Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar Unkris: Vonis Sambo Cs Belum Menjadi Babak Akhir

Kompas.com - 28/02/2023, 20:49 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Prof. Gayus Lumbuun, Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) menyampaikan vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Sambo cs belum menjadi babak akhir proses persidangan yang telah berjalan sekitar 6 bulan.

Melalui rilis resmi (28/2/2023), Prof. Gayus menjelaskan, kekecewaan keluarga almarhum Brigadir J seperti disampaikan Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J terhadap putusan Eliezer yang menerima vonis hukuman ringan dari majelis hakim dan juga kembali diterima sebagai anggota Polri justru akan menjadi pintu masuk apa yang disebut sebagai fase Terbitlah Terang.

“Kekecewaan keluarga Brigadir J itu akan menjadi sebuah titik terang yang pada saatnya nanti akan menerangi kegelapan,” ungkap Prof. Gayus.

Ia bisa memahami kekecewaan dan kegalauan keluarga almarhum Brigadir J terhadap vonis Majelis Hakim kepada para terdakwa. Sebab nyatanya, antara tuntutan selama proses peradilan berlangsung dengan putusan Majelis Hakim jaraknya terlalu jauh.

Ada yang dituntut 8 tahun, tapi setelah divonis menjadi 20 tahun, ada pula yang dituntut 12 tahun setelah diputus menjadi 1,5 tahun, dan ada yang dituntut hukuman seumur hidup tetapi diputus hakim hukuman mati.

“Ini tentu menjadi perhatian dan catatan kita semua baik untuk kalangan praktisi hukum, institusi kepolisian, para pengamat, akademisi hingga masyarakat luas," ungkapnya.

"Seperti halnya tuntutan pidana seumur hidup, diputus hakim hukuman mati, oleh jaksa masih dilakukan upaya banding. Sementara tuntutan 12 tahun, divonis hanya 1,5 tahun, jaksa tidak banding,” lanjut Prof. Gayus.

Ia teringat dengan sebuah drama karya William Shakespeare yang menampilkan cerita tentang pengkhianatan, pembunuhan, hawa nafsu, dan keakuan seperti Othelo, Macbeth, King Lear, dan Hamlet.

Saking geramnya, quote Shakespeare yang paling terkenal dalam buku berjudul King Henry ‘Perang Mawar’ dikatakan, “The first thing we do, let’s kill all the lawyers”. Ini bentuk kekecewaan masyarakat terhadap proses peradilan.

Baca juga: Unsri Punya 143 Guru Besar

Lebih lanjut mantan Hakim Agung tersebut menjelaskan bahwa dalam peristiwa penembakan terhadap korban Brigadir J terdapat unsur pembunuhan berencana. Meski dalam proses eksekusi terhadap korban, terdakwa meminta bantuan orang lain (pelaku lain).

Pembunuhan berencana tersebut dipicu oleh telepon dari Putri Candrawati yang merupakan istri dari Ferdy Sambo yang mengaku telah mengalami pelecehan seksual. Mendapat telepon demikian, Sambo menjadi emosi.

 

Pembina Yayasan Unkris Prof. Gayus Lumbuun dalam webinar yang digelar secara hibrid di kampus Unkris Jatiwaringin, Bekasi pada Sabtu, 6 Agustus 2022.DOK. UNKRIS Pembina Yayasan Unkris Prof. Gayus Lumbuun dalam webinar yang digelar secara hibrid di kampus Unkris Jatiwaringin, Bekasi pada Sabtu, 6 Agustus 2022.

Keinginan untuk mengklarifikasi kepada Brigadir J, malah berujung pada penembakan.

Awalnya, Ricky Rizal yang diminta memback-up Sambo, tapi ditolak dengan alasan tidak cukup kuat mentalnya untuk melakukan. Hingga Eliezer atau Bharada E yang menyatakan siap memback-up Sambo serta menembak Brigadir J hingga lebih dari 3 kali di bagian dada.

Dari situlah kemudian disusun skenario aksi koboi, tembak menembak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang mana hal tersebut sudah diakui oleh semua terdakwa.

Setelah penembakan, jenazah Brigadir J diantar ke rumah keluarganya di Jambi.

Di sinilah "kotak pandora" kasus ini mulai terbuka, saat keluarga Brigadir J meminta agar peti dibuka dengan alasan ingin mengulosi sebagaimana lazimnya adat Batak dan ingin melihat Yosua untuk terakhir kalinya.

Menurut Prof Gayus, peristiwa penembakan ini jelas ini merupakan pembunuhan berencana yakni dengan meminta bantuan pihak lain. Unsur-unsur pembunuhan berencana seperti dalam Pasal 340 KUHP sudah terpenuhi.

Meski dalam proses peradilan muncul beberapa orang yang melakukan social justice warrior antara lain, Saor Siagian, Johnson Panjaitan, dan Kamaruddin Simanjuntak, juga penetapan Bharada E, salah satu terdakwa yang kemudian dinyatakan sebagai justice collaborator (JC) oleh LPSK, namun Prof. Gayus menegaskan, proses yang berjalan, termasuk di pengadilan hingga putusan majelis hakim tentu bukan sebuah drama.

“Kita harus menghormati putusan pengadilan,” tegasnya. Prof. Gayus juga menyesalkan munculnya street justice, di mana mereka tidak memahami hukum tapi menyuarakan dengan kata-kata kasar atas dasar suka dan tidak suka terhadap orang yang berbeda pandangan.

“Itu semua memang hak masyarakat. Hanya saja, semua pihak harus memahami di posisi mana dia berada,” tukasnya.

Ditambah lagi kemunculan kelompok amicus curiae atau friends of court (sahabat pengadilan), yang didalamnya terhimpun para akademisi. Kelompok ini menyurati Ketua Majelis Hakim dan meminta keringanan hukuman terhadap salah satu terdakwa.

“Baik social justice, lalu street justice, serta amicus curiae merupakan hak dari masyarakat. Namun, sudah seharusnya diimbangi oleh legal justice sebagai pedoman bagi keadilan yang diharapkan,” imbuh Prof. Gayus.

Prof. Gayus menilai peristiwa persidangan Sambo Cs akan menjadi catatan sejarah untuk kita semua. Kiranya di masa depan, seperti ada teori hukum yang menyebut Das Sollen dan Das Sein.

Baca juga: Tips Mudah Budi Daya Bunga Telang ala Guru Besar IPB

Das Sollen disebut kaidah hukum yang menerangkan kondisi yang diharapkan. Sedang Das Sein dianggap sebagai keadaan yang nyata.

“Kasus ini memberi pelajaran bagi kita semua untuk melihat hukum dalam perspektif yang utuh dengan tidak memisah-misahkan antara kejujuran, kebenaran, dan keadilan, tidak sepenggal-sepenggal,” tutup Prof. Gayus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com