Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes Calistung Masuk SD Dihapus, P2G: Masih Banyak Sekolah Melanggar

Kompas.com - 31/03/2023, 12:34 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

"Sayangnya, monitoring, pengawasan, dan evaluasi berkala terhadap praktik tes calistung di daerah tidak dilakukan pemerintah. Praktik yang berdampak buruk bagi perkembangan mental anak demikian tumbuh subur merata di banyak sekolah, lebih parah lagi dinas pendidikan membiarkannya," lanjut Satriwan.

Baca juga: Hapus Tes Calistung Masuk SD, Nadiem Sebut 4 Fokus Pembelajaran PAUD

P2G meminta Kemdikbudristek rutin melakukan pengawasan dan monitoring. Kedepan pemerintah bisa mengumumkan SD mana saja dan di daerah mana yang masih melakukan syarat calistung bagi calon siswanya.

Jika pengawasan dan monitoring saja tidak cukup, maka perlu mencari data SD mana saja yang masih melakukan syarat calistung. Sehingga akan menjadi landasan untuk memberikan sanksi tegas.

"Jadi maraknya tes calistung sebagai syarat masuk SD, juga disebabkan tidak adanya sanksi dari kementerian dan dinas pendidikan terhadap sekolah yang masih mempraktikannya," katanya lagi.

Ia mengatakan jika Menteri Nadiem ingin transisi PAUD ke SD menyenangkan siswa dan agar pencegahan syarat calistung ini efektif di lapangan, Kemdikbudristek harus menindaklanjuti dengan membuat aturan tertulis berisi larangan berikut sanksi tegas bagi sekolah dan/atau dinas pendidikan yang tidak mengindahkannya.

Baca juga: Biaya Kuliah S1 Kedokteran UI, UGM, Unair, Undip, Unpad, dan Brawijaya

Perlu dukungan orangtua dan guru

Sementara menurut Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G, bagi P2G upaya Kemdikbudristek ini patut didukung optimal oleh semua stakeholders pendidikan.

Para guru PAUD dan SD harus memikirkan dampak negatif bagi perkembangan psikologis anak dan sosial emosional karena sekolah mensyaratkan anak bisa berhitung dan menulis.

Dampak buruk tersebut bisa berlanjut sampai usia remaja bahkan dewasa. Bersekolah akan menjadi beban berat, anak jadi tak percaya diri, inferior, menilai dirinya bodoh karena masuk SD tapi tak bisa baca tulis hitung.

Peran guru sangat penting, karena masih banyak persepsi guru yang menganggap anak kelas 1 SD sudah seharusnya mampu calistung.

Padahal pemahaman ini bertentangan dengan prinsip dasar pedagogis dan psikologi perkembangan anak. Apalagi dengan kebijakan Kurikulum Merdeka yang menekankan fleksibilitas dan penyederhanaan konten dalam pembelajaran.

"Desain pembelajaran SD hendaknya berorientasi pada pembangunan karakter anak, penanaman dan pembentukan nilai. Sekolah adalah arena bermain dan kegiatan pembelajaran berdampak positif terhadap tumbuh kembang anak," ujar Iman.

Guru juga harus sabar menghadapi anak-anak dalam belajar. Guru mendesain pembelajaran agar anak-anak berkembang secara baik, membangun rasa percaya diri, mengenali lingkungan, mengelola emosi, dan secara bertahap memahami dasar literasi dan angka.

Semua ini dicapai dengan metode pembelajaran yang menyenangkan, membangun partisipasi anak, dan memfasilitasi rasa ingin tahu anak.

Terutama hal tersebut akan tercapai jika buku-buku teks yang disediakan Kemdikbudristek terdistribusikan sampai ke pelosok daerah 3T dengan baik. Tampilan dan konten buku harus mendukung pembelajaran yang menyenangkan itu. Pelatihan bagi guru mutlak dilakukan.

Selain itu maraknya tes calistung juga disebabkan faktor pola pikir dan pola asuh orangtua apalagi yang tinggal di perkotaan. Orangtua yang terobsesi dan berambisi anaknya bisa calistung sejak PAUD bahkan mampu berbahasa asing sejak dini akan menjadi kebanggaan keluarga.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com