PPDB 2023 telah memakan banyak korban. Wali Kota Bogor Bima Arya mencopot delapan kepala sekolah SMP negeri.
Gubernur Jawa Barat sewaktu dijabat Ridwan Kamil melaporkan 80 kasus pemalsuan data PPDB ke polisi.
Di Serang, polisi menangkap calo yang menipu dan memeras orangtua calon peserta didik. Ombudsman di beberapa tempat juga sedang melakukan investigasi dugaan jual beli kursi. Tentunya, masih banyak kasus lainnya.
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek) Chatarina Muliana Girsang menyampaikan, hasil evaluasi mengenai seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB zonasi.
Pada forum diskusi kebijakan pendidikan dan kebudayaan di Jakarta, 16 September 2023, ia menjelaskan bahwa Kemendikbudristek menemukan banyak penyimpangan dari setiap jalur PPDB zonasi. Mulai dari manipulasi kartu keluarga, jual beli kursi, hingga pemalsuan dokumen.
Kalau kita cermati, ini bukan hal baru. Setiap tahun selalu ada. Lalu, sampai kapan ini dibiarkan sebagai masalah tahunan yang menelantarkan hak anak-anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dan berkeadilan?
Jika tidak ada perubahan kebijakan di Kemendikbudristek, maka tahun depan cerita ini akan kembali terulang.
Setidaknya, hingga kini, belum ada gelagat adanya rencana perubahan sistem PPDB mendatang.
Beberapa pernyataan para pejabat di negeri ini belum pada titik perlunya revisi Permendikbud No.1 tahun 2021 sebagai acuan utama PPDB di daerah yang melahirkan sengkarut ini.
Problem PPDB masih dianggap sebagai masalah di daerah. Presiden Joko Widodo pun menganggap ini sebagai masalah kecil di lapangan yang semestinya bisa diselesaikan oleh kepala daerah, jangan ditimpakan ke presiden atau pemerintah pusat.
Hal senada juga disampaikan oleh jajaran Kemendikbudristek saat RDP dengan Komisi X DPR RI. Mereka terkesan cuci tangan dan mengarahkan tudingan kisruh PPDB 2023 kepada pemerintah daerah.
Masyarakat tambah kecewa lantaran tudingan ini dibarengi dengan sikap Mas Menteri Nadiem Makarim yang bukan memberikan solusi, tapi malah curhat selalu terkena getah akibat kebijakan warisan masa lalu.
Memang benar, kebijakan zonasi adalah warisan masa lalu. Namun, Permendikbud No.1 tahun 2021 adalah kebijakan Mas Menteri yang memperburuk kisruh zonasi masa lalu.
Sejak diberlakukan 2021, aturan ini memakan banyak korban di daerah. Kemendikbudristek malah mengklaim secara sepihak, bahwa sistem ini adalah sistem terbaik dan untuk pemerataan akses dan mutu.
Namun apa yang terjadi? Sejak sistem seleksi berdasarkan zonasi diberlakukan pada 2017 hingga kini 2023, pemerataan akses dan mutu masih jadi mimpi bersama, belum nyata adanya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.