Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Maraknya Kasus Perundungan di Lingkungan Sekolah, Mari Lakukan Pencegahan!

Kompas.com - 25/11/2022, 10:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
  1. Perundungan fisik, yang meliputi tindakan mendorong, mengancam, dan memukul;
  2. Perundungan verbal, seperti menghina fisik, body-shaming, menyindir, dan menyebarkan gosip;
  3. Perundungan sosial, seperti mengucilkan, memalak atau meminta secara paksa, dan memfitnah;
  4. Perundungan di dunia maya, seperti memperolok-olok di media sosial, membuat meme yang merendahkan, hingga memberikan pesan teror.

Dampak buruk perundungan

Di banyak kasus perundungan memberikan dampak negatif jangka panjang bukan hanya kepada korban, tapi juga kepada pelaku baik secara fisik maupun psikologis.

Bagi pihak korban, perundungan merupakan predikator signifikan yang menyebabkan depresi (Farrington, 2011).

Mereka umumnya akan mengalami kecemasan dalam interaksi sosial, memiliki tingkat kepercayaan diri rendah, merasa kesepian, hingga bertendensi untuk mengalami gangguan jiwa serta melakukan self-harm, bahkan bunuh diri.

Secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan risiko kesehatan fisik-mental, sosial, hingga pendidikan yang buruk di usia anak-anak maupun remaja (Armitage, 2021).

Hal ini pernah dialami oleh selebriti Indonesia, Marshanda. Ia secara terbuka mengaku pernah menjadi sasaran perundungan saat masih duduk di sekolah dasar oleh teman-teman sekelasnya. Akibatnya dia menjadi pribadi yang pemalu dan minder soal bergaul (Kompas, 16/08/2021).

Di sisi lain, pelaku perundungan juga berpotensi mengalami masalah serius seperti perilaku yang cenderung agresif dan hiperaktif serta memiliki kecenderungan untuk mengabaikan aktivitas pendidikan hingga berisiko tinggi terpapar narkotika (Vanderbilt, & Augustyn, 2010).

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), pelaku perundungan juga berpotensi tidak memiliki empati terhadap sesama.

Jika tindakan merundung sudah dianggap sebagai hal yang ‘biasa’, maka bukan tidak mungkin pada masa depan pelaku dapat berpotensi melakukan tindakan kriminal.

Bagaimana mencegah perundungan di lingkungan sekolah?

Dampak buruk perundungan baik bagi korban maupun pelaku tentu saja tidak bisa dianggap remeh, karena ini menyangkut masa depan anak-anak.

Upaya pencegahan kasus perundungan, khususnya di lingkungan pendidikan dapat dilakukan dengan cara:

1. Memberikan psikoedukasi dan pemahaman perundungan kepada siswa, guru, staf, terutama dampak buruk dari perundungan.

Hal ini dapat disosialisasikan secara terus-menerus di kelas, saat upacara, hingga menempelkan poster-poster edukasi tentang perundungan di area sekolah.

2. Mengedukasi orangtua murid tentang perundungan dan dampak negatifnya supaya mereka dapat dengan cepat melapor kepada pihak yang berwajib jika menemukan kasus perundungan.

Tidak hanya itu, orangtua juga bisa diproyeksikan untuk menjadi agen pencegahan perundungan di luar lingkungan sekolah;

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com