KOMPAS.com - Muhammad Fauzan Syahbana dari Program Pendidikan Sarjana Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) tidak menyangka dirinya bisa lulus dengan raihan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi, yakni 3,99.
Dia bersyukur dan merasa gemas dengan hasil akhir IPK yang diraih saat kuliah.
Baca juga: Kisah Athena, Lulus S2 UI dengan IPK 4,00 pada Usia 22 Tahun
Dia bercerita, indeks prestasinya sempat turun saat pandemi Covid-19 merebak, ketika proses pembelajaran yang awalnya luring berubah menjadi daring.
Di saat itulah, dia mengalami sedikit kesulitan untuk menyesuaikan diri.
Namun, meski mengalami banyak hambatan, dia tak kehilangan tekad untuk terus menimba ilmu.
Selama mengikuti pendidikan di UI, dia merasa terbantu dengan adanya dosen-dosen di Departemen Fisika yang selalu support.
Menurutnya, mereka berdedikasi dalam mengajarkan ilmu kepada para mahasiswa.
"Di Fisika ada beberapa peminatan, saya ambil Fisika Nuklir dan Partikel Teoretis. Di bawah bimbingan Prof. Terry Mart, saya meneliti partikel meson, yaitu partikel kecil yang sangat berpengaruh bagi perkembangan teknologi, terutama untuk ratusan hingga ribuan tahun ke depan," kata Pria yang akrab disapa Sabana ini, dikutip dari laman UI, Rabu (27/9/2023).
Dia mengaku, penelitian terkait partikel meson penting dalam kajian nuklir. Bahkan, pengembangan nuklir diperlukan, karena manusia tidak bisa terhindar dari penggunaan energi.
Untuk saat ini, 70-80 persen konsumsi energi dunia masih dikuasai oleh energi fosil batubara.
Di Indonesia, penggunaan energi fosil mencapai 91 persen, terdiri atas minyak, gas alam, dan batubara. Sedangkan 9 persen lainnya dikuasai oleh energi baru terbarukan, seperti PLTA, energi bayu, dan sebagainya.
Baca juga: Gaji Guru PPPK 2023, Ini Rinciannya
Sabana serius pada penelitian itu berawal dari kecintaannya dengan pelajar Fisika semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Motivasi terbesarnya saat itu adalah mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN). Dia pun membuktikan ketertarikannya hingga memperoleh Medali Emas di OSN 2018.
Pada akhirnya, pencapaian Sabana di OSN berhasil membawanya masuk menjadi mahasiswa UI melalui jalur prestasi.
Saat kuliah, dia tetap mengikuti berbagai perlombaan dan olimpiade. Dia mengikuti Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (ONMIPA) pada 2020 dan 2021 serta berhasil menyabet Medali Perak dan Medali Emas.
Dia berharap ke depannya dapat melanjutkan pendidikan di bidang fisika plasma, karena ilmu tersebut belum banyak dikaji di Indonesia.
Padahal, fisika plasma dapat digunakan untuk mengembangkan reaktor nuklir fusi yang menggabungkan atom seperti di matahari.
"Reaktor fusi akan hadir sebagai salah satu sumber energi paling bersih, aman, dan murah, karena hanya membutuhkan air sebagai bahan utama. Reaktor ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan," jelas dia.
Baca juga: Pasar Tanah Abang Sepi, Pakar UI: Barang dari Impor Jauh Lebih Murah
Dia memiliki harapan bisa menimba ilmu itu di luar negeri, lalu kembali ke Indonesia untuk mengembangkannya, agar Indonesia bisa menciptakan reaktor nuklir fusi pertama.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.