Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Kegagalan Sistem Pendidikan Kita

Kompas.com - 27/07/2023, 15:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, pada Kamis 12 Januari 2017, Psikolog Elly Risman, S.Psi, menyampaikan pandangannya terkait uji materi dalam pasal kesusilaan di KUHP.

Menurut dia, perzinaan kini menjadi gaya hidup dan layaknya endemi di era digital. Ia menyitir kritikannya itu dalam satu kalimat,‘old wine in the new bottle.’

Masih dalam kesempatan yang sama, Elly meneruskan laporan Kapolsek Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, terkait belasan murid SD di sana yang terlibat pesta seks.

Apakah ada kasus lain? Banyak sekali. Ada bocah lima tahun yang dicabuli oleh anak lain seusianya.

Kakek memerkosa cucu, ayah memerkosa anak, kakek dan ayah memerkosa cucu dan anaknya bergantian, paman memerkosa keponakan, abang memerkosa adik, dan kadangkala tidak lawan sejenis.

Masih ada yang lebih buruk lagi, pemuda yang menggauli ibu kandungnya hingga hamil dan melahirkan.

Akan seperti apa nasib anak-anak bangsa ini pada kemudian hari? Bagaimana cara kita menanggulangi kasus inses yang telah terjadi di seantero Indonesia?

Pendidikan merupakan salah satu jawaban dari degradasi moral yang sedang kita hadapi kini. Sayangnya, sistem pendidikan Indonesia masih mengalami kebuntuan dan kegagalan, terutama ketika harus berhadapan dengan keadaan-kenyataan kehidupan kita pada zaman kiwari—sebagaimana yang penulis cantumkan di atas.

Beberapa kegagalan sistem pendidikan kita yang kerapkali dibicarakan, harus dicari jalan keluarnya. Lantas dari mana kita mulai berbenah?

Pertama dan yang utama, jelas dari rumah. Pendidikan anak manusia tak bisa diserahkan begitu saja pada guru di sekolah, lantaran sebagian besar waktu mereka dilewati bersama keluarga.

Maka peran orangtua menjadi penting bagi tumbuh kembang karakter dan budi pekerti anak sedari balita hingga fase usia emasnya.

Anak yang terlampau banyak mengalami tekanan dari orangtua—di luar persoalan rumah tangga yang menerpa mereka, kemungkinan besar sulit berkembang dalam pergaulannya di luar rumah, dan tentu di sekolah.

Ia akan cenderung berkepribadian tertutup, tidak percaya diri, dan gagap menghadapi fenomena yang ia alami.

Lazimnya, orangtua dan guru harus terus bersinergi membantu anak menempuh jenjang pendidikannya sedari TK hingga perguruan tinggi.

Akses pendidikan yang tidak merata juga merupakan masalah serius. Siswa di daerah perkotaan biasanya memiliki lebih banyak kesempatan dan sumber daya dibandingkan dengan siswa di daerah pedesaan, yang kerapkali mengalami keterbatasan infrastruktur dan tenaga pendidik berkualitas.

Kurikulum yang tidak berkaitan, turut menambah keruh perkara pendidikan kita yang karut-marut. Kurikulum pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya seiring sejalan dengan perkembangan zaman.

Beberapa mata pelajaran yang ada, kurang mengasah keterampilan praktis yang diperlukan siswa untuk menghadapi tantangan kehidupan hari ini dan masa depannya.

Sistem evaluasi yang terlalu berfokus pada tes dan nilai akademik, juga seringkali mengabaikan aspek penting lain dalam perkembangan siswa, seperti sembilan kecerdasan dasar, kreatifitas, keterampilan sosial, dan karakternya.

Masih saja ada oknum guru yang menganakemaskan muridnya yang jago eksakta, tinimbang mereka yang punya kelenturan dalam pergaulan di sekolah, dan biasanya berprestasi di bidang non-akademik.

Meskipun alokasi dana pendidikan meningkat dari waktu ke waktu, yang pada 2023 dikucurkan dari pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mencapai Rp 612,2 triliun (tertinggi sepanjang sejarah Indonesia), namun masih banyak oknum yang melakukan korupsi dari anggaran yang dialokasikan Pemerintah tersebut.

Alhasil, pihak penyelenggara pendidikan tetap saja belum merasa cukup untuk menyelenggarakan pendidikan yang layak bagi siswa-siswi mereka.

Terakhir, rendahnya tingkat partisipasi dan retensi siswa. Beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pendidikan mereka, baik karena faktor ekonomi, kualitas pendidikan yang buruk, atau kurangnya motivasi belajar di segala ruang-waktu hidup mereka.

Harus diakui dengan lapang dada, sistem pendidikan kita telah gagal karena tidak mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan abad ke-21.

Siswa hanya dilatih untuk mengerjakan ujian, bukan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Mereka juga tidak diajari keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi warga negara yang baik, seperti berpikir kreatif, berkomunikasi secara mangkus, dan bekerjasama dengan orang banyak.

Sistem pendidikan kita juga tidak adil. Siswa dari latar belakang kurang beruntung, lebih mungkin gagal di sekolah. Ini karena mereka memiliki akses yang lebih sedikit ke sumber daya dan dukungan yang dibutuhkannya untuk berhasil.

Dari sekian banyak kegundahan kami tersebut, paling tidak masih ada yang sedikit menggembirakan hati.

Dalam kelas Sejarah yang kami ampu di SMP Atmanagari, Bogor, ada seorang siswa kelas 8 yang menjelaskan tujuh keajaiban dunia dengan sudut pandang berbeda.

Baginya, bisa mendengar, melihat, berpikir, berbicara, lahir sebagai manusia, mencintai, dicintai, sudah merupakan keajaiban dalam kehidupan--yang harus disyukuri.

Sejatinya, ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia, dengan menggali khazanah kebudayaan bangsa yang sangat beragam ini.

Sudah saatnya pula kita membuat sistem pendidikan yang lebih berbudaya, inklusif, ramah lingkungan, dan mitigasi korupsi sejak dini.

Dengan cara-cara itu, paling tidak kita dapat meningkatkan standar mutu pendidikan di Indonesia. Berilah anak-anak kita kesempatan merengkuh masa depan yang cerah. Biarkan mereka menjadi dirinya yang lebih manusiawi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com