Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Kanjuruhan, Sosiolog UNS Ungkap Bahayanya Fanatisme Berlebih

Kompas.com - 06/10/2022, 10:06 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

Sumber UNS

KOMPAS.com - Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Drajat Tri Kartono mengungkapkan pendapatnya mengenai tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang.

Menurut Dr. Drajat, tragedi Kanjuruhan dipicu oleh fanatisme suporter yang merusak kelompoknya sendiri.

Ia juga menambahkan, kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan adalah bentuk kekecewaan suporter atas kekalahan Arema FC atas Bajul Ijo. Sayangnya, kekecewaan mereka dilampiaskan kepada kelompoknya sendiri (manajemen klub).

"Jadi, kejadian yang di Malang itu memang ada beberapa dimensi. Bahwa kejadian itu menjadi kacau balau, kan ada orang banyak," kata Drajat seperti dikutip dari laman UNS, Rabu (5/10/2022).

Baca juga: Karnaval HUT Ke-266 Kota Yogyakarta: SMPN 8 Ajak Siswa Lestarikan Kebudayaan

Dia menekankan, kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang semakin menjadi-jadi karena ada yang menghalang-halangi ekspresi kekecewaan suporter.

"Karena menghalangi ekspresi itu, kemudian jadilah kaya ngamuk ke semua arah. Bentrok dengan aparat juga. Ya, karena aparat harus berada di tengah-tengah juga. Karena tidak ada Bonek, jadi mereka menyerang ke dalam," terang Drajat.

Drajat menilai peristiwa tersebut merupakan bukti ketidaksepahaman antara manajemen klub dan suporter. Hal ini dikatakan Dr. Drajat memicu konflik di dalam dan menyulut emosi.

"Bahwa pengorganisasian identity dalam in group itu akan mudah menyerang ke dalam kalau ada perpecahan di dalam kelompok itu," beber Drajat.

Fanatisme sering bawa kerugian

Ia menambahkan, fanatisme seperti pada suporter sepakbola adalah identifikasi diri yang memasukkan orang-orang ke dalam in group feeling. Hal ini ditandai dengan kesamaan perasaan, pandangan, dan simbol dalam kelompok yang sama.

"Nah, di dalam in group feeling dibangunlah koneksi yang membangun mereka adalah in group identity. Identitas kelompok kemudian disebarkan ke seluruh anggota dengan harapan mereka punya komitmen penyamaan simbol, persepsi, dan gerak sehingga menjadi satu kesatuan," imbuh Drajat.

Baca juga: 5 Negara yang Penduduknya Paling Malas di Dunia, Indonesia Nomor 1

Drajat menyampaikan, fanatisme berpeluang semakin menjadi-jadi apabila dipengaruhi oleh kompetisi dengan kelompok lain. Sehingga muncul dorongan untuk melindungi dan memperjuangkan kelompoknya sendiri terhadap kelompok lain.

"Di situ muncullah sebuah komitmen penyatuan identitas yang kemudian harus dipertahankan. Ini diperkuat oleh keterkaitan antara kelompok itu dengan identitas-identitas lain, seperti identitas kedaerahan," urai Drajat.

Ia mengatakan, fanatisme seringkali membawa kerugian karena memicu orang-orang untuk bersikap tidak toleran. Menurut Drajat, berkurangnya rasa toleransi karena fanatisme merupakan hal yang otomatis terjadi.

"Karena perasaannya ke dalam sehingga kalau ada yang dianggap menghalang-halangi kelompoknya atau merusak kelompoknya ya tindakan agresi. Kalau tidak terorganisir dan duduk dengan baik, muncullah agresi," urai Drajat.

Munculnya sikap tidak toleran terhadap orang-orang di luar kelompok karena fanatisme juga mendorong perilaku irasional.

Baca juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 46 Dibuka, Lulusan SMA Bisa Ikut

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com