Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Galih, Guru SD yang Lulus S2 dari University College London

Kompas.com - 28/11/2023, 13:22 WIB
Dian Ihsan

Penulis

Dari pengalamannya mengajar di sejumlah sekolah-sekolah elit taraf internasional Jakarta inilah yang justru memunculkan keresahannya atas timpangnya kualitas pendidikan anak-anak lain yang tak mendapat akses setara.

Kemudian, dia berkomitmen mendalami perencanaan dan kebijakan terkait pendidikan yang menurutnya dapat bermuara tidak hanya pada perkembangan anak didik, tetapi juga laju pertumbuhan ekonomi negara. Keinginannya untuk mengambil studi S2 pun mekar di sini.

Keinginannya untuk melanjutkan pendidikan S2 ke luar negeri bahkan sempat disebut sebagai mimpi yang ketinggian.

"Sarjana pendidikan ya ngajar di sekolah. Dengan anggapan tersebut dan justru membuktikan bahwa menjadi guru SD sekalipun dibutuhkan bekal pengetahuan yang banyak sekali," jelas dia.

Seperti yang sudah tertanam dalam benak Galih, pendidikan memiliki interseksi dengan banyak hal seperti kesehatan, perdamaian, keadilan sosial, ekonomi, hingga pemenuhan hak asasi manusia. Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dipilih sebagai kendaraan untuk mewujudkan keinginannya.

"Jadi udah kepikiran apa yang mau dilakukan, sehingga sepertinya itu yang kemudian memudahkan juga jalan untuk bisa diterima beasiswa LPDP," ungkap Galih yang tergabung dalam angkatan PK-122 Samudraraksa ini.

Baca juga: Unusa Gapai Akreditasi Unggul dari BAN-PT hingga 2028.

Kuliah menambah wawasan

Galih memulai kuliahnya di London pada 2018. Diakui bahwa pengalamannya bekerja di sekolah internasional membuatnya kagum dengan pendidikan Barat sebagai metode yang adiluhung.

Namun, dia justru menemukan perspektif baru saat berada di Inggris, yang notabene masih dunia Barat.

Galih diajarkan tentang kontekstualisasi. Bahwa setiap negara memiliki masalahnya sendiri yang tentunya terdapat perbedaan formulasi penanganannya.

"Sebenarnya tidak adil untuk kita membandingkan setiap negara. Tapi kalau saya boleh cerita apa sih yang kemudian membuat pendidikan di Inggris misalnya itu lebih maju daripada pendidikan kita di Indonesia," ungkap Galih.

"Jawabannya adalah membaca buku, sehingga pendidikan di sana maju," tambah dia.

Membaca buku adalah kegiatan yang tak asing lagi dan sudah menjadi budaya masyarakat Inggris.

Dia menemukan mudahnya mendapatkan buku di ruang publik sebagai sumber pengetahuan. Banyak dari orang tua yang juga punya tradisi membaca di rumah dengan anak-anaknya.

"Karena mereka sudah terbiasa baca buku, mereka sudah terbiasa melihat kalau kita baca buku kan baik itu fiksi atau non-fiksi, kita membaca kalimat, kita terpapar dengan banyak vocabularies gitu ya, kosakata, dan kita terpapar juga dengan berbagai sudut pandang," jelas Galih.

Kekayaan informasi dan wawasan dari membaca buku ini membantu anak-anak berpendidikan di sana untuk mudah berargumen di muka umum. Inilah yang sebenarnya cocok dengan kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia.

Baca juga: Di Hari Guru Nasional 2023, Jokowi: Berkat Guru Saya Jadi Presiden

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com