Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi UNS: Ratu Elizabeth II Wafat, Ini Dampak bagi Kerajaan Inggris

Kompas.com - 11/09/2022, 15:35 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber UNS

KOMPAS.com - Beberapa hari lalu, tepatnya Kamis (8/9/2022) Ratu Elizabeth II meninggal dunia di Istana Balmoral, Skotlandia usai 70 tahun berkuasa.

Terkait hal itu, Analis politik internasional Universitas Sebelas Maret (UNS), Ign. Agung Satyawan, Ph.D, berbagi pandangannya seputar masa depan Kerajaan Inggris sepeninggal Ratu Elizabeth II.

Menurutnya ketika Ratu Elizabeth II diumumkan wafat, perhatian dunia internasional berpusat kepada sosoknya. Hal ini tidak bisa dilepaskan lamanya kekuasaan Sang Ratu yang berlangsung hingga 70 tahun.

Baca juga: UNS Wisuda 1.017 Lulusan, Rektor: Jangan Hanya Bermimpi, tapi Realisasikan

"Meskipun tidak mempunyai kekuasaan politik secara nyata, Sang Ratu yang menduduki takhta terpanjang sebagai Kepala Negara Britania Raya, termasuk Negara-negara Persemakmuran (Commonwealth), telah menjadi simbol pemersatu negaranya dan juga negara-negara bekas jajahan," ujarnya dikutip dari laman UNS, Minggu (11/9/2022).

Meski lama berkuasa, tetapi meninggalnya Ratu Elizabeth II tidak membawa dampak yang signifikan dalam konstelasi kekuasaan di Britania Raya.

Sebab, publik memahami bahwa usia Ratu Elizabeth II sudah begitu lanjut dan proses suksesi di Kerajaan Inggris telah berjalan dengan mapan.

"Fungsi kerajaan hanya terbatas dalam menjalankan fungsi seremonial saja. Selama Ratu Elizabeth II berkuasa, tidak ada gejolak yang mengancam perpecahan monarki yang terbesar di Eropa, bahkan di dunia," terangnya.

"Dalam kata lain, Sang Ratu mampu menjaga kewibawaan kerajaan sehingga tetap disegani oleh rakyat Britania," jelas Agung Satyawan, Ph.D.

Muncul wacana negara persemakmuran berpisah dari Inggris

Dampak lain dengan meninggalnya Ratu Elizabeth II ialah muncuk wacana dari beberapa negara-negara Persemakmuran untuk memisahkan diri dari Inggris. Bahkan, isu ini sudah beredar sebelum Sang Ratu mangkat.

Adapun kabar tersebut sempat ditanggapi oleh Pangeran William dengan menggelar tur bersama Kate Middleton ke Belize, Jamaika, dan Bahama pada bulan Maret.

Baca juga: Ini Tips Bangun Bisnis bagi Pemula dari Alumnus UNS

Pangeran William sepertinya tidak ingin ketiga negara yang dikunjungi bersama sang istri memisahkan diri dari Inggris, seperti Barbados ketika akhir November 2021.

Ia mencontohkan keinginan Australia yang berniat melepaskan diri dari Negara-negara Persemakmuran.

Akan tetapi, keputusan tersebut batal dilakukan karena mayoritas rakyat Australia menolak proposal pemutusan hubungan dengan Inggris dan menjadi republik pada 1999.

Dalam hal ini, 54,87 persen menolak dan 45,13 persen setuju dengan wacana Australia berdiri sebagai republik dan memisahkan diri dari Negara-negara Persemakmuran.

Dampak bagi Raja Charles III

Tentunya, dampak yang paling dirasakan ialah putra sulung yakni Pangeran Charles yang statusnya sebagai ahli waris takhta.

Sang pangeran naik takhta menjadi Raja Charles III setelah Dewan Aksesi mengumumkan gelar barunya sebagai pemimpin monarki pada Sabtu (10/9/2022).

Baca juga: UI dan Konimex Luncurkan Kit Deteksi Cepat DBD

Meski proses transfer kekuasaan dari Ratu Elizabeth II yang wafat kepada Raja Charles III berjalan damai, ada beberapa faktor yang diperkirakan mengganjal pamor Sang Raja.

Seperti insiden meninggalnya Putri Diana pada 1997 silam, serta keberadaan Camilla Parker Bowles sebagai istri baru Raja Charles III yang tidak kalah kontroversial setelah keduanya menikah pada 9 April 2005 silam.

Harus yakinkan Negara-negara Persemakmuran lebih sejahtera

Selain itu, Agung Satyawan, Ph.D juga mengatakan, Raja Charles III memiliki dua pekerjaan rumah yang perlu untuk dirampungkan.

Salah satunya adalah kemampuan Raja Charles III untuk meyakinkan Negara-negara Persemakmuran bahwa mereka akan lebih sejahtera di bawah Britania Raya.

"Ketika Raja Charles III naik takhta, maka otomatis ia adalah simbol sebagai kepala negara, tidak hanya untuk Britania Raya saja namun juga negara-negara persemakmuran," terang Agung.

Raja Charles III juga perlu mendamaikan hubungan di antara anggota intinya. Pasalnya Kerajaan Inggris sempat diterpa isu kurang mengenakkan usai pernikahan Pangeran Harry dan Meghan Markle.

Baca juga: Mahasiswi UNS Juara II Balap Rally Kejurda Jabar

"Maka mengajak Pangeran Harry dan istrinya kembali ke kerajaan akan menambah citra positif Raja Charles III," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com