjadi korban perundungan teman sekolahnya, di lapangan anak-anak tersebut justru terus saling bermain seperti tidak ada kejadian apa pun yang merisaukan ayah bunda mereka.

Ada pula situasi unik. Yakni, pascadilaporkan ke polisi, pelaku menjauhi korban. Korban kemudian mengeluh ke gurunya, bahkan ada pula yang bertanya langsung ke pelaku, “Kenapa temanku tak mau lagi bermain denganku?”

Meski kalimat yang terucap itu sangat sederhana, namun tergambar kompleksitas situasi di seputar perundungan. Bahwa, anak-anak tidak menganggap masalah mereka seberat seperti yang orangtua mereka persepsikan.

Bukan gesekan fisik yang mereka persoalkan, namun justru betapa mereka seolah menjadi bermusuhan akibat penyikapan yang dilakukan orangtua. Juga, betapa kuatnya keinginan anak-anak untuk saling bermaafan dan menata kembali pertemanan mereka.

Setiap peristiwa perundungan perlu disikapi sesuai bobot situasinya masing-masing. Tidak bisa sekadar dipukul rata.

Namun gambaran situasi di atas memperlihatkan bahwa dibutuhkan langkah mitigasi yang tepat agar beban anak-anak yang terlibat tidak justru semakin berat.

Lebih-lebih ketika kasus perundungan telah sampai di meja kepolisian, langkah mitigasi tetap perlu diupayakan secara maksimal.

Dan langkah-langkah mitigasi itulah yang sekian banyak orangtua dan sekolah belakangan ini semakin gencar ingin mereka ketahui setelah terjadinya aksi perundungan.

Pihak-pihak tersebut mengundang LPAI bukan lagi untuk bicara tentang pencegahan berupa prevensi (sebelum peristiwa) perundungan, melainkan untuk memberikan pencerahan pascakejadian agar situasi tidak semakin berat untuk mereka hadapi.

Tentu, tidak ada yang keliru bila orangtua memutuskan membawa masalah perundungan anak mereka ke ranah pidana anak di kepolisian.

Keputusan sedemikian rupa boleh jadi dilatarbelakangi kombinasi antara pemahaman yang lebih baik dan perasaan gundah orangtua atas kejadian yang dialami oleh putra putri mereka.

Kunci keberhasilan mitigasi yang LPAI ikhtiarkan adalah mencoba menenangkan semua pihak dengan mengajak curhat seputar konsideran UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

Ada tiga hal yang kami tekankan. Pertama, dalam situasi apa pun, anak tetap harus dipandang sebagai insan yang memiliki masa depan, dan kewajiban semua pihak untuk mendampingi anak-anak ke masa depan mereka.

Kedua, penanganan anak harus sedapat mungkin bersih dari unsur balas dendam. Ketiga, manfaat positif yang dapat diraih adalah apabila semua pihak bersepakat menempuh keadilan restoratif (restorative justice) sebagai jalan keluar.

Terkait butir ketiga ini, LPAI mengingatkan semua pihak bahwa restorative justice pada kenyataannya telah dipraktikkan masyarakat Indonesia sejak berabad-abad silam. Bahkan sebelum nusantara ini bernama Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com