Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Tanah Abang Sepi, Pakar UI: Barang dari Impor Jauh Lebih Murah

Kompas.com - 21/09/2023, 18:21 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Sepinya pengunjung di Pasar Tanah Abang membuat sejumlah pedagang dihadapkan pada situasi yang pelik.

Bahkan, beberapa di antara mereka sampai harus 'gulung tikar', karena aktivitas jual beli yang kian menurun.

Pakar Ekonomi Digital FEB UI, Ibrahim Kholilul Rohman menyampaikan kondisi ini tidak hanya dialami oleh Pasar Tanah Abang saja, tetapi juga dialami hampir di semua sentra perdagangan retail Jakarta, seperti Glodok, Cipulir, Thamrin City, Ratu Plaza, dan sebagainya.

Baca juga: Seleksi Guru PPPK 2023 Tidak Gunakan CAT dari Kemendikbud

Menurutnya, faktor yang berpengaruh pada menurunnya aktivitas jual beli ini disebabkan oleh aspek demand (permintaan) dan aspek supply (penawaran) yang bekerja secara bersama-sama.

Dari sisi demand, Ibrahim mengatakan proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) memang cenderung melemah. Proporsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB pada pertengahan tahun 2023 adalah proporsi terendah dalam sepuluh tahun terakhir.

"Konsumen cenderung mengalami penurunan kemampuan daya beli dari beberapa aspek, seperti dampak krisis akibat Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, sehingga perekonomian grass root belum benar-benar rebounding. Masyarakat lebih berhati-hati (precaution), ditandai dengan peningkatan tabungan di bawah Rp 5 miliar," kata dia dikutip dari laman UI, Kamis (21/9/2023).

Dari sisi supply, sebut dia, masuknya barang-barang impor dari luar negeri, terutama dari China yang jauh lebih murah diperjualbelikan melalui platform digital, turut menyebabkan barang-barang yang dijual secara langsung, seperti di pasar atau offline menjadi kurang bersaing dari sisi harga.

Ibrahim mengatakan, secara umum masyarakat Indonesia memiliki pola permintaan yang price elastic.

Hal ini dapat diartikan bahwa sedikit perubahan pada harga akan menyebabkan perubahan yang lebih besar pada kuantitas barang yang diminta.

Dia mengaku, platform penjualan online menjadi lebih menarik bagi konsumen, karena mudah didapat dan harga lebih murah.

Baca juga: Kemendikbud: Sistem Zonasi Dihapus Tidak Selesaikan Masalah PPDB

Terlebih, dalam platform tersebut juga didukung dengan ekosistem keuangan yang memudahkan konsumen dalam bertransaksi, seperti digital wallet, digital banking, fintech, peer to peer lending (P2P).

Bahkan, ada paylater yang memungkinkan orang membeli barang meskipun dalam kondisi tidak memiliki budget.

Lanjut Ibrahim menyampaikan, digital platform umumnya memiliki network effect yang sangat besar.

Didukung dengan pengguna yang banyak, personalized product bisa dilakukan, sehingga konsumen mendapatkan apa yang diminta dengan harga yang sesuai dengan kemampuan.

"Pada ilmu ekonomi, hal ini disebut dengan 1st degree price discrimination, di mana setiap pembeli dengan daya beli yang berbeda-beda dapat dilakukan personalized kebutuhannya," jelas Ibrahim.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com