Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Menjadi Guru Bahagia

Kompas.com - 12/12/2022, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Listia Qisthy, Fransisca I. R. Dewi, dan Riana Sahrani*

ADA pepatah mengatakan hanya orang bahagia yang dapat membahagiakan orang lain. Yakin dan percayalah, seorang guru yang selalu bahagia, para siswa akan semangat menyambut kehadirannya dengan bahagia.

Ilmu yang diberikan dalam suasana bahagia dan ceria akan melekat di pikiran dan jiwa mereka. Sekolah terasa sebagai sekolah yang membahagiakan, bukan sebaliknya.

Lalu bagaimana dengan guru yang bahagia dalam masa pandemi Covid–19?

Di masa pandemi Covid-19, guru membutuhkan metode pengajaran khusus dan dituntut kreatif dalam menyampaikan materi melalui media pembelajaran online.

Pada saat bersamaan, semua guru memiliki kecemasan terkait kesehatan terhadap diri sendiri, keluarga, serta orang-orang terdekat.

Hasil penelitian Marek, Chew, & Wu, 2021 menunjukkan sebagian besar tenaga pengajar mengalami beban kerja dan stres yang lebih tinggi. Khususnya guru wanita, selain mengajar, mereka harus berbagi peran sebagai ibu rumah tangga di rumah.

Oleh karena itu, semakin lama pandemi berlangsung, maka guru akan mengalami stres dan kejenuhan (Rahayu, Amalia, Maula , 2020).

Apabila guru tertekan, maka guru merasa kesejahteraannya negatif. Guru akan mempersepsikan pekerjaannya secara negatif, hal ini berhubungan dengan kesejahteraan guru (teacher subjective well-being) (Winesa & Saleh, 2020).

Teacher subjective well-being adalah presepsi guru tentang kehidupan yang sehat dan sukses di tempat kerja atau sekolah (Renshaw, Long, & Cook, 2015).

Guru dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan menyukai pekerjaannya sehingga tidak memiliki keinginan untuk keluar dari profesinya dan memiliki kemampuan mengajar yang tinggi (Skaalvik & Skaalvik, dalam Winesa & Saleh 2020).

Dua faktor penting yang berperan dalam kebahagiaan guru di masa Pandemi Covid-19.

Pertama adalah gratitude (rasa syukur), yaitu emosi positif dalam mengekspresikan kebahagiaan dan rasa terima kasih terhadap segala kebaikan dan apapun yang diterima.

Ketika seseorang memiliki rasa "terima kasih" atas apapun itu adalah bentuk dari rasa bersyukur. Individu dengan rasa syukur yang tinggi dapat membuat dirinya lebih bijaksana dalam menyikapi lingkungan.

Sedangkan individu dengan gratitude rendah, maka akan berpengaruh terhadap keharmonisan lingkungan yang telah ada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com