Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/08/2022, 12:08 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Ida Nurlinda mengatakan, permasalahan hukum agraria, seperti maraknya kasus mafia tanah, salah satunya disebabkan peraturan yang saling tumpang tindih.

"Permasalahan hukum agraria yang selama ini terjadi kurang lebih berangkat dari peraturan perundang-undangan dari zaman Belanda hingga saat ini. Kurang lebih ini menjadi salah satu penyebab terjadinya beragam kasus agraria di Indonesia," kata dia melansir laman Unpad, Selasa (9/8/2022).

Baca juga: Sosok Michael Agung, Lulus Kuliah dari ITB dengan Nilai IPK 3,99

Prof. Ida memaparkan, pada zaman Belanda, hukum di Indonesia dibagi atas 3 golongan, yaitu golongan Eropa, Timur Asing, dan pribumi (Bumiputra).

Tiga golongan tersebut masing-masing memiliki sistem hukum tersendiri dan wajib tunduk terhadap sistem hukumnya.

Ini berarti, orang Eropa tunduk pada hukum tanah yang mengacu pada sistem KUH Perdata Belanda. Sementara hukum tanah pribumi tunduk pada sistem adatnya masing-masing.

Pada 1960, Indonesia menerapkan unifikasi hukum menjadi hukum Indonesia. Pada tahun ini pula, lahir Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Proses unifikasi tersebut menjadikan sistem hukum Eropa dan Timur Asing menjadi tidak berlaku. Padahal sebelumnya tanah-tanah tersebut tunduk pada sistem hukumnya masing-masing.

"Oleh karena itu, sekarang pun kita masih mengenal kasus-kasus yang timbul dari permasalahan tanah itu adalah tanah adat, tanah eigendom, tanah eigendom verfonding," ucap Prof. Ida.

Secara normatif, 20 tahun sejak UUPA berlaku, konversi hukum tersebut seharusnya sudah selesai.

Sebagai contoh, jika tanah itu tadinya tanah eigendom, maksimal pada 1980 sudah menjadi tanah hak milik.

Baca juga: Psikolog UGM: Ini 5 Macam Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga

"Tetapi kita orang bersengketa, hakim tidak boleh menolak kasus yang dihadapkan padanya. Mau tidak mau hakim menyelesaikannya flash back dengan peraturan lama," ungkap dia.

Tanah adalah modal pembangunan

Prof. Ida memaparkan, semula UUPA lahir dengan semangat untuk menjadi “Undang-Undang Payung”, dalam arti mengatur hingga aspek luar.

Dalam hal ini, UUPA mengatur tidak hanya tanah, tetapi juga tambang, serta segala hal yang berkaitan dengan sumber daya alam (SDA).

Namun, pasca pergeseran orde lama menuju orde baru pada 1966, terjadi perubahan kebijakan signifikan.

Pemerintah orde baru menjadikan tanah dan SDA di Indonesia sebagai modal dasar pembangunan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com