Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Pendidikan Tinggi bagi Semua Orang

Kompas.com - 21/09/2023, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 2022, tingkat partisipasi pendidikan tinggi nasional hanya mencapai 31,16 persen dari jumlah penduduk. Masih rendahnya angka ini menempatkan Indonesia pada urutan ke-92 dalam peringkat partisipasi pendidikan tinggi global, menurut Institut Statistik UNESCO.

Padahal, menurut Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), pendidikan tinggi berperan sentral menggerakkan daya saing ekonomi nasional terutama di era perekonomian global yang kian bergantung pada pengetahuan.

Sejalan dengan Visi Emas Indonesia untuk menjadi perekonomian utama dunia pada 2045, pendidikan tinggi hendaknya menjadi indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan nasional.

Namun, masih disayangkan bahwa pendidikan tinggi belum menjadi hak yang dapat diakses oleh semua orang.

Data Kemendikbudristek pada 2022 mencatat bahwa jumlah mahasiswa hanya mencapai 7,88 juta. Padahal jumlah penduduk rentang usia 19 hingga 29 tahun mencapai 44,95 juta jiwa. Artinya, hanya 1 dari 6 orang yang memiliki akses untuk mengejar pendidikan tinggi.

Tantangan Keterjangkauan

Rendahnya partisipasi pendidikan tinggi merupakan masalah kompleks dengan beragam akar penyebab. Salah satu faktor sentral yang terus menghambat akses adalah tak terjangkaunya biaya pendidikan tinggi.

Menurut Statistik Penunjang Pendidikan 2021 yang dirilis Badan Pusat Statistik, rata-rata biaya pendidikan tinggi per tahun mencapai Rp 14,47 juta.

Sementara itu, rata-rata upah nasional pada awal 2023 hanya sekitar Rp 2,94 juta per bulan, setara dengan Rp 35,28 juta per tahun.

Tingginya biaya ini bukan saja menjadi kendala, tetapi juga terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada Juli 2022, Harian Kompas menyampaikan hasil analisis yang mengestimasi kenaikan biaya perkuliahan sebesar 1,3 persen sampai 6,96 persen setiap tahunnya di perguruan tinggi negeri dan swasta.

Maka, pada 2030, perkiraan total biaya menyelesaikan perkuliahan bisa mencapai angka fantastis, yaitu Rp 430 juta.

Kuliah kedokteran menjadi salah satu contoh representatif. Dalam studi Indeks Harga Pendidikan 2022 oleh Bank Jerman N26, Indonesia menempati peringkat ke-8 dengan biaya pendidikan tinggi kedokteran termahal di dunia.

Mirisnya, Indonesia sejatinya menghadapi kekurangan tenaga kedokteran, menempati peringkat ke-56 terendah di dunia dalam hal ketersediaan tenaga medis, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Selain itu, masalah geografis juga menjadi kendala serius. Tidak meratanya sebaran perguruan tinggi menciptakan kesenjangan akses pendidikan tinggi yang signifikan antarwilayah.

Contohnya, di Kepulauan Bangka Belitung, hanya terdapat 17 perguruan tinggi di saat jumlah siswa aktif sekolah menengah atas dan kejuruan (SMA/K) mencapai 56.000 orang.

Akibatnya, tingkat partisipasi pendidikan tinggi di provinsi tersebut hanya sebesar 14,85 persen, menjadi yang terendah di seluruh negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com